Whiskey and You

 

 

“Bajunya yang pakai ada lengan aja. Di sana nanti dingin. Pake blazer gue.” Sabian menyerahkan blazernya yang tidak ditanggapi Sembilu.

“Iya dinginnya kan nanti, sekarang belum. Dipakenya nanti aja.”

“Nggak usah pake baju yang terbuka-terbuka, Winata rese kalo mabok.”

“Emangnya mau minum banyak-banyak gitu?”

“Iya emang lo pikir kita kesana mau ngapain?”

Sembilu hanya menghela napas pelan kemudian memoleskan lipstik berwarna natural yang tentu tidak luput dari pandangan suaminya. Sabian benar-benar banyak sekali mengeluarkan protes yang membuatnya kesal. Jangan pakai baju inilah, jangan kuncir rambutlah, dan yang menyebalkan pria itu mengatur make upnya juga.

“Lo bisa ganti baju aja nggak? Pake yang lengan panjang?”

Sembilu berdecak kesal. “Kan katanya nanti pake blazer punya lo? Jangan banyak-banyak ngaturnya. Gue nanti marah.”

Ketika Sembilu sudah menduduki kursi penumpang dan memasang seat belt nya, Sabian kembali menatapnya ragu. “Lo beneran mau ikut?”

“Nanya terus, bawel.”

Embusan napas lelah Sabian tidak dihiraukan oleh istrinya, wanita itu sibuk terfokus pada ponselnya. Sabian tidak masalah jika Sembilu ikut dengannya, hanya saja ia tidak yakin jika teman-temannya tidak rese. Mungkin saja menggodanya atau justru menggoda Sembilu, definisi teman bangsat pokoknya.

“Pokoknya nanti jangan dilepas blazernya.”

“Iya Kak.”

“Jangan jauh-jauh dari gue.”

“Iya Kak.”

“Nggak usah dengerin apa yang diomongin mereka. Orang mabuk suka ngelantur.”

“Iya Kak Sabian.”

Sabian memarkirkan mobilnya. Tentu ia tidak memarkirkan di tempat yang sama dengan pengunjung lainnya, dan ia pun tidak memakai parkiran vip karena Sabian dan teman-temannya memiliki parkiran khusus.

“Kok tempat parkirnya beda? Kenapa nggak disana?”

“Di sini ada liftnya, cepet.”

Sembilu hanya mengangguk-angguk mengerti. Sabian tentu jauh lebih tau.

“Blazernya dipake. Jangan kontak mata sama orang yang nggak lo kenal. Pegangan tangan gue jangan dilepas, apa pun alesannya. Pake masker, biasanya liftnya bau rokok.”

Sabian cukup terkejut dengan dirinya sendiri. Apakah benar ia baru saja mengucapkan kalimat panjang untuk wanita itu? Benar-benar menakjubkan. Yang diberi nasihat hanya mengangguk-angguk seperti anak TK. Menggemaskan tentu saja. Dan hal ini yang membuat Sabian cukup ketar-ketir.

Ruang VIP yang dijanjikan Winata memang sangat keren. Ruangan dengan kaca transparan di lantai dua dan sofa mewah berwarna merah menyala dengan kulkas kecil dan fasilitas AC tentu akan merogoh kocek yang tidak sedikit. Belum lagi tempatnya sangat strategis menjorok langsung  ke arah lantai dansa dan tempat DJ bekerja membuat Sembilu tersenyum kagum.

“Hai,” sapa Sembilu kepada Winata dan Arion yang sudah menikmati setengah botol whisky.

“Waduh bawa istri sekarang mah, dulu mah bawa masalah,” celetuk Arion.

“Long time no see, makin cantik aja. Do you miss me?” Winata mendapat tatapan tidak suka dari suami wanita itu. “Just kidding bro, kalem ae tah,” ucapnya meyakinkan Sabian.

“Di kulkas ada susu coklat, soda, jus jambu, asem jawa… sama apa lagi, Yon? I lupa ambil apa aja tadi di minimarket. Asal aja.”

“Air putih juga ada, sari kacang ijo ada. Tapi punten banget, aing ga beli fiesta.”

“Fiesta?” tanya Sembilu bingung.

Sabian melirik istrinya. “Nggak usah didengerin. Lo mau minum apa?”

Sembilu hanya menggeleng pelan. “Belum haus.”

Kendati pertanyaannya ditolak, Sabian tetap mengambil air mineral dari kulkas dan membukakan tutupnya. “Buat nanti, taro aja.” Aksi pria itu tentu mendapat sorakan heboh dari kedua temannya. Sabian  tidak malu, hanya risih saja.  Takut Sembilu tidak nyaman juga.

“Babynya udah bisa nendang tah?”

“Belum koh. Kenapa?”

“Katanya kalo ibu hamil pergi malem-malem kudu bawa gunting kuku siah, biar ga kesambet.” Kali ini Arion yang menasehati dengan wajah di buat seserius mungkin.

“Alah, mitos mok percaya. 2023 gak enek setan.”

“Demi alek. Si Zeze oge ku aing kasih tau nurut kemana-mana bawa gunting kuku, mangkanya gak pernah kesambet. Mana rumah dia modelan villa jaman belanda, ‘kan?”

“Sembilu nggak takut og, wong her husband like a devil.”

Sabian tidak berkomentar, ia memperhatikan keduanya saja. Kalau Sabian ikut dalam pembahasan tidak bermanfaat itu, ia yakin kalau pembahasannya akan semakin heboh dan tidak jelas. Lebih baik diam, orang stress memang banyak membicarakan hal-hal aneh.

“Emang iya? Gue nggak bawa gunting kuku,” tanya Sembilu pada Sabian.

“Itu kepercayaan orang dulu.”

“Terus nanti kita pulang malem-malem nggak apa-apa?”

“Nggak apa-apa, ada gue.” Sabian mencoba menenangkan istrinya. Wajah gadis itu masih ada guratan ragu, tetapi benar-benar mencoba mempercayai ucapan Sabian.

“Kak Geraldo kemana?”

NAH PERTANYAAN INI YANG WINATA TUNGGU-TUNGGU.

“Kerja, nanti you liat aja dari sana, keliatan kok.” Pria itu sedang membuat campuran minuman, mata sipitnya terfokus pada gelas. “I udah bilang sama Geral buat notice you. Dadah-dadah aja biar dia liat,” imbuhnya.

Arion menepuk bahu Winata membuat lelaki itu mendelik. “Waduh! Ga bahaya tah? Mun ada pertumpahan darah, aing nggak ikutan siah!”

“Emangnya siapa yang berantem?”

Oh, Sembilu belum tahu kalau suaminya sangat sensi dengan Geraldo, toh. Oke, ini tugas duo setan menjelaskan kepada gadis polos itu.

“Maneh belum tau? Sembilu menggeleng polos. “Tah, si eta…” tunjuk Arion pada Sabian.

“Ancene sensi puoll sama Geraldo. Apa ae yang Geraldo lakuin mesti dipisuhin. Your ex crush tah?”

“Bukan. Cuma kakak tingkat aja, kita pernah satu ekskul.”

Duo setan menggelengkan kepalanya sok tragis. “Sakne jadi pelampiasan cemburu suami posesif.”

“Nasib naas ya si Geral,” Sambung Arion menambah-nambahi bumbu agar Sabian merasa bersalah.

Sembilu menatap Sabian dengan tatapan tidak sukanya. Yang ditatap tidak peduli sama sekali karena ia benar-benar paham kelakuan kedua sahabatnya yang kini sedang cekikikan.

“Udah jam 11, sana berdiri o nde sana. Geral bentar lagi nongol.”

“Nanti aja. Kalo udah ada orangnya. Lo cape nanti berdiri kelamaan,” larang Sabian.

“Boleh dibuka nggak si blazer nya? Gue gerah.” Sabian menggeleng tegas. “Rambutnya mau diiket aja, gerah banget.”

“Di sini ada AC.”

“Tapi risih.”

“Terus apa gunanya nyatok sejam kalo mau diiket?” Bahu Sembilu mendadak lesu. Sabian mode bawel lagi membuatnya sedikit takut.

“Galak men cok. Kamu setiap hari dimarahi gini tah? Mending nikah mbe aku, tak sayang terus.”

“Bacot lo.”

Winata tentu tersenyum puas ketika Sabian kepancing akan godaannya. Namun, tidak lama setelah itu, pria itu justru mengaduh karena bahunya dipukul Sembilu. “Jangan ngomong jelek-jelek, udah bisa denger orang ngomong tau.” Wanita itu mengelus perutnya, memberi tatapan kesal kepada Sabian yang tidak bisa memfilter ucapannya. Sabian justru menatap kedua temannya dengan tatapan yang mereka berdua pahami. “Awas lo berdua, bangsat.” kurang lebih seperti itu arti dari tatapan Sabian tadi. Tetapi Winata dan Arion masih justru tersenyum mengejek. 1-0.

Sembilu senang sekali berkumpul bersama teman-teman Sabian, Winata baik dan tidak rese seperti yang Sabian bilang kok. Arion juga lucu, tingkahnya mirip-mirip dengan Jaja. Awalnya Sembilu takut dengan penampilan Arion, apalagi embel-embel ‘ketua geng motor’ yang tersemat pada nama pria itu membuat Sembilu membayangkan pria bengis tanpa belas kasih. Nyatanya… Perutnya kaku sekali lantaran tidak diberi kesempatan untuk istirahat dari tawa. Arion lucu. Namun, humor pria itu cukup membuat Sabian cemburu lantaran ia tidak bisa membuat istrinya tertawa selepas itu sebelumnya.

Jangan insecure, Bian. Bahagia bukan sebatas tertawa saja, ‘kan?

Suara riuhnya sorakan yang didominasi teriakan remaja putri menjadi tanda Geraldo menaiki panggung kesayangannya. Pria itu hanya menggunakan celana jeans belel yang sepertinya seminggu tidak dicuci. Namun, kaos dior yang pria itu kenakan mampu mengangkat levelnya. Kaos hadiah dari Winata kalo tidak salah, menjadi kaos kesayangan Geraldo karena harganya menyentuh 2 digit.

“Sana kalo mau liat Geral. Ada kursi di sana, tapi single.” Lirikan Winata pada Sabian adalah sebuah cibiran. Harusnya Sabian paham apa maksud pria tunggal kaya raya itu.

“Nanti aja, baru mulai. Nggak ada yang seru.”

Sembilu menuruti larangan Sabian. Ia tidak banyak melawan karena ada rasa dejavu ketika menginjakkan kaki kedua kalinya ke tempat ini.

“Enak nikah sama Sabian?” pertanyaan Arion membuat Sembilu mengambil jeda yang cukup lama. Bukan hanya Arion yang menunggu jawaban, Winata dan Sabian juga sama.

“Belum nemu nggak enaknya. Selama ini sih enak-enak aja Kak.”

“I nggak pernah ganti nomor, hubungi aku lek si cucunguk iki bertingkah.”

“Makasih ya Koh Win.”

Sabian merasa lega. Kendati tingkahnya kadang sangat menjengkelkan , tetapi mereka menerima istrinya dengan baik. Bukan sebagai istri Sabian Neandro, tetapi sebagai Sembilu Astara.

“Buru kalo mau liat mah, si Geral nggak lama. Abis tampil pasti dikerubuti cewek-cewek. Peletnya kuat.”

“Put your hands up, de e nggak keliatan kalo you nggak dadah-dadah.” Sembilu mengangguk atas saran dari Winata. Wanita itu beranjak untuk melihat Geraldo.

“Ehh… sit down please. Biarin me time 5 menit tah. Bosen de e mok tempelin terus.” Sabian tidak menghiraukan larangan Winata, ia tetap melenggang pergi menuju sosok Sembilu yang sedang mengerucutkan bibirnya.

“Tah liat cees maneh, itu yang katanya nggak mau nikah?” ejek Arion.

“Apatis karena jomblo. Lek punya pasangan yo pengennya disayang.”

Ucapan Winata benar. Apatis hanya sebuah sikap untuk melindungi diri dari patah hati. Di ujung sana, pada ruang gelap yang mulai berdebu, tentu ada rasa ingin diberi kasih sayang. Diberi perhatian yang cukup tanpa perlu meminta, dipastikan bahwa baik-baik saja meski tidak terjadi apa-apa, dan peluk erat tanpa perlu ditanya apa yang terjadi. Setiap manusia pasti membutuhkannya, tanpa peduli apa pun love languagenya.

Sabian mengambil tempat kosong di pinggir Sembilu. “Kenapa?” tanyanya sedang suara tenang.

“Emang nanti Kak Geraldo kelihatan kalo kita di sini?”

“Keliatan. Geraldo nggak buta.” Sembilu segera menolehkan pandangannya. “Kasar ih ngomongnya.”

“Lo naksir dia?”

“Yang dibahas kayak gitu terus. Malu kali Kak, udah mau punya anak juga.” Sabian tersipu. Bibirnya memunculkan kurva yang membuat pria itu semakin terlihat manis di balik topi hitam yang hampir menutupi wajahnya.

Sembilu melambaikan tangan antusias. Dibalas dengan kedipan mata oleh Geraldo dari bawah sana. Sabian tentu segera memeluk pinggang istrinya, membuat Geraldo merotasikan bola matanya melihat tingkah posesif pria itu.

“Fansnya Kak Geraldo banyak, ya?” Sabian mengangguk. “Lumayan.”

Geraldo termasuk dalam hidden guest roxy. Senyum manis pria itu dan juga mata sayu yang terlihat begitu pas dengan proporsi tubuh rampingnya mampu membuat setiap gadis menjerit ketika ia sengaja menggigit lidahnya ketika suara musik di rasa semakin meledakkan jiwa. Geraldo mempunyai sejuta pesona, dan Sabian tahu itu. Ditambah dengan masa lalu istrinya, Sabian memiliki beberapa ketakutan kalau saja Sembilu kembali terjerat di dalam pesona manis pria itu.

What it is, ho? What’s up?

Every good girl needs a little thug

Every block boy needs a little love

If you put it down, I’ma pick it up, up, up

Senandung kecil istrinya masuk ke dalam pendengaran Sabian. Suaranya merdu, tapi lebih merdu lagi kalau…. Oke, enyahkan pikiran itu. Fokus kepada lagu  What it is yang sedang Geraldo buat remix. Mereka menikmati lagu itu, sesekali dengan Sabian yang mencuri kecupan dan dihadiahi tatapan kesal istrinya sebagai protes.

Ketika awalan lagu Collide milik Justine Skye versi speed up remix menggema, teriakan semakin riuh. Kepala Sembilu bergerak mengikuti ritme lagu yang memang terdengar familiar. Tangan gadis itu ditaruh pada besi sebagai penyangga tubuhnya.

We can go all the time

We can move fast, then rewind

When you put your body on mine

And collide, collide

It could be one of those nights

Where we don’t turn off the lights

Wanna see your body on mine

And collide, collide

Tangan Sabian yang Semula berada di pinggang gadis itu berubah menuju besi penyangga. Ia meletakkan telapak tangannya di samping tangan istrinya yang mana membuat porsi tubuhnya seperti mengungkung gadis itu. Dekat dan intim.

Senandung Sembilu pada reff lagu itu membuat Sabian menempelkan bibirnya pada telinga istrinya. “Lo tau lagu itu?” Sembilu tentu mengangguk mengiyakan. “Wanna remake?” tanya Sabian seduktif.

Otak Sembilu sejenak berputar keras. Ia memikirkan pertanyaan Sabian. Ah, arti lagunya. Sembilu hendak menoleh, tetapi pipinya disambut oleh bibir lembur Sabian. “Kalo lo banyak gerak, ayo ke toilet dry humping.”

Sembilu bergerak tidak nyaman. Masalahnya mereka di tempat umum  bagaimana kalau nanti mereka menjadi bahan ledekan oleh teman-teman Sabian?

Tuk…

Sabian dilempari kacang atom oleh Arion. “Aing nggak beli fiesta. Mesum terus kayak kucing birahi.”

Sembilu memerah, tetapi terima kasih atas lampu disko membuat ronanya tidak terlihat. “Sini, jangan deket-deket sama lelaki cabul.” Sembilu kembali mendudukan diri di sofa tepat tempatnya semula duduk.

“Mau sari kacang ijo nggak? Si Winata beli sekardus, nanti dibawa pulang weh, ya?” Sembilu mengangguk atas tawaran Arion. Jadi, seperti ini rasanya diratukan setelah dianggap seperti sampah?

“Satu puteran dulu….” Ucap Arion bersemangat setelah melihat presensi Geraldo mendekat.

Mereka melakukan mendentingkan gelas berisi whisky— kecuali Sembilu dengan kotak hijau sari kacang hijaunya.

“Eta pake playlist sia ya Ger? Lagunya aing kenal.”

“Iya. USB nya rusak, jadi pake playlist gue aja yang gampang. Pecah tapi tadi?”

“Gerrrrrrrrrr pisan lah bestie aing.”

“Gue mau dong playlistnya.”

Ucapan Sembilu mampu membuat ketiganya mematung dan tatapan mereka tertuju pada Sabian.

“Iya, gue sih nggak masalah. Tapi boleh emang sama…” lirikan Geraldo menatap Sabian.

“Emangnya nggak boleh?” Sembilu bertanya bingung. “Kirim aja.”

“Gue kirim ke DM twitter, ya?” Geraldo mulai mengotak atik ponselnya.

“Ke nomor gue langsung aja. Kenapa di twitter?”

Winata sudah menggigit pipi dalamnya menahan senyum nakal yang melebar. Geraldo sendiri bingung harus menanggapi yang mana.

“Kirim ke gue aja,” suara bariton Sabian memecahkan kebingungan. Tetapi tatapan tidak suka Sembilu membuat alis pria itu terangkat. “Kenapa harus ke lo dulu? Bikin ribet. Ya langsung aja kirim ke gue, ‘kan gue yang mau?”

Arion berdehem untuk menetralkan suaranya yang ingin tertawa melihat mimik bingung Sabian. “Dibilang suami maneh sensi sama Geraldo, nggak percayaan. Itu teh aksi kecemburuan.”

“Emang iya Kak?” Wanita itu justru bertanya pada Sabian yang membuat pria itu semakin bingung. “Lo galakin Kak Geral kayak gitu, ya?”

Sabian membasahi bibir bawahnya. Pria itu gugup karena tertangkap basah. Tangan Sembilu bersedekap dada dengan tukikan alis yang membuat wajah gadis itu terlihat sedikit galak.

“Kok nggak dijawab?” tanyanya galak.

Ketiga teman Sabian berusaha mati-matian tidak menyemburkan tawa. Jadi, temannya yang tidak pernah tumbang meski opentable sampai pagi itu, kini diam tidak berkutik oleh istri kecilnya yang sedang memasang wajah galak yang justru terlihat sangat menggemaskan? Wibawa Sabian sudah terjun bebas.

“Yaudah nggak usah. Udah nggak pengen playlistnya.”

“Kirim aja.”

“Udah nggak pengen, denger nggak sih?”

Sabian dibentak, tetapi pria itu tidak mengatakan apa-apa. Mereka mengerti kalau marahnya Sembilu sangat menggemaskan, tetapi ini Sabian Neandro, loh? Arion sampai merinding.

Sabian menghela napas lelah. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dan kembali menggenggam satu gelas whisky.

“Jangan banyak-banyak minumnya, lo nyetir loh nanti.”

Gelas itu sudah hampir dekat dengan bibir tipis Sabian, tetapi pria itu kembali meletakkan gelasnya ke meja. Winata sampai terbatuk-batuk saking terkejutnya. Geraldo dan Arion tidak kalah menganga melihatnya.

Tidak ada yang berani melarang Sabian minum. Bahkan sepertinya keluarganya— termasuk Zeze tidak ada yang bisa menghentikan pria itu menenggak alkohol. Namun, Sembilu Astara si gadis polos dengan mata bulat yang kini sedang memasang wajah cemberut itu mampu membuat Sabian mendorong jauh gelas sloki dari genggaman tangan pria itu.

Mereka bertiga akhirnya percaya, bahwa kekuatan cinta itu benar-benar ada. Mereka melihat dengan matanya sendiri tepat di depan mereka saat ini.

SABIAN NEANDRO, Si manusia setengah batu itu, kini meminjamkan tangan kanannya untuk memegangi ponsel Sembilu ketika wanita itu duduk bersandar di dadanya dengan  kedua tangan yang menggenggam sekotak minuman kemasan. Sabian rela cosplay menjadi tripod untuk istrinya menonton serial barbie di club malam.

Dunia benar-benar bertambah aneh. Sabian Jatuh cinta saja sudah aneh, kali ini, Sabian bucin. Anehnya bertambah berkali-kali lipat.

Memangnya siapa yang bisa menolak afeksi jatuh cinta? Tidak ada yang bisa, meski hanya tokoh fiksi dan tokoh idola yang belum pernah kita temui sekalipun. []

Item added to cart.
0 items - Rp 0
Beranda
Cari
Bayar
Order