“Selayaknya Yin & Yang, aku membutuhkanmu dalam gelapku”
“Daripada putih, aku bahkan merasa jika dirikulah gelap yang sesungguhnya”
And this is how it started..
Langit mendung ditemani dengan rintik hujan di pagi hari semakin membuat banyak orang bermalas-malasan untuk melakukan aktivitas. Namun tak jarang pula bagi segelintir orang masih dengan semangat membara untuk melakukan rutinitas pagi mereka. Seokjin termasuk dalam segelintir orang itu.
“What a lovely morning” Seokjin tersenyum memandang langit mendung di atasnya. Tangannya menengadah ke langit, guna merasakan rintik air yang turun membasahi bumi.
Seokjin suka hujan-ralat-dia cinta hujan dan langit mendung. Meski harus terkena flu atau badan menggigil karena hujan, tanah yang dilewatinya menjadi becek pun dia tak peduli. Baginya hujan dan langit mendung adalah hal baik.
Trotoar sedikit lengang karena tidak banyak pejalan kaki di waktu hujan seperti saat ini, Seokjin berjalan santai dengan payung hitam ditangan kirinya sedang tangan kanannya menenteng tas kerja. Mulut bersenandung kecil mengikuti alunan lagu yang terputar melalui earphone miliknya.
SPLASHHHH
“YAKKK!! BAJINGANNN!!!” Seokjin refleks mengumpat karena sebuah mobil yang seperti dengan sengaja mencipratkan genangan air hujan yang ada di pinggir jalan ke arahnya. Baju Seokjin total basah apalagi tas kerjanya, dia dapat merasakan darahnya yang naik hingga ke ubun-ubun seketika.
Beruntung beberapa meter di depan adalah traffic light. Mobil pelaku pencipratan air berhenti tepat ketika traffic light berubah menjadi merah. Dengan sedikit tergesa, Seokjin berlari ke arah mobil itu.
★★★
Dering ponsel berbunyi nyaring membuat si empunya segera mengangkat panggilan itu.
“Ya?”
“Hallo Boss, maaf mengganggu. Saya hanya ingin melaporkan jika Jackson sudah siuman. Dokter bilang jika ia sudah bisa diajak berkomunikasi”
“Good, aku akan segera kesana. Jaga dia baik-baik”
“Baik, boss”
Pria dengan setelan parlente itu memasukkan ponsel ke dalam saku miliknya setelah mematikan panggilan telepon. Dengan suara tegas menitahkan kepada anak buahnya untuk bergegas pergi ke rumah sakit.
Pria itu bernama Kim Namjoon. Ketua kartel mafia paling disegani seantero Korea yang berbasis di Seoul.
Hujan gerimis pagi hari mengiringi perjalanan Namjoon, ia terfokus pada layar ponselnya yang menampilkan laporan dari beberapa anak buahnya yang lain hingga Namjoon merasakan mobilnya berhenti karena traffic light yang berganti warna.
Tuk
Tuk
Tuk
Seseorang mengetuk kaca mobilnya dengan tidak sabaran membuat Namjoon harus membuka kaca jendela mobilnya.
“Ada apa?”
“ADA APA KAU BILANG!? BILANG PADA SUPIRMU UNTUK BERHATI-HATI LAIN KALI! BAJUKU JADI KOTOR GARA-GARA KALIAN!!”
Namjoon memperhatikan penampilan lelaki dihadapannya. Tubuh tinggi ramping, pipi sedikit chubby dengan kulit putih, oh bibir itu juga terlihat sangat merekah. Apakah rasanya melebihi wine ketika dihisap?
Namjoon tak memperhatikan apa yang dikatakan lelaki cantik di depannya, ia lebih senang memandang bagaimana bibir tebal itu bergerak dengan cepat. Timbul pikiran kotornya tentang, bagaimana jika bibir itu beradu dengan bibirnya? Atau bagaimana jika dirinya membungkam mulut yang sedang mengomel itu dengan ciuman basah?
“-HEY!! KAU INI DENGAR APA TIDAK!?”
“Siapa namamu?”
“Huh!? Untuk apa kau bertanya namaku?”
“Cepat katakan sebelum lampu lalu lintas berubah hijau!” Namjoon memaksa.
“Dasar orang aneh!” Bukan menyebutkan nama, lelaki cantik itu mengatainya dan segera menjauhi mobil Namjoon. Ia dapat melihatnya berjalan sedikit cepat di trotoar.
“Haahh.. akan kupastikan kita bertemu lagi, dear“
★★★
“Siapa namamu?” Pria dengan wajah arogan itu bertanya pada Seokjin. Tatapan matanya yang tajam seolah siap menguliti Seokjin hidup-hidup. Apakah dia berencana mencari tahu tentangku? Lalu membunuhku? Menjadikanku sashimi? Seokjin bergidik ngeri dengan pemikirannya sendiri.
“Dasar orang aneh!” Ia memutuskan berjalan sedikit cepat guna menghindari orang aneh itu.
Seokjin sampai di rumah sakit tempatnya bekerja, banyak perawat maupun rekan dokter lainnya yang bertanya perihal baju basahnya namun ia hanya menanggapi seadanya. Pagi harinya disambut dengan sesuatu yang tak mengenakkan, menyebalkan memang. Beruntungnya, Seokjin selalu sedia pakaian ganti yang ia simpan di lokernya. Setelah mandi lagi dan berganti pakaian, Seokjin memakai snelli dan memulai tugasnya, sebagai seorang dokter.
Seokjin memeriksa jadwalnya untuk hari ini, perhatiannya tertuju pada pasien kamar 111. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun yang menderita leukimia stadium akhir. Besok adalah operasi pencangkokan sumsum tulang belakang untuk gadis kecil itu. Operasi besok adalah pilihan terakhir setelah berbagai pengobatan yang telah ia lakukan pada anak itu. Seokjin sangat berharap Tuhan masih memberikan kesempatan untuk anak itu bertahan lebih lama lagi di dunia ini.
Tok tok
“Maaf dok, tapi anda harus segera melihat keadaan pasien kamar 112”
Seorang perawat tergesa-gesa memberitahukan hal yang tidak terduga kepada Seokjin, membuatnya bergegas menuju ke ruang rawat pasiennya.
Ia segera membuka pintu kamar rawat itu dan disambut beberapa orang berpakaian seperti bodyguard. Perawat yang bersamanya dengan sigap menyuruh orang-orang itu keluar agar memberikan tim medis space untuk melakukan pekerjaannya.
Beberapa menit berselang akhirnya kondisi pasien menjadi kembali stabil, Seokjin keluar dari ruangan itu untuk berbicara dengan wali pasien.
“Wali pasien?”
Seorang pria bermata naga berjalan maju ke hadapannya. Mata bertemu mata, wangi aroma pinus menyeruak ke dalam penciumannya membuat Seokjin sedikit tersentak.
“Kau?”/ “Hi, dear“
Seokjin berdehem sejenak untuk menetralkan nada suaranya.
“Anda wali pasien?”
“Lebih tepatnya aku adalah bosnya, dear”
“Pasien baru sadarkan diri dan masih dalam tahap pemulihan pasca operasi, saya harap anda tidak terlalu menekannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang memicu stress pada pasien”
“Bukankah ia sudah diperbolehkan diajak berkomunikasi?”
“Boleh berkomunikasi bukan berarti anda harus menekannya dengan hal-hal berat, tuan”
Seokjin menjawab lugas, sejujurnya ia tidak mau berlama-lama disini. Tatapan tajam pria di hadapannya seolah ingin mengulitinya hidup-hidup membuat Seokjin ingin segera kabur dari sana. Dari banyak tempat di kota ini, mengapa ia harus bertemu pria itu lagi disini!? Di tempat kerjanya!?
“Anda boleh kembali menemui pasien, saya permisi”
Seokjin hendak berlalu namun tangannya dicekal oleh pria itu.
“Sampai jumpa lagi, dokter Kim” ucap pria itu kemudian melepaskan cekalannya pada tangan Seokjin. Membiarkan Seokjin berlalu dari hadapannya.
Hari berganti begitupun Seokjin yang menjalani aktivitasnya seperti biasa. Ia bersyukur karena tak lagi menangani pasien kamar 112. Yang kemarin itu adalah karena hanya dirinya dokter yang available ketika pasien kamar 112 mengalami shock. Ia juga bersyukur karena sudah tak lagi berurusan dengan pria aneh itu.
Seokjin melihat ke arah jam dinding yang menempel pada dinding ruangannya. Kurang dari lima menit lagi jam kerjanya habis, ia kemudian mengemasi barangnya dan keluar dari ruangannya.
Ia berjalan menyusuri trotoar sambil memikirkan menu untuk makan malamnya kali ini. Seokjin menyeberang ketika lampu sudah berubah menjadi hijau untuk pejalan kaki. Begitu sampai di gedung apartemennya, Seokjin menyapa resepsionis yang berjaga di lobi. Ia hendak naik ke lantai tempatnya tinggal sebelum petugas resepsionis memanggilnya.
“Ada titipan untuk Seokjin-ssi” ucap si resepsionis sambil menyerahkan buket bunga mawar berwarna merah untuk Seokjin.
“Apa kau tahu siapa pengirimnya?” Seokjin tak melihat adanya kartu ucapan pada buket ini.
“Bunganya diantar oleh kurir, dia tak menyebutkan siapa pengirimnya”
“Terima kasih, tapi lebih baik jika disimpan disini saja” Seokjin tak mau menerima pemberian orang asing yang tidak diketahui sumbernya. Hidup sebatang kara didunia ini mengajarkan dirinya untuk selalu berhati-hati, meski dengan hal yang terlihat manis sekalipun.
★★★
Gemericik air kran air yang menyala mengisi keheningan apartemen Seokjin. Ia mengeringkan tangannya sebelum meletakkan gelas pada tatakan di dalam kabinet dapurnya.
Bel apartemennya berbunyi, membuat Seokjin menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat melalui intercom siapa gerangan yang bertamu malam-malam begini.
“Seokjin?” Orang diluar berbicara melalui intercom.
Ah, ternyata itu adalah Hoseok. Rekan kerjanya sekaligus dokter yang menangani pasien kamar 112. Seokjin segera membukakan pintu untuk pria itu dan mempersilahkannya untuk masuk.
Mereka berbincang di ruang tamu milik Seokjin, dengan ditemani dua kaleng minuman soda.
“Jadi begitu, sekali lagi maafkan aku membahasnya diluar jam kerja karena hal ini sangat mendadak sekali, Jin”
Seokjin mencoba mengerti akan keadaan Hoseok, rasa-rasanya baru saja ia bersyukur karena tak lagi menangani pasien kamar 112 namun sekarang ia harus kembali berurusan dengan pasien 112. Sebenarnya bukan pasien 112 yang menjadi masalah Seokjin, tetapi wali dari pasien itulah. Seokjin merasa jika pria yang menjadi wali dari pasien itu adalah orang yang berbahaya. Dan dia tidak mau mempersulit hidupnya dengan hal-hal berbahaya. Namun jika Seokjin menolak, ia merasa kasihan pada Hoseok.
Hoseok adalah dokter bedah yang menangani pasien kamar 112 namun mendadak ia dimutasi, mau tidak mau lelaki itu harus mencari dokter pengganti untuk pasiennya yang ada disini. Dan Seokjin adalah dokter bedah yang berada di satu tempat kerja yang sama dengannya, jadilah ketika Hoseok dimutasi maka Seokjin yang harus menghandle pasien yang ditangani pria itu disini.
“Baiklah, tidak apa. Berikan saja daftar riwayat kesehatan pasien padaku lewat email, aku perlu mempelajarinya”
Bersama dengan itu senyum cerah Hoseok terbit.
“Sekali lagi terima kasih banyak, Jin”
★★★
Seokjin kembali memasuki kamar 112 pagi ini, netranya menyapu ke penjuru kamar. Tidak ada pria aneh itu lagi membuat Seokjin tanpa sengaja menghela nafas lega. Dia bersama seorang perawat segera memeriksa kembali pasien dengan nama Jackson Wang itu dengan cekatan. Beruntung tuan Wang sudah dalam tahap menjalani proses pemulihan, jadilah Seokjin tak terlalu lama berada di kamar rawatnya.
“Dok, jujur saja lukanya terasa gatal. Apakah itu wajar?” Tanya Jackson aka pasien 112.
“Itu normal selama lukanya tidak bengkak dan disertai bau, rasa gatal tersebut terjadi karena adanya proses regenerasi pada kulit pada bagian dalam luka ketika memasuki tahap penyembuhan. Artinya sel-sel di area luka sedang terbentuk kembali. Nanti akan saya tambahkan resep obat untuk mengatasi gatalnya” Seokjin dengan sabar menjelaskan. Ia keluar dari kamar 112 beberapa saat kemudian.
Seokjin melihat kembali jadwalnya yang tak terlalu padat hari ini, sisa 1 jadwal operasi untuk nanti sore. Ia melihat ke arah jam di tangannya, sudah hampir memasuki waktu untuk makan siang. Seokjin kemudian melepas jas dokternya dan meletakkannya pada gantungan yang ada di ruangannya.
Memasuki kafetaria, Seokjin memilih menu makan siangnya kali ini. Seporsi bibimbap tak lupa dengan sebotol air mineral menjadi pilihan untuk mengisi perutnya siang ini. Duduk sendirian, meja paling pojok dekat dengan jendela. Seokjin menikmati makan siangnya dengan khidmat. Meski tak jarang bisik-bisik kagum para perawat terdengar di telinganya, ia tak menghiraukan itu semua.
Seokjin dikenal sebagai dokter yang ramah, hingga banyak perawat, koas maupun dokter senior yang mendekatinya. Namun Seokjin tak pernah menganggap mereka lebih dari seorang rekan kerja. Ia selalu memberi batasan yang jelas sebagai seorang rekan kerja, sebab itulah banyak yang menjadi segan dengannya.
“Sepertinya enak sekali ya?”
Seokjin hampir menyemburkan makanan dalam mulutnya ketika mendengar suara itu dengan jelas berada di dekatnya.
“Hi, dokter Kim” Seokjin tak menjawab sapaan itu, ia buru-buru membuka botol minumnya dan meneguk air untuk membantu menelan makanan yang tiba-tiba terhenti dalam kerongkongannya.
“Ada yang bisa saya bantu, tuan?” Seokjin berbicara setelah meletakkan sumpitnya.
“Namjoon” ucap pria di hadapannya.
“Maaf?”
“Namjoon. Panggil aku Namjoon” ucap pria itu menjelaskan maksudnya.
“O-oh, baiklah. Ada perlu apa Namjoon-ssi? Apakah anda ingin menanyakan perihal kondisi tuan Jackson?”
“Bisa hilangkan embel-embel ‘ssi’ itu? Telingaku sakit mendengarnya darimu”
Jujur saja sebenarnya Seokjin sangat ingin melempar pria di hadapannya ini menggunakan botol minum kalau saja dia bukan wali dari salah satu pasiennya. Sabar Seokjin, ucap Seokjin dalam hati.
“Baiklah, jadi ada perlu apa Namjoon mendatangiku? Apa anda ingin bertanya perihal kondisi tuan Jackson?”
“Begitu lebih baik. Tapi, bisa hilangkan sikap formal mu? Aku-kamu terdengar menyenangkan”
Hm, melunjak ya!?
“Maaf, tapi kita tidak sedekat itu dan anda adalah wali dari pasien saya” jawab Seokjin lugas.
“Oh, tak perlu khawatir, dear. Aku akan mendekatimu, hilangkan tembok pembatas di antara kita karena aku bukan rekan kerjamu” pria bernama Namjoon ini sama sekali tidak mau kalah. Dan lagi, darimana dia tahu jika Seokjin selalu memberikan batasan jelas pada rekan kerjanya.
Orang-orang di dalam kafetaria mulai melihat terang-terangan ke arah mereka dan Seokjin tidak suka jadi pusat perhatian seperti ini.
“Namjoon-ssi, jika tak ada hal penting yang ingin dibicarakan saya permisi” Seokjin hendak berlalu dari sana, namun segera dicegah oleh pria itu.
“Tunggu, dear.. duduklah sebentar. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu” ucapan Namjoon membuat Seokjin kembali duduk di kursinya.
“Aku ingin meminta maaf karena tak sengaja membuat bajumu kotor tempo lalu. Aku merasa sangat bersalah” tambah Namjoon kemudian. Raut bersalah tergambar jelas di wajahnya, membuat Seokjin menghela nafas.
Pria sepertinya bisa meminta maaf? Tapi tetap saja kenapa tidak dari awal dia meminta maaf! gerutu Seokjin dalam hati.
“Saya sudah maafkan soal itu, jadi anda tak perlu merasa bersalah” jawab Seokjin dengan tenang.
“Benarkah? Terima kasih, dear. Aku sangat senang sekali mendengarnya. Kalau begitu, mau kencan denganku nanti malam?”
Seokjin menggelengkan kepalanya, dia sungguh tak habis pikir dengan pria didepannya ini. Tanpa menjawab permintaan Namjoon, Seokjin segera berlalu dari sana.
Menarik, batin Namjoon. Pria itu mengambil ponselnya yang terasa bergetar dalam saku. Ia mengetikkan balasan kepada pengirim pesan dan berjalan keluar dengan sedikit terburu dari kafetaria setelahnya.
★★★
Temaram lampu dan dentuman bunyi musik yang memekakkan telinga seolah menjadi hiburan menyenangkan bagi orang-orang yang berada di dalam klub. Kepulan asap tembakau bercampur alkohol memenuhi udara dalam ruangan itu, namun semua yang ada disana sama sekali tak terganggu.
Namjoon menyalakan cerutunya, ia duduk di salah satu ruang VIP dalam klub ini bersama Taehyung. Tak lama kemudian, seorang pria bersama bodyguardnya datang tergopoh-gopoh menghampiri Namjoon.
“Tuan Namjoon, maaf telah membuat anda menunggu”ucap pria itu.
“Langsung saja” Namjoon menyahut cepat.
Pria itu menyuruh bodyguardnya untuk memberikan koper yang mereka bawa. Dengan segera ia membuka koper itu yang ternyata berisi penuh dengan ekstasi.
“Ini barang terbaru kami, cukup pesat di pasaran. Jika tuan Namjoon berkenan, saya bisa menyuruh orang-orang saya untuk meningkatkan produksinya” ucap pria pemilik klub itu bangga.
Namjoon hanya melihat barang itu, ia meletakkan cerutunya sebelum kemudian merobek satu kantong plastik berisi barang haram itu. Ia mengambil satu biji obat itu dan mengamatinya sejenak, Namjoon terkekeh kemudian.
“Barang yang bagus, V” Namjoon berucap pada Taehyung yang berdiri di sebelahnya. Taehyung yang mendengar nama ‘V’ keluar dari mulut bosnya seketika mengerti jika itu adalah perintah Namjoon untuk menghabisi lawannya.
Dengan sekejap mata, Taehyung berhasil melumpuhkan bodyguard pria itu. Membuat si pemilik klub berteriak.
“SIAL!! APA-APAAN INI!!”
Taehyung kemudian membekuk pria pemilik klub itu setelahnya. Namjoon menodongkan pistolnya pada pria itu, membuat pria pemilik klub itu mengangkat tangannya tanda menyerah.
“Katakan sejujurnya, darimana kau dapat ‘barang’ ini?”
“Shit!“umpat pria itu pelan.
“Say goodbye to the world“
“Wait, wait, wait!! Y-Yakuza, barang itu dari mereka” pria itu menjawab dengan takut.
“Kau mencurinya dan ingin menjualnya kepadaku?”
“T-tidak,tidak!! Bukan seperti itu! Aku melakukan penawaran dengan salah satu anak buah mereka”
“Siapa?”
Pria itu kembali diam, hal yang cukup memancing emosi Namjoon.
“Sampaikan salamku pada iblis di neraka”
Pria malang itu belum sempat berucap sesuatu ketika timah panas itu menembus kepalanya hingga darah mengotori meja dan sofa yang tadinya diduduki oleh Namjoon.
“Kita pergi sekarang, suruh yang lainnya untuk membuang mayat mereka di rawa seperti biasa” perintah Namjoon pada Taehyung.
★★★
Sisa hujan sore tadi membuat udara sekitar menjadi dingin. Seokjin memasukkan kedua tangannya kedalam saku mantel, ia berjalan seorang diri menyusuri trotoar yang lengang malam ini.
Tidak banyak mobil yang berlalu lalang karena hari memang sudah cukup larut. Operasi sore tadi yang membuat Seokjin pulang cukup telat malam ini. Ia bahkan belum mengisi perutnya, hanya bibimbap siang tadi yang bahkan tidak habis separuhnya. Meski begitu Seokjin bersyukur dirinya bisa melakukan pembedahan dengan lancar sore tadi.
Seperti biasa, Seokjin menyapa security dan staff resepsionis di lobby apartemen sebelum memasuki lift.
“Ah, Seokjin-ssi, ada titipan untuk anda”
Seokjin merasa dejavu, staff wanita itu kembali menyerahkan buket bunga mawar berwarna merah padanya. Sama seperti sebelumnya, Seokjin tak melihat adanya kartu ucapan.
“Simpan disini saja” ucap Seokjin dengan senyum simpul, dia berlalu masuk ke dalam lift setelahnya.
Seokjin menyamankan tubuhnya dalam bathtub yang berisi air hangat, tak lupa bath gel dengan aroma lavender favoritnya. Seokjin memejamkan matanya ketika merasakan tubuhnya yang mulai rileks, namun ia mulai bertanya-tanya siapa pengirim buket mawar itu? Sudah beberapa kali ia mendapat buket bunga dari anonim, jujur saja hal itu agak mengganggu Seokjin.
Apakah Namjoon? Wajah pria bernama Namjoon tiba-tiba merasuk dalam pikirannya. Seokjin akui Namjoon memang rupawan, layaknya seorang Alpha dominant. Siapapun akan mengakui kharisma pria itu hanya dalam sekali pandang. Pria itu berbahaya, Seokjin yakin tentang itu. Luka tembak yang didapat Jackson bukan sembarang luka, terlihat jelas jika si pelaku adalah orang yang cukup lihai bermain dengan pistol karena luka itu hampir tepat mengenai bagian vital tubuh pasiennya.
Pria bernama Namjoon ini jelas bukan sembarang orang, mungkinkah dia..? Seokjin menggelengkan kepalanya pelan. Selama ini dirinya sudah berhasil melarikan diri dari masa kelam, ia tak ingin lagi berhubungan dengan dunia kelam itu.
Namun sejauh apapun kita berlari, kita tidak pernah tahu bagaimana takdir bekerja
★★★
From : xxx
Maaf bos, tuan Seokjin kembali menolak bunganya
Namjoon mengantongi kembali ponselnya, ia memandang kerlip kota Seoul dari balkon penthouse miliknya.
Dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, tentu mudah baginya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Seokjin? Pria cantik itu terlihat seperti mudah untuk didapatkan, tapi Namjoon salah. Ia sudah menyuruh salah satu anak buahnya untuk mencari tahu semua tentang Seokjin, namun hanya sedikit yang bisa didapatkannya. Informasi seperti tempat tinggal pria cantik itu, hari ulang dan aktivitas hariannya, itu saja. Tentang asal usulnya? Namjoon sama sekali tidak mendapatkan clue untuk itu. Pria cantik itu terlalu misterius untuk Namjoon. Hal itulah yang membuat Namjoon yakin jika Seokjin hanya ditakdirkan untuknya.
“Kau milikku, dear.. akan kulakukan apapun untuk mendapatkanmu disisiku” ucap Namjoon yang terdengar bagai sumpah pada dirinya sendiri.
★★★
Namjoon kembali mengunjungi Jackson siang ini, ia ditemani salah satu orang kepercayaannya. Namun Namjoon menyuruhnya menunggu diluar kamar rawat Jackson.
“Hai, bos” sapa Jackson ketika melihat Namjoon masuk ke dalam ruang rawatnya. Namjoon hanya mengangguk mendengar sapaannya.
“Bagaimana kondisimu?” Tanya Namjoon to the point setelah menarik kursi untuk dirinya.
“Semakin membaik. Dokter bilang aku sudah diizinkan pulang besok lusa”
“Baguslah. Kuharap kau tak terlalu lama berada disini” ucap Namjoon.
Jackson yang mendengarnya seketika merasa terharu, bosnya ini tsundere sekali.
“Terimakasih Nam, tidak kusangka kau perhatian sekali”
“Siapa bilang aku perhatian? Biaya rumah sakit ini cukup mahal”
Ucapan Namjoon membuat Jackson tidak jadi terharu. Bos sekaligus sahabatnya ini benar-benar kejam sekali.
“Sialan kau”
“Mau kulubangi kepalamu?”
“Astaga, maaf bos aku hanya bercanda, kau ini”
Meski Namjoon sahabatnya, namun pria itu tetaplah atasan Jackson. Mereka bisa berbicara santai seperti ini jika hanya berdua, karena di depan anak buah Namjoon yang lain Jackson harus bersikap profesional.
Mereka berbincang tentang kemungkinan orang yang menyerang Jackson. Karena dapat dipastikan orang itu bukan sembarang orang.
“Jack, kau merasa sudah cukup kuat untuk memukul orang?” Pertanyaan Namjoon membuat Jackson mengernyit.
“Aku bahkan bisa mematahkan tulangmu saat ini, bos”
Namjoon mendekat ke arah Jackson, sesuatu yang membuat sahabatnya itu semakin mengernyitkan dahi.
“Pukul aku sekarang”
“Untuk apa?” Ucap Jackson kebingungan. Bosnya ini sangat aneh, jika Jackson memukulnya tidak ada jaminan kalau Namjoon tak akan menghajarnya balik.
“Pukul saja! Cepat!” Namjoon sudah mendekatkan wajahnya ke arah Jackson.
“TIDAK! Aku tidak mau!” Jackson menolak dengan ribut, tak menghiraukan nyeri bekas operasi pada dadanya.
“Haish! Tenanglah! Kalau kau tidak mau, terpaksa aku harus melakukan ini”
“Huh?”
Namjoon tiba-tiba memecahkan vas bunga yang ada di kamar itu membuat Jackson dan anak buahnya yang berada diluar terkejut.
“Bos!? Anda baik-baik saja!?” Tanya anak buah Namjoon yang langsung masuk karena mendengar suara barang jatuh.
“Oh, tenanglah Taehyung. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku hanya ingin mempunyai alasan untuk bertemu seseorang”
Dan apa yang dilakukan Namjoon berikutnya benar-benar membuat kedua anak buahnya kompak menjatuhkan rahang.
★★★
Seokjin mengunyah makan siangnya dengan tenang sambil netranya sibuk membaca artikel berita pada ponselnya. Hari ini Seokjin membawa bento, ia memasak bekal makan siangnya sendiri sehingga tak perlu pergi ke kafetaria untuk mengisi perut.
Baru beberapa suap, Seokjin mendengar pintu ruangannya diketuk. Ia bergegas menutup kembali kotak bentonya sebelum membuka pintu. Ia sedikit terkejut ketika lagi-lagi melihat orang yang mengganggu acara makan siangnya.
“Hi, dear.. mind to help?” ucap orang itu dengan menunjukkan tangan kanannya yang bersimbah darah.
★★★
Seokjin sungguh tak habis pikir dengan pria yang sedang ia obati tangannya saat ini. Ia sudah menyuruh pria ini untuk pergi ke UGD, namun ditolak dengan alasan yang tak masuk akal oleh Namjoon. Kau setega itu menyuruhku untuk berjalan kembali ke lantai bawah? Aku tidak menyangka, dokter bedah disini tidak ramah pasien. Oleh sebab itulah tanpa banyak kata, Seokjin menarik tubuh besar pria itu untuk masuk ke ruangannya sebelum banyak orang melihat ke arah mereka.
“Kau tidak mau bertanya luka ini karena apa?”ucap Namjoon memecah hening diantara keduanya.
“Okay, jadi aku tidak sengaja memecahkan vas bunga di kamar Jackson. Lalu daripada menunggu cleaning service untuk membereskan pecahan keramiknya, aku berinisiatif untuk membersihkannya sendiri dan yeah, pecahan keramik itu ternyata cukup tajam” dongeng Namjoon yang penuh dengan kebohongan.
“Kau terlihat sangat cantik jika sedang serius” ucap Namjoon lagi.
Seokjin dengan sengaja meneteskan alkohol pada luka Namjoon yang masih terbuka, membuat pria itu mengaduh seketika.
“Awww-sial, ini perih sekali!” Namjoon dengan ribut meniup lukanya. Demi apapun itu! Mungkin inilah definisi menabur garam di atas luka.
Seokjin yang melihat itu seketika mengulum senyum, sejujurnya ia ingin tertawa melihat wajah Namjoon saat ini. Pria yang terlihat seperti tak terkalahkan nyatanya bisa meringis sakit ketika lukanya diobati.
“Saya pikir anda tahan sakit” Seokjin berkomentar sambil tangannya cekatan membalut luka pada tangan Namjoon.
“Dear, kau kejam sekali. Cairan itu benar-benar terasa pedih. Tapi tak apa, aku senang akhirnya kau membuka suara” Namjoon berkata dengan senyum sedih yang entah mengapa bagi Seokjin lebih terlihat mirip dengan anak anjing retriever.
“Sudah selesai, anda bisa keluar sekarang. Jangan lupa untuk mengganti perbannya besok” Seokjin berucap santai dengan tangan yang cekatan membereskan peralatan medisnya. Namun Namjoon tak menyahuti kalimatnya, pria itu hanya memandang Seokjin lamat-lamat.
“Kau mau melanjutkan makan siangmu?” Namjoon bertanya karena ia melihat kotak bento di atas meja kerja Seokjin.
“Ya, anda bisa keluar sekarang” Seokjin kembali mengusir Namjoon.
“Aku belum makan siang juga, boleh aku ikut makan siang denganmu? Aku tak bisa makan dengan tangan kiri”
Permintaan Namjoon semakin menjadi, namun anehnya Seokjin seolah memiliki kesabaran yang sangat ekstra untuk itu.
“Anda punya banyak bodyguard. Mengapa tidak meminta tolong pada mereka untuk menyuapi anda?”
“Aku tidak suka disuapi oleh orang lain” jawab Namjoon cepat.
“Tapi saya juga ‘orang lain’, tuan” balas Seokjin.
“Tidak, kau adalah kekasihku. Garis bawahi itu” Namjoon berucap dengan smirk di wajahnya yang sialnya terlihat tampan dimata Seokjin.
Seokjin membuang nafas lelah. Perdebatan ini tak akan ada ujungnya jika diteruskan.
“Lalu apa mau anda?”
“Suapi aku, dear“
Mau tak mau Seokjin mengalah untuk membagi bentonya dengan Namjoon. Mereka berakhir duduk berhadapan dengan Seokjin yang menyuapi Namjoon.
“Masakanmu enak sekali, dear. Aku pasti akan berhenti makan di restoran kalau kita sudah menikah nanti”
“Memang siapa yang mau menikah dengan anda?”
“Tentu saja dirimu. Aku tidak mau orang lain, oh dear, bisa hilangkan sikap formalmu? Itu sangat menggangguku”
“Anda juga mengganggu makan siang saya, dua kali”
“Aku tidak bermaksud begitu, dear. Dirimu yang selalu menghindar dariku. Padahal aku hanya ingin makan siang romantis berdua denganmu”
“Apa kita akan terus berdebat?” Seokjin menyahut cepat, hingga membuat Namjoon menggelengkan kepala sambil berucap maaf.
Seokjin kembali menyuapi Namjoon dan dirinya sendiri hingga isi dari kotak bento itu habis tak tersisa.
★★★
Taehyung kembali memandang tuannya dari rear-view mirror. Sejak keluar dari rumah sakit siang tadi, bosnya itu penuh dengan aura kebahagiaan yang memancar silau dari tubuhnya. Taehyung dan Jackson sampai dibuat terheran dengan tingkah bosnya hari ini. Benar-benar seperti bukan Namjoon yang biasanya. Taehyung menggelengkan kepalanya pelan tak habis pikir, ia kemudian memilih untuk memendam rasa penasarannya dan fokus dengan kemudinya.
Jatuh cinta itu mengerikan rupanya, batin Taehyung.
Sedangkan Namjoon sendiri, berulang kali ia memandang perban di tangannya dengan senyum dan mata yang berbinar. Hari yang indah baginya yang sedang jatuh cinta dengan pesona seorang Kim Seokjin.
★★★
“Seokjin-ssi, ada titipan seperti biasa”
Seokjin menghentikan langkahnya yang hampir memasuki lift, ia kembali berbalik arah menuju meja resepsionis. Salah satu staff resepsionis menyerahkan buket bunga mawar merah, namun kali ini terdapat kartu ucapan yang terselip di antara bunga segar itu.
Bunga ini aman, kuharap kau menyukainya ♥
NJ
Seokjin mengucapkan terima kasih kepada staff itu, kemudian kembali berjalan memasuki lift. Kali ini, Seokjin tidak lagi meninggalkan buket bunga itu di meja resepsionis. Ia membawa buket bunga itu masuk ke dalam unitnya dan menyimpannya ke dalam vas yang kosong di ruang tamu.
Seokjin segera membersihkan diri dan berganti pakaian, ia masuk ke dalam dapur setelahnya untuk membuat makan malam. Seporsi menu makan malam sederhana yang ia nikmati sambil menonton TV. Ditengah-tengah kunyahannya, matanya memandang buket bunga pemberian Namjoon.
“Namjoon, apa aku harus memberimu kesempatan?” Tanya Seokjin yang lebih ditujukan pada dirinya sendiri.
★★★
Di sebuah gedung tua yang terlihat reyot dari luar, beberapa orang bersetelan rapi sedang melakukan transaksi di dalamnya.
“Tak kusangka tuan Namjoon sendiri yang datang kesini, aku sangat tersanjung” ucap pria dengan tubuh tambun didepannya. Namjoon dapat menebak pria itu berusia sekitar kepala empat.
“Tuan Lee, senang bertemu dengan anda”ucap Namjoon tenang.
“Jadi, bisa langsung kita mulai bisnis ini?” Ucap tuan Lee yang dijawab anggukan oleh Namjoon.
“Ini barang yang baru saja kami dapatkan. Dengan peluru kaliber, damage yang dihasilkan cukup parah”
Namjoon melihat pistol itu dengan seksama. Ia jelas tahu siapa yang memperdagangkan pistol jenis itu, namun ia hanya diam.
“Darimana anda bisa mendapatkan barang bagus seperti ini?”
“Oh, kalau itu aku tak bisa menjawabnya, anak muda”
Namjoon mendengus, ia menyuruh anak buahnya untuk membuka koper berisikan dollar.
“Bagaimana, tuan Lee?” Namjoon dapat melihat binar di mata pria yang haus akan uang itu.
“Siapa yang menjual senjata ini pada anda?” Imbuh Namjoon.
“Aku tetap tak bisa menyebutkannya”
“Baiklah, sepertinya ini akan sedikit sulit. V!!” ucap Namjoon yang hanya dimengerti oleh anak buahnya. Taehyung beserta anak buah Namjoon yang lain segera menyerang Tuan Lee beserta orang-orangnya.
Bunyi gemeretak pukulan disertai tulang yang patah meramaikan suasana ruangan itu. Tuan Lee berniat kabur dengan membawa koper berisi uang tunai milik Namjoon, namun berhasil dihadang oleh Namjoon ketika pria itu hendak keluar dari gedung.
“Mau kemana, tuan?” Ucap Namjoon. Tuan Lee menyerang Namjoon dengan pisau lipat yang dibawanya. Namjoon menghindar dengan gesit, namun sayangnya pisau tajam itu berhasil melukai perutnya hingga darah merembes dari balik kemeja miliknya.
Tuan Lee tertawa karena bisa melukai Namjoon, dirinya merasa menang. Tanpa ia sadari Namjoon bergerak maju ke arahnya.
“Senang berbisnis dengan anda, tuan Lee” kemudian yang terdengar setelahnya adalah bunyi letupan senjata api milik Namjoon.
“Bos!! Anda terluka!!” Ucap Taehyung ketika melihat darah yang merembes keluar dari kemeja Namjoon.
“Aku tak apa. Amankan barangnya akar dan hancurkan gedung ini! V, Berikan kunci mobil padaku”
“Anda mau kemana, bos?” Tanya Taehyung seraya menyerahkan kunci mobil pada Namjoon.
“Bertemu malaikatku”
★★★
Bunyi bel apartemennya membuat Seokjin mau tak mau harus kembali membuka mata. Ia melihat jam digital di nakasnya yang menunjukkan pukul satu malam. Siapa orang gila yang bertamu di jam seperti ini!? Awas saja kalau tidak penting!Umpatnya dalam hati.
Dengan setengah mengantuk, Seokjin melihat ke arah intercom. Melihat siapa yang bertamu larut malam begini membuat rasa kantuknya menguap begitu saja.
“Namjoon-ssi?” Ucap Seokjin setelah membuka pintu.
“Hi, dear” ucap Namjoon dengan satu tangan yang menahan darah agar berhenti keluar. Seokjin terkejut melihat bagaimana setelan pria itu yang dipenuhi darah. Ia segera menuntun Namjoon masuk ke dalam unitnya.
★★★
Namjoon mengernyit ketika Seokjin menyuntikkan anestesi padanya. Dengan telaten Seokjin menjahit luka sayatan yang menganga cukup lebar di perut Namjoon. Beruntung lukanya tak terlalu dalam.
“Beberapa hari yang lalu tangan dan sekarang perut, besok apalagi?”
Namjoon terkekeh mendengar kalimat Seokjin.
“Aku senang melihatmu mengkhawatirkanku. Tapi kau tenang saja, dear. Aku akan lebih berhati-hati agar tidak terluka”
“Siapa yang khawatir padamu? Rumah sakit buka 24jam tapi kau malah datang kesini” Seokjin tanpa sadar menghilangkan sikap formal yang selalu ia gunakan ketika bersama Namjoon. Dan hal itu membuat Namjoon mengulum senyumnya.
“Karena hanya tanganmu yang bisa mengobatiku dengan baik, dear“
Seokjin mendengus mendengar itu. Dasar perayu ulung, batinnya. Seokjin menutup jahitannya menggunakan perban. Berada sedekat ini dengan pria itu, Seokjin dapat mencium aroma parfum Namjoon. Wangi pinus yang bercampur sedikit aroma tembakau.
“Kau merokok?” Tanya Seokjin.
“Hanya jika sedang ingin, dear. Apa kau akan memintaku untuk berhenti merokok? Oh, dengan senang hati akan kulakukan”
Seokjin menggelengkan kepalanya pelan mendengar kalimat panjang Namjoon.
“Apa kau akan mengusirku setelah ini?” Namjoon bertanya setelah Seokjin selesai mengobati lukanya.
“Kau berharap aku mengusirmu?” Seokjin balik bertanya tanpa melihat Namjoon. Tangannya cekatan membereskan baskom bekas membasuh luka Namjoon.
Namjoon memperhatikan Seokjin yang bergerak masuk ke arah dapur, netranya menjelajahi keseluruhan ruang tamu milik sang pujaan hati. Apartemen milik Seokjin cukup luas dan tertata dengan rapi. Pengharum ruangan beraroma lavender yang menguar lembut membuat siapapun akan betah berlama-lama disini.
Seokjin keluar dengan membawa sebotol wine beserta gelasnya. Ia meletakkan gelas dan botol anggurnya di atas meja lalu mengambil tempat untuk duduk di atas sofa yang sama dengan Namjoon. Seokjin membuka botol wine dan menuangkan isinya ke masing-masing gelas.
“Kuharap kau tidak keberatan untuk sesi interview singkat” ucap Seokjin seraya memberikan gelas pada Namjoon.
“Kita bisa berbincang sampai pagi, dear“
Mereka bersulang sejenak sebelum menyesap isi dalam gelas masing-masing.
“So, Namjoon.. you sent me roses, knowing all my daily activities, even my unit! What was that for?”
“For sure to make you mine. Aku tidak akan menjanjikan hal-hal manis kepadamu, namun aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kebahagiaanmu”
“Namjoon, kau tampan dan kaya. Hanya dengan menjentikkan jari, kau bisa dapatkan wanita atau pria manapun. Tapi kau? Bersusah payah mendekatiku. Apa kau hanya ingin bermain?”
“Seokjin, aku memang bajingan. Tapi untuk urusan hati, aku tidak pernah main-main”
“Why me?”
Mendengar pertanyaan itu, Namjoon bergerak mendekatkan tubuhnya. Ia membawa tangannya untuk menyisipkan anak rambut Seokjin yang sedikit menjuntai ke belakang telinga. Hal itu membuat Seokjin sedikit terpaku pada wajah Namjoon yang ternyata berkali lipat lebih tampan dengan senyum dimplenya.
“Sedari awal pertemuan kita, aku merasa yakin jika dirimu adalah takdirku. Diriku yang bisa dengan mudahnya menghilangkan nyawa bersanding dengan dirimu yang bekerja untuk menyelamatkan nyawa. Kegelapan adalah tempat dimana aku hidup selama ini. Maka selayaknya Yin dan Yang, aku membutuhkanmu dalam gelapku”
“Namjoon.. bagaimana.. bagaimana jika diriku bukan putih seperti yang kau kira? Daripada putih, aku bahkan merasa jika dirikulah gelap yang sesungguhnya”
“Seokjin, bahkan jika dirimu adalah iblis.. dengan sukarela aku akan menyerahkan seluruh jiwaku. You don’t know how hard i fall for you..“
Seokjin mencoba mencari kebohongan di mata tajam itu, namun hanya ketulusan yang ia dapati.
“Namjoon.. ini terlalu mendadak bagiku, beri aku waktu untuk mencerna semuanya”
Namjoon mengangguk menyetujui permintaan Seokjin. Ia tahu benar jika semuanya memang terlalu tiba-tiba untuk mereka. Tidak ada yang tahu kapan dan dimana Eros akan mengerjakan tugasnya. Manusia hanya bisa merasakan efek samping panah Eros, tanpa tahu bagaimana cara mencegahnya.
“Sudah hampir pagi, tidurlah lagi. Maafkan aku karena lagi-lagi mengganggu waktu istirahatmu. Aku akan pulang” Namjoon mengusap rambut legam Seokjin.
“Tidurlah disini, kita sarapan bersama nanti”
Harum wangi masakan menusuk kedalam hidung Namjoon yang tertidur di sofa milik Seokjin. Ia mengerjapkan matanya perlahan, guna menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke retina matanya.
“Selamat pagi, pemalas. Cuci wajahmu dan kita sarapan bersama” Seokjin berkata sambil berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Namjoon mengerang merasakan nyeri yang mendera perutnya. Efek anestesi itu sudah hilang rupanya. Ia berdiam sejenak untuk menetralkan rasa nyeri itu.
Namjoon kemudian melihat Seokjin yang keluar dari kamarnya dengan pakaian santai.
“Kau libur hari ini?” Tanya Namjoon.
“Ya, sini aku bantu berdiri” Seokjin memapah Namjoon untuk berjalan ke wastafel dapur dan membiarkan pria itu membasuh wajahnya.
“Terima kasih, dear. Astaga, aku jadi terlihat lemah di depanmu” ucap Namjoon setelah menarik kursi meja makan.
Seokjin merotasikan bola matanya mendengar kalimat itu.
“Ya, tidak ada gangster sepertimu”
Namjoon terkekeh mendengarnya, sebenarnya luka sayat kemarin hanya sedikit nyeri saja. Percayalah, mafia sepertinya pernah mendapat yang lebih parah dari ini. Sedari kecil ia seolah sudah bersahabat dengan luka. Namun di depan pujaan hatinya, ia bersikap lemah karena ingin diperhatikan oleh Seokjin. Meski dengan sikap ketusnya, namun Namjoon yakin jika Seokjin adalah orang yang lembut.
Mereka sarapan bersama dengan tenang, Namjoon memuji betapa lezatnya masakan Seokjin. Membuat pipi Seokjin dijalari rona merah dengan kurang ajarnya.
Tanpa Seokjin sadari, dirinya telah membuka hati untuk Namjoon. Perbincangan akrab mengalir di antara keduanya, serta sikapnya yang melunak pada pria itu. Seokjin bahkan sesekali tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan oleh Namjoon. Senyum dan tawa yang indah menurut Namjoon.
Namjoon merasa jika ini adalah pagi terbaik dalam hidupnya.
“Tetaplah tersenyum seperti itu, dear. Kecantikanmu bertambah ribuan kali lipat saat kau tersenyum” Namjoon menatap Seokjin dalam, membuat pujaan hatinya salah tingkah.
Namjoon berpamitan pulang setelah mendapat notifikasi pesan dari Taehyung. Namjoon menghubungi Taehyung dalam perjalanan pulang.
“Siapkan pesawat, kita pergi ke Jepang setelah ini” ucap Namjoon sesaat setelah Taehyung mengangkat panggilannya.
★★★
Namjoon mendarat di negeri Sakura ketika hari menjelang sore. Ia menyuruh Taehyung untuk berjaga di villa miliknya meski sebelumnya ditolak oleh anak buahnya itu. Taehyung sangat ingin pergi menemani Namjoon, entah mengapa ia merasakan firasat tidak baik hari ini.
Tanpa ditemani pengawal, Namjoon pergi menuju tempat tinggal petinggi Yakuza. Mobil Namjoon dicegat oleh beberapa orang yang berjaga di depan gerbang pintu masuk menuju kediaman pimpinan mereka.
(tulisan miring = berbicara dalam bahasa Jepang)
“Ada keperluan apa anda datang kesini?” salah satu penjaga bertanya kepada Namjoon.
“Aku ingin bertemu dengan tuan Akio” Namjoon menjawab dengan bahasa Jepang yang fasih.
“Tuan besar tidak bisa diganggu jika tidak ada janji temu sebelumnya”
“Katakan pada beliau, Kim Namjoon menemukan barang miliknya yang telah dicuri” ucapan itu membuat penjaga yang tadinya ingin membantah, segera membukakan pintu gerbang untuk mobil Namjoon.
Mobil Namjoon berhenti di pelataran asri dengan banyak pohon disekitarnya. Ia masuk ke dalam kediaman tuan Akio setelah dipersilahkan oleh salah satu orang Yakuza disana.
“Tuan sedang di kuil saat ini, namun akan segera kembali. Anda bisa menunggu beliau disini” ucap salah satu anak buah tuan Akio.
Namjoon duduk di atas tatami yang ada di ruangan itu. Jujur saja, ini adalah kali pertama dirinya masuk ke dalam kediaman Yakuza. Mereka pernah berbisnis dulu, dulu sekali. Namun itu dilakukan di luar, bukan disini.
Suara *shoji yang digeser dari luar membuat Namjoon menolehkan kepalanya. Terlihat orang yang tadi mengantarnya kesini memberitahu jika Namjoon diminta menemui tuan Akio di ruang kerjanya.
Namjoon diantar menuju ke ruang kerja milik petinggi Yakuza itu. Pintu kayu di buka setelah sebelumnya mendapat izin untuk masuk. Penjaga tadi meninggalkan dua petinggi klan mafia itu berdua.
“Selamat sore, anak muda. Aku tidak menyangka akan menerima kunjungan darimu” ucap tuan Akio.
Petinggi Yakuza itu berusia sekitar tujuh puluhan, namun tubuhnya masih terlihat sehat dan bugar dibalik balutan kimono yang dipakainya. Beliau menyajikan sake untuk dirinya dan Namjoon.
“Selamat sore, tuan. Ya, saya juga tidak menyangka akan berkunjung kesini secara mendadak” balas Namjoon dengan sopan. Selama ini, dirinya tak pernah mencari masalah dengan Yakuza. Mereka pernah bekerja sama meski hanya sekali, namun hubungan keduanya tidaklah buruk.
“Jadi Namjoon, ada apa kau jauh-jauh datang kemari?”
Namjoon menganggukkan kepalanya. Ia kemudian memberitahu jika ada anggota Yakuza yang membelot. Namjoon menceritakan tentang barang yang hendak dijual kepadanya.
“Aku pribadi sangat berterima kasih padamu, kurasa aku tahu siapa tikus kecil ini. Sepertinya, kehilangan satu jari masih belum cukup membuatnya berhenti” ucap tuan Akiro setelah meminum sake nya.
“Jadi, si pembelot ini sudah pernah melakukan *yubitsume? Dia melukai orang kepercayaan saya sekitar beberapa minggu lalu” Namjoon sudah tak heran mengapa tembakan orang itu meleset, kehilangan satu jari membuat genggamannya pada pistol menjadi sedikit tak stabil.
“Ya, dia bernama Kenzo. Apa yang dia lakukan?” tanya tuan Akiro.
“Dia menembak orang kepercayaan saya, beruntung tembakannya sedikit meleset” Namjoon berkata setelah meminum sake yang dihidangkan untuknya.
“Kemungkinan besar dia melakukan itu karena takut jika aksinya terbongkar. Apakah orang kepercayaanmu melihatnya melakukan transaksi?”
“Tidak, dia hanya sedang mengecek kawasan dermaga milik kami saat itu. Namun tiba-tiba orang tak dikenal menyerangnya”
“Aku sungguh berterima kasih padamu tentang ini, anak muda. Dan aku turut menyesal atas apa yang menimpa orang mu” ucap tuan Akio.
Namjoon mengangguk dan berkata jika itu sudah terjadi. Yang terpenting sekarang adalah dia bisa meluruskan sesuatu agar tak terjadi kesalahpahaman antar klan.
“Ya, kau benar. Hal seperti ini memang seharusnya tidak boleh dibiarkan. Memikirkan semua ini, rasanya aku ingin segera pensiun saja. Tapi apa daya, cucuku satu-satunya pergi meninggalkanku” tuan Akio memandang Namjoon dalam.
Namjoon tahu jika anak kandung tuan Akio sudah meninggal beberapa tahun lalu, namun ia tak tahu jika tuan Akio masih mempunyai seorang cucu.
“Apakah dia tidak mau untuk menjadi penerus anda?”
“Awalnya dia mau, namun setelah melihat kematian kedua orang tuanya. Dia memutuskan untuk memilih jalan hidupnya sendiri” Tersirat kesedihan dalam kalimat tuan Akio.
“Saya turut berduka untuk putra anda. Apakah anda tidak tahu dimana keberadaan cucu anda?”
Tuan Akio sedikit terkekeh mendengar pertanyaan Namjoon.
“Kau bercanda, nak? Meski cucuku meninggalkanku, aku tidak akan pernah berhenti untuk menyayanginya, memberikan perhatian padanya. Aku tentu tahu dimana dia tinggal, aktivitasnya. Karena dia adalah keluargaku yang tersisa satu-satunya, aku sangat menyayanginya. Oleh sebab itu Namjoon, aku minta kepadamu untuk benar-benar menjaganya” ucap tuan Akiro sambil memperlihatkan satu bingkai foto pada Namjoon, yang total membuat Namjoon seolah kehilangan kata-katanya.
Seseorang dalam foto itu adalah orang yang memasakkannya sarapan pagi tadi. Orang yang telah berhasil membuat Namjoon jatuh bertekuk lutut atas masalah perasaan. Orang itu.. adalah Kim Seokjin.
Semua terasa masuk akal bagi Namjoon sekarang. Mengapa ia kesulitan untuk mencari tahu detail tentang kehidupan Seokjin. Rupanya ini jawabannya. Sedari awal Namjoon tidak pernah salah akan insting dan hatinya. Ia merasa jika Seokjin ditakdirkan untuknya dan ya, itu memang benar.
Namjoon kembali ke Korea malam itu juga. Ia kembali melihat kotak beludru panjang dalam genggamannya yang berisi kalung leluhur milik Yakuza. Tuan Akio menitipkan ini padanya untuk diberikan pada Seokjin.
Namjoon bersama Taehyung sedang dalam perjalanan kembali ke penthousenya. Suasana jalan cukup lengang malam itu karena gerimis hujan yang mengguyur kota. Taehyung memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang.
“Tae, putar arah. Kita ke apartemen Seokjin”
Taehyung menyanggupi ucapan bosnya. Dia sudah tahu jika orang yang membuat bosnya kasmaran adalah pria cantik bernama Kim Seokjin.
Namjoon meninggalkan Taehyung yang akan menunggunya di lobi apartemen. Dia naik ke unit Seokjin sendirian.
★★★
Seokjin menghabiskan hari liburnya dengan bermalas-malasan. Hujan deras sore tadi benar-benar memberikan alasan untuknya menggulung badan diatas kasur. Akibatnya, ia susah untuk memejamkan matanya kembali malam ini. Ia berniat untuk memesan makanan di restoran cepat saji untuk teman menonton TV.
Bel apartemennya berbunyi nyaring, membuat Seokjin segera melihat siapa yang bertamu malam-malam begini.
“Hi, dear. Kuharap aku bertamu di waktu yang tepat”
“Ya, beruntung aku masih terjaga. Kalau tidak, aku akan mengusirmu” ucap Seokjin setelah Namjoon masuk ke dalam unitnya.
“Kau tidak akan melakukan itu, dear“
“Ya,ya,ya. Duduklah, Joon. Kau mau minum apa?”
“Tak perlu repot, dear. Dirimu saja cukup” ucap Namjoon yang membuat Seokjin merotasikan bola matanya.
“Ada apa, Joon? Jahitanmu terbuka? Tapi kau terlihat bugar?” Seokjin bertanya karena melihat Namjoon yang sudah sehat, padahal baru tadi pagi dia terlihat seperti kakek-kakek yang kesulitan berdiri.
“Aku akan langsung sehat dengan hanya melihatmu, dear“
“Simpan rayuanmu itu, kau sudah makan malam? Aku akan memesan pizza”
“Oh, kebetulan aku belum makan. Boleh tambahkan 2 porsi carbonara sekalian?”
“Wahh, makanmu banyak juga”
“Bukan untukku, dear. Aku mengajak Taehyung kesini, ia menunggu di lobby“
Seokjin mengangguk mendengar itu. Ia kemudian menghubungi salah satu restoran cepat saji.
Namjoon melepas mantelnya lalu kemudian meletakkannya di gantungan dekat pintu masuk. Ia menyamankan pantatnya di sofa panjang milik Seokjin.
“So, ada apa?” Seokjin bertanya setelah ikut duduk di sofa yang sama dengan Namjoon.
“Aku ingin memberimu sesuatu. Anggaplah ini kejutan, jadi tutup matamu sebentar, dear“
Seokjin menutup matanya setelah mengatakan ‘okay’. Sejujurnya dia tak mengharapkan apapun, namun ia penasaran dengan apa yang akan diberikan Namjoon padanya.
“Buka matamu, dear“
Seokjin membuka matanya, ia menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang diberikan Namjoon padanya.
“K-kau.. bagaimana kau bisa mendapatkannya?”
Seokjin membawa kalung milik leluhurnya dalam pelukan, air matanya jatuh karena mengingat mendiang ibunya. Orang terakhir yang memakai kalung ini adalah ibu Seokjin. Namun ketika Seokjin pergi meninggalkan klan, ia tak membawa apapun sebagai pengingat orang tuanya.
“Aku menemui tuan Akio hari ini, temuilah kakekmu. Beliau sangat menyayangimu, dear“
Melihat Seokjin yang tergugu dihadapannya, Namjoon segera membawa pria cantik itu ke dalam pelukannya. Ia berusaha menenangkan Seokjin yang sedang larut dalam tangisnya.
“Ssssttt, tak apa dear, tenanglah.. Aku disini bersamamu” Namjoon mengusap punggung Seokjin dengan sayang. Setelah hampir 5 menit tergugu, Seokjin akhirnya dapat mengendalikan diri.
Mereka masih dalam posisi berprlukan di sofa seakan tak ada yang mau melepas satu sama lain. Hingga bunyi bel mengejutkan keduanya.
“Ah, itu pasti delivery pizza” Seokjin berkata dengan suara seraknya sehabis menangis.
“Biar aku yang buka pintunya, kau tunggu disini saja”
Namjoon bergerak untuk membukakan pintu, dan—suara letupan senjata api yang terdengar setelahnya.
★★★
Taehyung menyalakan rokoknya, beruntung lobby ini punya area untuk merokok jadi Taehyung tidak mati bosan menunggu bosnya yang sedang pacaran.
Taehyung sedang menikmati rokoknya ketika seorang lelaki berpakaian seperti kurir pengantar makanan melewatinya. Entah mengapa, Taehyung memperhatikan orang itu yang sedang memencet tombol lift dengan tidak sabaran. Yang menjadi perhatian Taehyung adalah jari tangan orang itu yang tidak lengkap. Tepat setelah pintu lift itu tertutup, Taehyung tersadar akan sesuatu.
“Shit!”
Taehyung mematikan rokoknya dan memencet tombol lift dengan tergesa. Ia berlari melewati tangga darurat menuju ke unit Seokjin yang berada di lantai lima.
Taehyung berlari menapaki anak tangga seperti orang kesetanan. Beruntung ia tak terjatuh, hingga tangannya berhasil membuka pintu darurat—terdengar suara tembakan.
Taehyung melihatnya! Ia melihat bagaimana orang itu melarikan diri dengan memecahkan kaca jendela yang berada di ujung lorong apartemen.
★★★
Sirine ambulan memecah keheningan malam, terdapat nyawa yang sedang dipertaruhkan di dalamnya.
“Namjoon, stay awake! You’re not gonna leave me alone” Seokjin terus menerus mencoba mempertahankan kesadaran Namjoon. Pria yang ternyata sudah mencuri hatinya itu diambang batas kesadaran karena timah panas yang menembus dadanya, membuat Seokjin sangat ketakutan. Seokjin pernah kehilangan, dulu. Dan ia tak ingin merasakan itu lagi.
“Kim Namjoon, aku belum menjawab pertanyaanmu! Kau harus tetap hidup agar tau apa jawabanku!” Seokjin berujar ketus dengan air mata yang tak berhenti mengalir di pipinya. Piyama yang dikenakannya sudah tak karuan karena terkena darah milik Namjoon.
Seokjin ingin ikut masuk ke dalam ruang operasi, namun dicegah oleh rekan kerjanya.
“Jangan gegabah, Seokjin. Kau sedang kacau, tenangkan dirimu. Percayalah padaku, aku akan berusaha semaksimal mungkin” kalimat dari rekannya membuat Seokjin sadar jika dirinya memaksakan diri ikut masuk, belum tentu semuanya kan baik-baik saja.
Maka ia menunggu di luar ruang operasi, ditemani Taehyung yang baru menyusul ke rumah sakit setelah mencoba mengejar pelaku yang membuat Namjoon sekarat.
“Tuan Seokjin” / “Taehyung” ucap mereka bersamaan.
“Namamu Taehyung, bukan?”
“Iya tuan? Maaf, saya gagal menjaga tuan Namjoon” Taehyung membungkukkan badan 90° ke arah Seokjin yang duduk di kursi tunggu rumah sakit.
“Tegakkan badanmu!”
Taehyung kembali berdiri setelah mendengar perintah Seokjin. Taehyung tahu jika Seokjin sedang kacau, tapi ia tak menyangka jika tatapan mata Seokjin sangat berbeda dengan sebelumnya. Meski wajahnya sembab karena habis menangis, namun pria cantik itu mengeluarkan aura mengerikan yang Taehyung sendiri bergidik dibuatnya.
“Taehyung, kau tidak berhasil menangkapnya?” Seokjin bertanya dengan suara rendah. Sangat kontras dengan wajahnya yang manis.
“Ampuni saya, tuan. Saya belum berhasil menangkapnya” Taehyung berucap dengan sedikit was-was.
“Jaga Namjoon disini, pastikan kali ini kau menjalankan tugasmu dengan baik. Aku akan bereskan tikus kecil itu” Seokjin menyeringai di akhir kalimatnya.
Seokjin melenggang pergi setelah menepuk pundak Taehyung, membuat orang kepercayaan Namjoon itu bergidik dengan aura gelap yang seolah terpancar jelas dari tubuh Seokjin.
“Kakek, aku kembali..” ucap Seokjin dalam bahasa Jepang kepada orang yang berada dibalik sambungan teleponnya.
★★★
Tidak banyak yang tahu jika Seokjin sangat ahli dalam melenyapkan musuh klan. Layaknya Athena, dia cantik diluar namun sangat berbahaya ketika turun ke medan perang. Dalam waktu dua hari, ia sudah berhasil menangkap Kenzo, si pembelot Yakuza sekaligus orang yang melukai Namjoon.
“Peluru itu mungkin saja ditujukan untukku. Namun sayangnya, Namjoon yang membuka pintu”
“Ya, kau benar. Dia hendak melenyapkanmu karena aku sudah mengetahui kebusukannya. Lalu, apa yang akan kau lakukan padanya?” Tanya tuan Akio, beliau sangat bahagia sekali karena cucunya telah kembali. Seokjin tersenyum manis, sangat manis malah. Hal yang membuat tuan Akio tahu jika tidak ada ampun bagi Kenzo.
Sedangkan Kenzo? Dengan kaki dan tangan yang terikat rapat, pria itu menatap takut dan memohon ampun pada Seokjin.
“Namjoon punya peliharaan yang membutuhkan banyak stok daging. Karena ia sedang sakit, maka aku yang akan memberi makan hewan piaraannya” Seokjin berkata manis dengan tangan yang mengusap lembut wajah Kenzo.
Hanya teriakan penuh kesakitan disertai bunyi robekan daging yang terdengar nyaring di ruang bawah tanah itu setelahnya.
★★★
Seokjin kembali ke rumah sakit setelah menyelesaikan sedikit ‘urusan’. Taehyung beserta anak buah Namjoon yang lain dibuat terpukau dengan kemampuan Seokjin yang berhasil membereskan penyerang bos mereka dalam waktu singkat. Namun hal itu juga membuat mereka sadar jika seseorang yang dicintai bosnya, bisa berkali lipat lebih kejam dibanding iblis manapun—karena bagaimanapun, darah seorang Yakuza masih mengalir deras dalam tubuh Seokjin.
“Selamat pagi, Joon. Diluar sedang hujan, sepertinya langit sedang berusaha menghiburku disini” Seokjin berucap pelan. Ia menarik kursi di sebelah ranjang Namjoon, tangannya menggenggam tangan besar Namjoon yang terbebas dari infus.
“Bangunlah, Joon.. Aku mau menikah denganmu. Jadi, jangan terlalu lama menutup mata” Seokjin berbisik pelan di telinga Namjoon, kemudian mencium kening pria itu.
Seokjin terkejut ketika merasakan tangannya digenggam balik dengan erat. Namjoon membuka matanya seraya tersenyum lemah.
“Say it again, dear”ucap Namjoon pelan dari balik masker oksigennya.
“Aku mau menikah denganmu, tuan Kim” ucap Seokjin dengan berkaca-kaca, ia terkejut sekaligus bahagia melihat Namjoon akhirnya membuka mata setelah satu minggu lamanya.
“Thank you.. thank you.. my dear..”
Seokjin memeluk Namjoon yang masih terbaring lemah, dalam hati berulang kali mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan padanya untuk berbahagia—bersama Namjoon.
End of Prequel : Our Fate
Thank you
With Love,
Anabulnj