THE BLOOD CURSE

Tolong bawa diriku pergi.

Kemana saja.

Meninggalkan keabadian yang menyiksaku dengan rasa sepi.

Meninggalkan kekekalan yang menyakitiku dengan rasa terperi.

Di atas sebuah ranjang megah bergaya eropa kuno. Tertidur seorang pria lengkap dengan baju beludru birunya. Matanya terpejam. Bibirnya terkatup rapat, tangannya menyilang diatas perut. Tubuhnya kaku seperti pahatan dan diam seperti mayat.

Sosoknya sangat rupawan.

Dari sudut manapun dia tampak sempurna.

Dia tertidur. Karena makhluk sepertinya tak mengenal kata kematian.

Seorang pelayan pria -yang terlihat tampan- membersihkan debu – debu di sekitar rak – rak menjulang tinggi dengan ribuan buku besar termakan usia.

Dari sudut kesudut. Menarik beberapa buku yang terlihat membutuhkan perbaikan kemudian menatanya kembali sehingga tampak rapi terawat.

Gerakan pria itu, tidak bisa ditelaah dengan mata biasa. Jika dilihat dari sudut pandang manusia, Dia seperti berdiri didepan rak, tidak melakukan apa-apa namun hanya berselang beberapa detik semuanya telah rapi tersusun dan debu yang sebelumnya menghiasi buku dan berbagai tempat yang dia lewati menghilang tanpa bekas.

Kecepatan gerak makhluk seperti mereka tidak terdeteksi oleh mata manusia.

Kemampuan fisik yang hanya dimiliki kaum mereka.

Vampire.

Pria tersebut berhenti ketika mendengar sedikit gerakan kecil dari pria rupawan diatas ranjang. Tangan putihnya memberi sinyal. Kelopak matanya sedikit berkedut. Dan pria rupawan itu bernafas.

Dia membuka matanya.

Biru.

Berkilauan.

Dia memiliki bola mata indah. Bola mata yang mampu menenggelamkan setiap penontonnya kedalam dunia kasat mata yang tercipta dari imajinasi saat memandangnya.

“Master…”

Pria pelayan membungkuk hormat. Membantu pria rupawan itu duduk di atas ranjang dengan seprai beludru lembut berwarna coklat.

“Selamat datang setelah tidur panjang anda master.”

Sekali lagi membungkuk.

“Berapa lama aku tertidur?”

“Anda telah tertidur selama 335 tahun master.”

“Selama itu?”

“Yah, master Jungkook.”

Pelayan itu memundurkan langkah menyaksikan Jungkook mendorong selimut yang membungkus tubuhnya kemudian membiarkan kakinya menapaki lantai keramik yang dingin.

Jungkook meneliti keseluruhan ruangannya. Tampak sama sebelum dia tertidur. Tak ada perubahan. Semua masih berada di tempatnya.

Benarkah dia telah tertidur selama itu? Kenapa semua tampak sama?

“Dimana keluargaku?”

.

.

“Hyung… Bangun!”

Jimin mendorong tubuh Namjoon. Menggiringnya agar bergeser dari atas ranjang.

Tubuh Namjoon sangat besar, hingga pemuda itu terengah-engah hanya sekedar untuk menggerakkannya. Jimin membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk menggoyangkan Namjoon agar pria tampan itu tersadar dari buaian mimpi indahnya.

Setengah mati Jimin mencoba agar tubuh Namjoon bergerak, namun gagal. Pria tampan itu sedikitpun tidak berpindah dari posisi nyamannya mendekap guling.

“HYUNG! Kau harus berkerja! Bangun!”

Berteriak dicuping telinga Namjoon, meniupnya kasar. Jimin sedikit tersenyum melihat Namjoon mulai membuka mata.

“Biarkan aku terlelap 5 menit lagi Jimin.”

“Tidak boleh! Kau sudah terlambat hyung. Lihat sekarang sudah jam 8 lewat.”

Jimin menunjuk jam kecil disamping ranjang Namjoon. Memperlihatkan pada kakaknya jika dia tidak membual dan berkata benar Namjoon telah terlambat dari waktu kerjanya.

Namjoon berdiri. Terkaget dengan waktu dijam kecilnya. Sial. Dia benar – benar terlambat.

Tidak lagi memedulikan Jimin. Namjoon berlari mengambil asal handuk digantungan dibelakang pintu dan menghilang mengunci diri dalam kamar mandi, kelakuannya membuat adik manisnya terkekeh.

Jimin mulai memberesi ranjang Namjoon. Menarik seprainya dan menggantinya dengan yang baru. Memungut baju – baju kotor dilantai menaruhnya kedalam keranjang.

Kamar Namjoon sangat berantakan. Semua benda tercecer kemana – mana. Jimin menggeleng pasrah. Dia menghela nafas, memijit keningnya seperti pria tua yang kelelahan menghadapi kenakalan anak mereka.

Sampai kapanpun Namjoon tidak akan pernah hidup rapi dan bersih.

“Tidak akan pernah berubah.”

.

.

“Hyung, pelan – pelan. Makananmu berhamburan.”

Jimin menegur.

Namjoon makan dengan brutal. Serampangan memasukkan semua makanan kedalam mulut. Memasukkan satu sendok besar nasi beserta lauknya, membuat pipinya menggembung sebelah.

“Anfneurnbugniaiao.” Jawaban Namjoon membuat Jimin mengibaskan telapak tangannya didepan wajah Namjoon. Tak ada satu kalimatpun yang Jimin mengerti.

“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan hyung.”

“anjfbiwrbibibwreeebub.”

“Er…. Makan saja. Jangan bicara!”

Namjoon berusaha menelan habis makanan didalam mulutnya. Meraih gelas disamping piring dan menegaknya. Dia mengelap sisa – sisa air disudut bibirnya. Menaruh gelas kosong kembali diatas meja. Mengambil tas coklat di samping tubuhnya dan menyelempangkan di bahu kiri.

“Aku terlambat! Aku pergi…” Seru Namjoon bergegas berdiri berjalan menuju muka pintu. Dia mengambil sepatu lusuhnya dari rak. Memakainya, mengikat talinya asal.

“Hyung..” Jimin melihat kotak bekal diatas meja yang dia buat dan dilupakan oleh Namjoon.

“Kau melupakan ini.”

Jimin menyodorkan kotak bekal ketangan Namjoon.

“Terima kasih Jimin.” Namjoon meraih kotak bekalnya, dia berdiri dan memasukkannya kedalam tas.

Namjoon menepuk bokongnya pelan. Dia sedikit memperbaiki poni di kening dan bergegas membuka pintu.

“Hari ini aku akan terlambat pulang.” Sahutnya sebelum menutup pintu melambaikan tangan pada Jimin.

“Ck…”

.

.

Jimin seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk menyelesaikan kuliahnya

Jimin seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk menyelesaikan kuliahnya. Dia membutuhkan biaya untuk menunjang semua keperluan untuk menuntaskan tugasnya. Dimulai dari biaya A, biaya B hingga biaya C.

Namjoon, kakak Jimin hanya seorang buruh kasar.

Selama ini mereka hidup dari kerja keras Namjoon. Namjoon menghidupi kebutuhan mereka berdua. Menyekolahkan Jimin sampai sekarang. Memberikan adiknya pendidikkan yang bagus. Mengesampingkan diri sendiri bekerja mati – matian hanya demi Jimin.

Bukankah Namjoon seorang kakak yang baik?

Jimin tidak ingin menambah bebannya. Maka dari itu sekarang ini dia mencari pekerjaan, mengumpulkan uang dan mulai mengerjakan tugas – tugasnya kemudian lulus. Mencari perkerjaan lebih baik. Membantu Namjoon dan kalau bisa membahagiakan kakaknya yang telah lama mengorbankan diri demi dirinya.

“Datanglah ke alamat ini. Mereka sedang membutuhkan pelayan paruh waktu. Kau hanya bekerja dari pagi hingga sore hari.” Seorang wanita tua menyerahkan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat untuk Jimin.

Jimin menerima dengan sedikit membungkuk. Membaca huruf yang tertulis diatas kertas. Keningnya sedikit berkerut. Ada yang aneh dengan alamat yang di berikan padanya.

“Permisi, apa alamatnya tidak salah? Manshion ini bukannya sudah tidak berpenghuni?” Tanya Jimin sopan sembari memperlihatkan kembali kertas alamat tersebut kearah wanita didepannya.

Wanita tua itu menaikkan gagang kacamata di wajahnya dengan telunjuk, mengambil kertas yang Jimin sodorkan kembali padanya. Dia meneliti lagi buku diatas meja. Menyamakan tulisan disana dengan tulisan di kertas kecil untuk Jimin.

Dia kembali menyerahkan kertas tersebut kepada Jimin.

“Tidak salah. Seseorang bernama Hoseok menelpon kemari dan meminta seorang Pekerja datang ketempatnya. Kenapa? Kau tidak ingin?”

Jimin menggeleng cepat, dia mendekap kertas kecil yang dia terima kembali dari wanita tua itu di dadanya. Dia butuh pekerjaan. Dia membutuhkan uang untuk membiayai semua keperluannya, maka dari itu dia berani mendaftarkan diri pada yayasan pencari kerja untuk memudahkannya mendapatkan pekerjaan.

Jimin membungkuk.

“Aku menerimanya. Terima kasih bantuannya nonna Jung. Saya tidak akan mengecewakan anda.”

.

.

Jungkook duduk bersandar pada kunsen jendela kamar. Menatap hamparan taman di bawah yang penuh dengan bunga – bunga tulip putih kegemaran ibunya. Sinar mentari membuat tubuhnya berkilau lebih terang. Matanya mulai terpejam menikmati hembusan angin yang mencuri kesempatan menyentuh tubuhnya.

Rambut peraknya beriak pelan.

Bibirnya bergerak bersenandung pelan. Jungkook menyanyikan sebuah lagu dengan melodi lambat yang sudah tidak di kenal orang.

“Aku tidak mengira jika kau akan terbangun hyung, aku telah berpikir kau akan tertidur selamanya.”

Jungkook menoleh.

Mengibaskan poninya kesamping.

Dia membelakangi pemandangan yang sebelumnya dia amati. Melihat Taehyung duduk diatas sofa menyilangkan kaki dengan tangan memegang sebuah gelas kaca berisikan cairan merah yang mereka tahu apa.

Darah.

Nutrisi penting untuk tubuh kaum mereka.

Seorang vampire origin seperti mereka membutuhkan darah untuk menyuplai nutrisi yang menunjang kekuatan tubuh agar mereka tampak tidak tua atau abadi. Mereka akan selalu tampak sama. Mereka tidak akan musnah jika selalu menyuplai darah ketubuh mereka. Itulah alasan mengapa mereka membutuhkan darah. Alasan yang hanya dimiliki vampire origin.

Keistimewaan terlahir dari sepasang vampire yang memiliki darah origin.

Mereka bisa berjalan di bawah sinar matahari.

Mereka bisa bernafas.

Mereka bisa merasa lapar dan memakan makanan manusia, tapi hanya sekedar untuk makan tidak menyuplai nutrisinya seperti darah.

Berbeda dengan vampire slave yang diciptakan dari vampire origin seperti mereka. Jenis vampire tersebut hanya mengkonsumsi darah dan hanya bisa keluar di malam hari. Mereka tidak bisa terkena sinar matahari dan mereka tidak bernafas. Karena pada dasarnya mereka sudah mati.

“Kau tertidur lama sekali hyung. Kau membuat kami semua khawatir.”

“Maaf.”

“Kau harus mengatakannya pada ibu, bukan padaku.”

“Aku tahu, tapi tidak ada salahnya mengatakannya padamu juga, eoh.”

Taehyung menaruh gelas kaca ditangannya setelah darah yang dia minum habis. Jemari – jemari tangannya saling mengait diatas pahanya.

“Kenapa kau bisa tertidur selama itu hyung? Biasanya kita hanya memakan waktu 100 tahun jika tertidur.”

Jungkook memilih bungkam.

Mengapa dia bisa tertidur selama itu?

Biasanya para vampire origin hanya membutuhkan waktu 100 tahun untuk tertidur jika mereka memutuskan untuk mengistirahatkan tubuh. Kemudian setelah itu mereka bisa hidup tanpa tidur selama yang mereka inginkan dan tertidur kembali jika merasa telah letih dan membutuhkan waktu mengistirahatkan raga.

Lalu mengapa Jungkook bisa tertidur selama itu?

“Aku tidak tahu Taehyung.”

Jungkook menangkup wajahnya. Menutupinya dan menghirup nafas panjang.

Jangan tanya padanya. Jangan harap dia memberi jawaban.

Dia tidak tahu. Selama tertidur dia bermimpi indah. Dan mimpi itu telah dia lupakan bertepatan saat matanya terbuka.

bersambung…

Leave a Comment

Item added to cart.
0 items - Rp 0
Beranda
Cari
Bayar
Order