https://twitter.com/SugasANGEL_/status/1473612065621245952?t=-WHIJmYJzD6DEKP68x2Djw&s=19
“Aku percaya cinta sejati. Cinta murni tanpa menuntut balas. Mencintai hanya untuk membuat orang itu bahagia meski harus berkorban.”
Suasana di Seoul masih sama, perpaduan antara bau harum bunga sepanjang jalan dan asap kendaraan bercampur menggelitik penciuman. Kota besar metropolitan, menyimpan sejuta misteri dibalik hingar bingar dan kemegahan yang kadang disalah artikan oleh beberapa perantau. Tapi Seoul masih sama, perpaduan modern khas globalisasi di jantung kota dan unsur budaya kental yang masih dijaga sebagai warisan penting dari Nenek moyang terlihat sangat kontras disana.
Sekarang sedang memasuki musim dingin di Seoul, semilir angin dingin bercampur dengan bunga kristal bergumpal berwarna putih menyapa sejak beberapa hari lalu. Kemarin baru saja dilakukan perayaan natal, gereja lokal juga masih melantunkan misa dan lagu rohani untuk sang tuhan maha agung. Musim dingin identik dengan kerasnya udara yang kadang menyiksa hingga ke tulang, namun ada sesuatu yang bisa menghangatkan walau tanpa api, ya kasih sayang dari orang terkasih.
Bagi Esther, kehidupannya baik-baik saja. 20 tahun tinggal sendiri tanpa pelukan orang tua membuat Omega dengan mata kecoklatan seperti karamel itu mengerti arti dari memiliki dan menyayangi. Selama 20 tahun ini, tak sehari pun luput dari pikirannya tentang sang ayah. Saat bersekolah dulu, tak hentinya Esther akan mengunjungi makam ayahnya, bercerita hingga mulut pegal seakan-akan ayahnya ada disampingnya. Esther rindu Taehyung, sosok ayah kuat yang juga melahirkan jiwa kuat.
Meskipun Omega kadang dipandang sebelah mata, menjadi satu-satunya yang ditindas oleh patriarki, tapi dia tidak boleh patah semangat.
Tulisan itu jelas tercetak di buku harian usang milik Taehyung.
Bila Rindu sudah dipuncak rasa, Esther akan membuka buku harian itu. Kembali membaca lembar demi lembar kisah hidup sang ayah yang penuh dengan luka dan pengkhianatan.
Esok adalah hari ulang tahun Taehyung, Esther berjanji akan membawakannya hadiah. Dia sudah mempersiapkannya dari jauh hari. Semoga saja Taehyung senang di alam sana.
****
“Nona, ada orang yang ingin bertemu.” Kata salah seorang pegawai di toko bunga milik Esther.
“Apa orang yang mau pesan bunga? Katakan saja kita tutup sampai tahun baru.” Jawab Esther, kacamata kotak membingkai mata cantiknya.
“Bukan Nona, itu.. Seseorang bernama Jeon Jungkook ingin menemui anda.”
Kegiatan menghitung uang yang dari tadi dilakukan oleh Esther berhenti seketika saat nama Jeon itu diucap. Perasaan Esther langsung tidak karuan, dia ingat viralnya Snapgram yang tempo hari dia unggah hingga nomor tak dikenal masuk dan mengaku sebagai Alpha yang pernah menghamili ayahnya.
Mau apa dia? Bukankah kemarin Esther menolak untuk bertemu?
Esther segera bangkit dari posisi duduknya, dia mengintip dari balik pintu ruangannya. Disana ada seorang pria berperawakan tinggi besar, memakai mantel tebal dan juga syal rajut berwarna hijau tua. Wangi charcoal menyerbak, membawa kesan nyaman mungkin karena dia orang tua kandung Esther jadi ada sedikit ikatan batin di dalam diri inner wolf mereka.
Jungkook asyik menatap foto Taehyung disana. Foto yang sengaja dipajang dengan cantik oleh Esther, saat Taehyung dengan jas putih kebanggannya menggenggam se-bouquet bunga matahari, tersenyum cantik seakan tak ada luka besar menganga di punggung ringkihnya.
‘Ayah, Esther harus apa?’ Batin Esther.
Dia berjalan keluar secara perlahan, melewati beberapa pot bunga besar wangi sambil terus memandang punggung Jungkook. Dahulu saat dia memandang punggung Taehyung, maka noda darahlah yang menyapanya pertama kali. Betrayal itu sangat menyakitkan, luka yang ditorehkan sangat nyata bahkan lebih sakit dari kematian. Seakan tubuhmu akan tersiksa perlahan sebelum akhirnya meninggal karena infeksi.
Kali ini yang ditatap adalah punggung Jungkook, orang yang sudah memberikan luka kepada Ayahnya sampai meregang nyawa di atas tempat tidur.
Belum sempat Esther menyapa, Jungkook sudah menoleh terlebih dahulu. Insting Alpha-nya masih kuat meski sekarang dia menginjak usia kepala 4. Dia juga bisa dengan jelas mencium aroma kayu manis bercampur dengan manisnya aroma lavender, aroma khas milik Omega Taehyung.
Tatapan mereka beradu seiring dengan wajah Jungkook yang menoleh perlahan. Tak ada kata yang keluar, baik Esther maupun Jungkook keduanya terlarut dalam suasana yang tak karuan itu. Sayup-sayup terdengar nyanyian natal pujaan kepada tuhan, penyembuh rohani yang terluka tapi mungkin mereka mengabaikan itu dan fokus pada wajah satu sama lain.
Umumnya seseorang akan merasa bahagia kala mereka bertemu dengan ayah mereka, tapi Esther tidak. Dia tidak mengerti perasaan ini, bahkan cenderung takut. Dimatanya Jungkook tak lebih dari seorang pengkhianat yang sudah mencampakan ayahnya dan dia bahkan dari sebelum dia lahir. Harusnya dia merasa bahagia? Bahkan saat tangan Jungkook perlahan meraih pipinya, dia membayangkan tangan itu yang dahulu menyebabkan banyak luka di dalam diri Taehyung. Esther ingin menangis, mengingat bagaimana sakitnya luka yang terus melebar setiap harinya sampai akhirnya menguras semua tenaga Taehyung.
Dilain sisi, Jungkook termangu dengan wajah Esther. Wajah cantik dan indah khas Omega, anugerah langsung dari dewi bulan sang pemilik kecantikan abadi. Hidung mancung, bibir merah tanpa polesan dan mata indah bak sorot rembulan di malam hari.
Itu mata Taehyung.
Masih segar diingatan Jungkook, bahkan rasanya seperti baru terjadi kemarin. Sorot mata yang sama, coklat karamel berbinar indah seakan kilat bintang dimasukan kedalam nya, menatap penuh cinta kepada Jungkook. Mata indah yang terus membawa jutaan perasaan kasih, tapi juga sendu saat Jungkook tahu seharusnya dia tidak mengumbar janji palsu. Esther itu bagaikan Taehyung namun dalam tubuh wanita, anaknya yang baru dia temui seakan menjadi kloning sempurna cinta pertamanya.
Jungkook ingin menyentuhnya, perasaan membawa bayangan Taehyung jelas di wajah Esther. Dia ingin memastikan bahwa semuanya bukan mimpi yang selama ini mengganggunya setelah kandas hubungan rumah tangga karena perselingkuhan. Istri Jungkook selingkuh, membawa habis semua yang dia punya lalu membuangnya bak sebuah permen karet selesai kunyah.
Saat tangan kekar Alpha itu akan meraih wajah Esther bahkan hanya menghitung inci dari jarak kulit mereka, tiba-tiba Esther bergerak mundur. Jungkook memandangnya kecewa tapi dia tak melakukan apapun. Jauh di lubuk hatinya dia tahu, dia pantas mendapatkan ini.
“Apa yang membawa anda kesini, tuan Jeon?”
Tuan Jeon? Jungkook kembali termenung.
“Anda ingin membeli bunga?” Tanya Esther lagi seakan menyadari hilangnya pikiran Jungkook yang entah mengembara kemana.
“Tuan?” Ulangnya, agak gugup sebenarnya tapi Esther menguatkan diri.
Jungkook mengumbar senyum pahit, dia menghela napas agak lama kemudian kembali menatap Esther disana.
“Saya hanya ingin bertemu dengan kamu, Esther.”
Terucap, dan kembali hening. Suasana yang mereka berdua benci. Terasa canggung hingga mencekik leher keduanya.
****
Saat diam menapak di atas gumpalan salju, perasaan ikut mendingin. Semilir angin pengantar pesan beku mengetuk hati bahkan kadang melayangkan pikiran. Malam natal kemarin Esther bermimpi bertemu sang Luna dari Ayahnya, memeluk rembulan sambil bersenandung riang. Luna cantik dengan pendaran sinar kekuningan itu tersenyum padanya, melambai dengan khidmat. Dia ingin menyampaikan pesan kepada Esther, pesan tentang kebahagiaan ayahnya di surga.
Esther senang. Bahkan saat dia terbangun di dalam kamar apartemennya, dia tersenyum manis. Meski sepi dan hampa menyapanya bak teman baik tapi dia tak peduli. Kue natal yang dia beli terabai diatas meja penuh dengan pernak-pernik. Hari itu dia habiskan untuk kembali membaca Diary tentang ayahnya. Rasa rindu yang berkecamuk dalam sanubari membuat tangan dengan jari-jemari lentik itu kembali membuka lembaran usang penuh dengan perasaan.
Esther mengira dia tidak akan bertemu dengan Jungkook, pun dia juga tidak berharap ingin bertemu dengannya. Baginya Jungkook hanya masa lalu ayahnya, namun dia tidak bisa memungkiri dia penasaran dengan sosok Papa yang tak pernah hadir di hidupnya itu.
Hari ini tepat 30 Desember, Esther akan pergi ke tempat pemakaman umum. Membawa banyak sekali bunga dan juga hadiah untuk ayahnya. Bila tahun-tahun kemarin, dia meminta pegawai toko membantunya, maka tahun ini ada Jungkook yang membantunya.
Membawa satu buah bouquet besar bukanlah perkara yang sulit. Alpha itu memiliki tenaga yang luar biasa besar.
Mereka sampai di depan makam Taehyung, salju sudah menimbun nisan granit hitam bertuliskan indah nama mendiang orang yang dicintai. Dengan cekatan, Esther membersihkan butiran salju itu. Dia memandang sejenak kearah Jungkook yang sepertinya tak bisa mengontrol perasaannya sendiri.
Jungkook menyimpan bawaannya tepat di samping nisan Taehyung kemudian menarik sebuah bunga mawar merah. Sejenak dia termenung, menatap nama indah di atas granit hitam titik putih bak bintang yang mengelilingi tulisan nama itu. Perasaannya tak bisa ditahan lagi, ada sesuatu yang menekan hingga sesak sampai Jungkook lupa tujuannya kesini sebenarnya untuk apa.
Lutut kokoh Alpha-nya melemah, mungkin karena sudah masuk usia tua jadi dia tak setangguh masa keemasannya dulu.
Tua..
Masa tua..
“Sebelum aku mati, aku mau punya keluarga sama kamu. Punya banyak anak, trus kita sama-sama menjalani hari tua. Pasti lucu ya liat kamu keriput.”
Memori itu selalu datang menyakitkan, masuk kedalam otak dan menyayat hati dengan perlahan. Keyakinan akan hidup bahagia seakan terenggut, tak ada yang bisa membuatnya kembali kepada keteguhan. Termasuk Jungkook.
Saat dia mengingat Taehyung, maka kesakitan itu juga akan ikut terbawa. Bak membelah dua kayu menggunakan kapak yang sama. Memori yang manis namun menyakitkan.
‘Jungkookie.. Jangan hidup dalam penyesalan, sayangku.’
Menghembus begitu saja kata-kata itu. Seakan sebuah udara dingin hampa yang tak berwujud.
Saking terbawa perasaannya, Jungkook mulai mengeluarkan air mata. Perasaannya berkecamuk dan kacau, hingga mawar yang dia genggam terjatuh tepat diatas nisan kokoh yang sudah ada 20 tahun.
Esther menatapnya dari sudut mata, gelagat yang membingungkan dari Jungkook membuatnya kembali mengingat Taehyung. Dia juga dulu seperti itu, rapuh dan sulit menerima keadaan, setelah Taehyung meninggal Esther seperti kehilangan cahayanya. Senyuman indah milik Taehyung yang selalu menghiburnya seakan sirna, tak ada lagi tatapan hangat, ciuman penuh kasih dan pelukan cinta, dan itu yang membuat Esther bertingkah seperti burung terbang tanpa arah.
Sekarang giliran Jungkook merasakan hal yang itu, kehilangan. Meski sebenarnya sudah sangat terlambat.
Bunga-bunga itu Esther susun di atas batu nisan, batu granit dingin langsung berubah indah walau takkan bertahan lama. Sambil membelai nama Taehyung, Esther tersenyum.
“Ayah, Esther datang.” Katanya pelan, penuh perasaan. “Bagaimana kabar ayah disana? Bahagia kan? Ayah harus bahagia, semua kesakitan karena luka yang ada selama ayah hidup harus hilang dan terbayarkan di surga.”
Hati Jungkook mencelos mendengar kalimat Esther, dia merasakan bahwa putrinya seakan sedang menyindirnya dengan halus.
Menit selanjutnya berlalu dengan Esther bercerita tentang harinya, bak bertemu dengan teman lama yang sangat akrab. Seakan Taehyung benar-benar ada disana. Bahkan Jungkook mendengarkan dengan seksama, tak terasa ikut tersenyum sambil mendengarkan anaknya berbicara.
“Aku rasa bila nanti kita punya anak, dia pasti berisik kayak kamu.”
‘ku? Aku gak berisik.”
‘Kamu berisik, tapi aku suka.’
Ya, Taehyung sangat berisik. Lebih berisik dari siapapun yang Jungkook temui tapi dia suka itu. Keberisikan Taehyung membuat hari Jungkook jauh dari kata sepi, bahkan Jungkook lebih suka Taehyung berisik. Mengomentari setiap tingkah lakunya bahkan pakaian yang dia gunakan.
Bodohnya Jungkook melepaskan orang yang benar-benar mencintainya demi kesejahteraan pekerjaan.
Jungkook memang tidak pernah kesulitan finansial setelah menikah, namun Alpha-nya menolak dengan tegas. Dia jatuh cinta dengan sosok rembulan dalam diri Taehyung dan selalu menolak untuk menandai Omega yang Jungkook nikahi. Hatinya benar-benar kesulitan bahkan saat berhubungan, Siluet wajah Taehyung melintas di matanya.
“Ayah, umm.. Pap- uhh.. Tuan Jungkook ada disini. Dia uhh..” Esther sepertinya ragu untuk melanjutkan perkataannya.
Jungkook berdehem lalu menggenggam tangan putrinya yang dibalut sarung tangan rajut berwarna jingga.
“Kim Taehyung, aku pulang. Maaf aku terlambat.”
****
“Kookie? Aku takut.”
“Jangan takut, kita pasti akan menikah.”
“Tapi keluarga kamu? Aku yakin mereka pasti nolak aku. Aku cuman yatim piatu yang tidak bersekolah.”
“Aku janji, apapun yang terjadi aku pasti milih kamu. Aku pasti bertanggung jawab, tanda mating kita ini jadi penanda janji aku oke?”
Jungkook memejamkan matanya dibawah guyuran shower dingin.
“Kamu pulang kan?”
“Aku cuman pergi sebentar.”
“Harus pulang, a-aku gak mau jauh dari kamu.”
“Aku juga, aku cinta kamu.”
Tembok kokoh itu Jungkook tinju hingga retak, jantungnya berdetak dengan kencang bagaikan sebuah genderang perang pembawa berita kekalahan. Lolonga Alpha nya terdengar memekakan telinga, bahkan sosok hitam itu hanya diam di sudut ruangan tanpa ingin berkata-kata. Dia menyalahkan Jungkook atas kepergian rembulannya sebelum bisa dia rengkuh.
Jungkook akui, dia hanya mengumbar janji. Membiarkan sosok polos itu terlena, menunggu janji yang tak terpenuhi hingga meregang nyawa. Ini salahnya, selama lebih dari 20 tahun Jungkook bahkan tak melirik masa lalunya. Dia seakan lupa, atau memang dia menjadi pengecut sialan yang tak bisa mengambil keputusan.
Setelah membersihkan tubuh menggunakan air dingin, Jungkook berjalan keluar dengan rambut basah menuju Esther yang sedang menyiapkan makan malam. Meski masih ada rasa kesal, namun Esther tidak sepenuhnya membenci Jungkook, walau bagaimanapun Jungkook itu orang tuanya dan Taehyung selalu mengajarkannya untuk selalu berbesar hati dan memaafkan siapa saja.
Maaf memang tak menyembuhkan luka, namun setidaknya rasa ikhlas yang tercipta membuat hidup tenang.
“Kenapa mandi pake air dingin?” Tanya Esther.
Jungkook meliriknya, bagaimana dia tahu?
“Wajah kamu merah, kamu flu?”
Jungkook menghela nafas dan suara itu terdengar. Suara ingus yang menjijikan.
“Aku sudah buat sup, makan trus istirahat ya?”
Kembali Jungkook hanya bisa diam, Esther menyeduh kopi lalu menyimpannya di sebelah Jungkook. Asap kopi yang mengepul itu mengingatkannya kepada Taehyung. Bahkan sup yang ada di depannya juga, ah semua yang ada disini memang mengingatkannya pada Taehyung.
Mereka makan dalam diam, terasa sangat canggung bahkan Jungkook seakan kesulitan untuk menelan kentangnya. Dia mengutuk dirinya untuk itu.
“Uhh Esther? B-bagaimana kehidupan kamu?”
Esther menatapnya sejenak kemudian melanjutkan menyantap masakannya.
“Sangat baik.”
Ya, memang itu yang terlihat. Esther sangat mandiri dan itu berkat didikan Taehyung. Harusnya Jungkook malu karena tanpanya, Esther bisa hidup dengan bahagia.
“A-ah syukurlah.”
Kembali awkward.
Esther meraih gelas yang ada disampingnya lalu meminum air yang ada di dalamnya.
“Kalo kamu bermaksud bertanya mengenai kehidupanku setelah ayah meninggal dan berfikir aku akan kacau, ya itu memang benar. Aku kacau, aku hanya memiliki ayah selama 5 tahun. Cinta pertamaku dan satu-satunya cinta yang aku miliki. Ditinggal ayah seperti ditinggalkan oleh dunia. Aku sebatang kara, tanpa keluarga yang membantuku bangkit. Aku hanya anak kecil yang tidak mengetahui dunia saat itu. Sampai akhirnya aku dimaksukan kedalam panti asuhan, tidur berdempetan di kasur lusuh kecil dengan anak yatim piatu lainnya. Makan dari belas kasihan orang bahkan tidak pernah mendapatkan baju baru.”
Esther menatap wajah Jungkook.
“Sampai umurku 10 tahun, miss geum mengadopsiku. Lebih tepatnya memintaku bekerja di Cafenya dan sebagai bayaran, aku mendapatkan rumah untuk tinggal. Setiap hari sepulang sekolah aku bekerja hingga larut malam, tak ada yang menanyakan bagaimana kabarku bahkan aku merasa dunia tidak adil. Aku sendirian di dunia yang luas ini. Tanpa aku tahu ada kamu, Papaku yang kaya raya dan hidup berkecukupan di rumah mewah. Aku tidak mengenal kamu, kamu juga tidak tahu aku hidup.”
Jungkook mengeratkan tangannya menahan rasa bersalah.
“Sampai akhirnya aku tahu kamu, setelah menemukan buki diary Ayah. Kamu, papaku yang membuat luka besar untuk Papaku. Yang membuatnya tidak hidup panjang.”
‘Kamu membunuh, Luna.’
Jungkook duduk tegak lalu berkata lantang.
“Esther, aku bersumpah, aku mencintai ayahmu.”
Air muka Esther berubah drastis, mata yang tadinya tenang berganti ngeri sarat akan kekecewaan.
“Ya, ayah memang layak dicintai. Dia orang yang sangat layak dicintai tanpa luka dan pengkhianatan.”
Itu menjadi tamparan keras bagi Jungkook, dia sadar selama ini dia hanya memupuk ego-nya. Dia sadar bahwa yang dia kejar selama ini adalah sesuatu yang membawanya pada jurang kehancuran. Bahagia itu sederhana dan Jungkook mencampakkan itu. Membuang Taehyung sama dengan membuang orang yang tulus padanya.
Selama ini, jungkook memang hidup berkecukupan, memiliki jabatan tinggi dan uang yang banyak lantas apa yang dia hasilkan dari semua itu? Kebahagiaan sesaat dengan penyesalan yang mencekik lehernya setiap kali wajah terkasihnya muncul. Jungkook bahkan tidak ingat kapan terakhir Innerwolf-nya tersenyum ramah?
Dia meraih semua itu dengan mengorbankan seseorang, memberinya luka sampai akhir hidupnya.
Jungkook tak sanggup membuka mulutnya, bahkan saat Esther memutuskan untuk berjalan pergi tanpa menyelesaikan makannya. Setitik air mata turun dari pelupuk matanya, penyesalan kembali menggumpal.
‘Jungkookie.. Jangan hidup dalam penyesalan, sayangku.’
****
“Kamu mau jadi pacarku, Taehyung?”
“Eh?”
Semburat merah terlihat jelas dari pipi mulus Taehyung. Wajahnya yang memerah bermandikan cahaya bulan saat mereka berdua sedang duduk berdampingan di atas kursi taman dekat apartement Jungkook.
“Kamu percaya pada cinta pada pandangan pertama?”
Taehyung tersenyum simpul.
“Aku percaya cinta sejati. Cinta murni tanpa menuntut balas. Mencintai hanya untuk membuat orang itu bahagia meski harus berkorban.”
Mendengar penuturan Taehyung, Jungkook melingkarkan tangan kekarnya di sekeliling pinggang Taehyung lalu mengecup pelan tanda omega di lehernya. Pendaran tanda itu sangat cantik, terangsang sentuhan.
“Bolehkan aku jadi Cinta Sejati kamu?”
Jungkook berkata penuh keyakinan, Taehyung hanya tertawa kecil sambil mengangguk. Mereka berciuman di bawa sinar rembulan, suasana yang sangat indah dan penuh perasaan.
Dan itulah yang menjadi awal kisah ini. Taehyung telah mengabulkan permintaan Jungkook untuk menjadikannya sebagai cinta sejati. Dia rela berkorban demi kebahagiaan Jungkook, bergeser untuk hidup dalam kegelapan dan berbaur hingga hilang. Bahkan sampai akhir hayatnya, dia masih memegang teguh janjinya.
Wajah tirus dengan mata cekung itu menatap lurus atap rumahnya yang berlubang, bibir pucat Taehyung terbuka perlahan seiring dengan senggalan nafas sesak.
“..cintaku, Jeon Jungkook..”
Taehyung meninggal dalam kesakitannya, pengkhianatan yang berujung luka besar menganga tanpa bisa diobati.
Namun, adakah Jungkook peduli?
[Fin]
dear taehyung…. you’re the selfless one 🥺 sayang mu begitu suci hingga terlihat tidak mungkin sampai sulit untuk di mengerti dan di pahami… rasanya kaya… ayah ga sempat membenci, jd esther saja yg marah dan benci karena esther punya hak untuk itu… tp Ayah pasti tak pernah sekalipun mikir spt itu… kalo ayah punya esther… esther tidak punya siapapun lagi karena ayah sudah tidak ada… tapiii esther pun ga bisa menyalahkan cinta ayah… aku cuma bisa, ada ya cinta spt punya ayah…. 😭😭😭