Tidak pernah terfikirkan oleh Taehyung kalau dia akan melewati setiap lorong panjang ini. Langkah kakinya terasa berat untuk melangkah menuju kamar rawat inap yang dia tanyakan pada resepsionis rumah sakit ini. Dan saat sampai di tempat tujuannya, dia bertemu dengan pria yang menjadi atasan Seokjin. Jeon Jungkook menatapnya dengan raut wajah galak seolah ingin memakannya hidup-hidup. Niat hati ingin menyapa namun malah pukulan tangan pria bertatto itu mengenai wajahnya. Taehyung meraba ujung bibirnya yang langsung terasa perih. Sedikit darah tercetak di tangannya sendiri. Taehyung tidak membalas, karena dia merasa kalau dia memang pantas untuk mendapat pukulan itu.
“Berengsek, baru sekarang Lo datang. Gue heran, bagaimana Jin bisa cinta mati sama laki-laki kayak Lo.” kata-kata Jungkook membuatnya tersinggung, namun Taehyung hanya diam saja. Dipikirannya saat ini hanya Seokjin.
“Seokjin gimana?” Taehyung bertanya dengan suara pelan.
Jungkook terkekeh, “Lihat aja sendiri! Sial!” Jungkook pergi begitu saja dengan masih membawa rasa kesal dan amarah.
Dengan kepergian Jungkook, Taehyung mengumpulkan keberanian untuk melihat kondisi Seokjin. Tangannya sedikit tremor saat membuka pintu kamar tempat Seokjin di rawat. Begitu memasuki ruangan tersebut, dua lutut Taehyung bergetar. Dia terjatuh berlutut, kakinya tidak mampu menopang tubuhnya.
“Ohh…Seokjin…”
Matanya berair melihat pria yang dia cintai terbaring diam dan terpejam. Satu kaki dan tangan Seokjin terbalut perban putih. Bahkan kakinya disangga bantal agar lebih nyaman. Satu tangan yang tidak diperban, terpasang selang infus. Hidung bangirnya terhubung selang oksigen untuk membantu pernafasan. Suara mesin yang menandakan kehidupan Seokjin terdengar menyakitkan bagi Taehyung.
Dengan susah payah Taehyung bangkit dan mendekati tubuh tak berdaya itu. Taehyung bisa melihat, dahi Seokjin juga ada luka yang ditutupi perban. Ada beberapa lecet-lecet di sana-sini memenuhi tubuh kesayangannya.
Taehyung meraba tangan berinfus Seokjin. Tak ada kata yang terucap karena suaranya tersendat oleh tangisnya. Taehyung sungguh sangat menyesal. Kalau bisa dia ingin sekali menggantikan posisi Seokjin saat ini. Biarkan saja dia yang merasakan kesakitan ini.
Pintu kamar Seokjin terbuka, Jung Hoseok masuk dengan membawa katung plastik hitam.
“Halo Taehyung, apa kabar?” Senyum merekah Hoseok menyambut Taehyung.
Taehyung menyeka air mata dengan tangan. Menyambut Hoseok. Suami dari kakak Seokjin itu duduk di sofa.
“Sepertinya Jungkook benar-benar memikul mu dengan keras.”
Taehyung hanya tersenyum canggung. Bagaimanapun juga, Hoseok masih menjadi klien Taehyung. Dia merasa bersalah jika perbuatannya mempengaruhi pekerjaan antara mereka.
“Hyung, bagaimana keadaan Seokjin?”
“Seperti yang kamu lihat. Seokjin mengalami patah tulang di kaki dan tangan. Akibat benturan keras di dadanya, menyebabkan hemothorax. Untung cidera di kepalanya tidak terlalu parah. Setelah operasi, Jin sudah melewati masa kritis. Dia koma selama empat hari. Tapi untunglah, hari berikutnya dia membuka matanya.”
Begitulah jelas Hoseok dengan detail kondisi Seokjin sekarang ini. Tubuh Taehyung kembali melemas. Dipandangnya Seokjin dengan mata berkaca. Tidak terbayangkan bagaimana rasa sakit yang dialami Seokjin-nya.
Tiba-tiba Seokjin membuka matanya karena merasakan sentuhan ditangan. Meskipun masih terasa berat untuk membuka mata akibat efek obat tidurnya. Seokjin tetap membuka mata, ingin tahu suara yang familiar terdengar di telinganya.
“Jin? Hei…”
“Taehyung? Kamu di sini?”
Seokjin masih belum bisa bergerak dengan bebas. Dia hanya menoleh kearah Taehyung.
“Iya, aku di sini.”
Senyum Seokjin mengembang untuk pertama kalinya sejak dia bangun dari koma. Hatinya menghangat dengan kehadiran Taehyung di sana.
“Aku keluar mencari Jungkook dulu. Kalian berdua bisa bicara dengan santai.”
Hoseok sengaja memberi ruang pada keduanya.
“Terimakasih Hyung.”
Perhatian Taehyung kembali kepada Seokjin yang masih betah menatapnya.
“Kenapa melihatku seperti itu?”
“Wajahmu kenapa?” tangan Seokjin menyentuh luka kecil hasil bogeman Jungkook. “Sakit ya?”
“Aku tidak apa-apa. Kamu pasti lebih sakit. Mana saja yang sakit?”
“Kakiku. Tanganku juga.” Seokjin menjawab dengan suara lucunya.
Dalam hati Taehyung mengumpat, bagaimana bisa di saat sakit seperti ini Seokjin bisa bertingkah selucu ini.
“Aku janji akan merawatmu sampai sembuh.”
Mendengar kalimat dari Taehyung, Seokjin memalingkan wajahnya.
“Hei kenapa? Apa aku salah bicara?”
“Jangan mengucapkan janji jika tidak bisa kamu tepati, Tae.”
“Aku tidak akan ingkar. Aku akan benar-benar merawatmu.”
“Aku tidak mau mengganggu pernikahanmu.”
Taehyung tersenyum, sekarang dia paham kemana arah pembicaraan Seokjin.
“Jin…Aku tidak akan menikah. Tidak akan pernah kecuali dengan dirimu.”
Cepat-cepat Seokjin kembali melihat Taehyung. “Ma-maksudnya?”
Dengan usapan lembut pada jari-jemari Seokjin, Taehyung menjelaskan semuanya. Tentang perasaannya yang tidak bisa kelain hati. Karena hati dan pikirannya sudah menjadi milik Seokjin. Kebahagiaannya bisa terwujud jika bersama Seokjin. Bukan orang lain.
“Perasaan cintaku kepada Jenifer sudah lama mati. Aku menyayanginya dan putrinya, seperti keluargaku sendiri. Seokjin, kau boleh memakiku atau mengataiku sebagai pria tidak tahu diri dan egois. Namun, aku tidak mau berpisah denganmu lagi. Kumohon maafkan aku.”
“Tae…aku…juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintaimu…sangat…”
“Begitupun aku, Seokjin.”
Taehyung memeluk tubuh Seokjin yang terbaring di tempat tidur. Menumpahkan segala rasa haru, rindu dan lega. Kenyataannya cinta mereka lebih kuat dari apapun. Karena takdir mereka memang untuk bersama.
Berbeda dengan seseorang kini hanya mengintip lewat celah pintu. Melihat sepasang kekasih yang saling mencintai. Dan dia sadar bahwa kehadirannya tidak akan bisa memisahkan mereka. Jeon Jungkook meremat kedua tangannya kuat-kuat. Lalu pergi dari sana, mengurungkan niat untuk memasuki kamar Seokjin.
*TBC*