Pedih

Meraup udara sebanyak-banyaknya seolah tiada hari esok lagi untuk bernafas, Seokjin laki-laki yang tengah mengandung itu membuka pintu balkon agar udara segar masuk ke dalam apartemennya yang menyesakkan dari kemarin hingga sekarang.

Seokjin sudah puas menangis dan bersedih karena kepergian kekasihnya yang mendadak akibat kecelakaan. Ken yang tega meninggalkannya ketika hari pernikahan mereka yang semakin dekat. Yang lebih membuat bingung adalah bagaimana hidupnya setelah Ken tiada? Apa ia akan benar-benar membesarkan bayinya seorang diri tanpa sandaran? Tanpa pegangan? Dan tanpa cinta di sisi? Entahlah. Masa depan tidak ada yang tahu, masa depan yang gelap dan menakutkan untuknya saat ini.

Dari kemarin ibunya Ken bolak balik menghubunginya untuk menanyakan kabar bahkan mengajak Seokjin untuk tinggal bersama mereka. Tapi ajakan itu Seokjin tolak secara halus karena Seokjin tak nyaman, Seokjin masih berduka, Seokjin masih terluka dan pedih. Lagi pula alasan lainnya adalah Seokjin sangat takut dengan hyung dari kekasihnya yang bernama Kim Namjoon.

Tatapan Namjoon hyung selalu tajam kepadanya, persis tatapan kebencian yang tak termaafkan. Seokjin gemetar setiap ia berada dekat dengan tubuh besar dan tinggi seorang Namjoon.

Sebenarnya Seokjin tidak tahu salahnya apa. Ia hamil anak Ken bukan anak Namjoon. Dan Seokjin juga tidak meminta pertanggung jawaban kepada si muka masam itu. Jelek! Malesin!

Seokjin yang masih berdiri ditepian balkon sembari memandang langit mendung, mulai berucap lirih, “Ken, sayangku.. bagaimana aku harus melalui hari-hari ku sekarang? Kita sama-sama tahu bahwa kehamilan ku ini adalah sebuah kebodohan kita berdua yang memilih seks tanpa pengaman karena saling terbuai satu sama lain.

Dan sekarang aku harus melakukan apa. Kenapa kepergian mu begitu mendadak dan sangat cepat? Kenapa kamu tidak bawa aku bersamamu, sayang?

Kamu yang bilang tidak akan meninggalkan ku, kamu yang ingin mengusap perutku, kamu yang sangat tidak sabar untuk menikahi ku dan kamu juga yang selalu ingin membersamai langkah ku kemanapun aku pergi.

Dan sekarang semuanya pupus bersama harapan kosong yang mengabu, yang siap menurunkan rintik deras tanpa bisa ku cegah pedihnya.

— Sanding.

Item added to cart.
0 items - Rp 0
Beranda
Cari
Bayar
Order