Taehyung membanting pintu apartemennya kasar. Tidak peduli
perbuatannya barusan mengejutkan mutan yang sekarang berdiri di sisi pintu. Taehyung terlalu frustasi sekarang. Jenny sudah pulang sejak tadi dan meninggalkan pintu apartemennya terbuka lebar-lebar. Beruntungnya, tidak ada orang iseng yang masuk. Dan sialnya sekarang…
Kenapa Taehyung harus membawa mutan asing ini pulang ke apartemennya? Bagaimana kalau ia mendapat masalah gara-gara ini? Aish!
“Unggg…” Jungkook bergumam kecil, suaranya barusan lebih terdengar seperti dengungan tidak bermakna. Makhluk malang itu memeluk tubuhnya sendiri, berusaha sekuat mungkin menahan keluhan meskipun dari sorot matanya Jungkook tampak sudah tidak tahan. Mungkin pusing dan kedinginan. Biar bagaimanapun mutan memiliki antibodi yang hampir sama seperti manusia, bahkan mungkin untuk ukuran Jungkook, daya tahan tubuhnya bisa lebih lemah dari mutan biasa.
Taehyung berdecak, ia baru mengingat kalau pakaian Jungkook basah kuyup dan sekarang mutan itu sukses membasahi karpet di lantai ruang tamunya. Bagus sekali.
“Aish, kenapa kau merepotkan sekali sih…” tanpa sadar Taehyung mendumal. Tentu saja kalimat barusan terdengar sampai ke telinga Jungkook meskipun telinga kucingnya kuyup dan sedikit tertekuk. Jungkook menggigit bibir, tertunduk takut. Bukan karena ia tidak mengerti ucapan Taehyung. Ia mengerti sekali, namun tidak sanggup menjawab. Karena memang tidak ada kata-kata yang sanggup terlontar dari kerongkongannya. Jungkook hanya diam membisu, kepalanya tertunduk dan sekujur tubuhnya gemetar. Kini campuran antara takut dan kedinginan.
Taehyung mendesah. Entah kenapa ada sebersit rasa sesal karena telah berbicara kasar seperti tadi. Tidak sanggup menatap Jungkook yang tertunduk dan menggigil dalam diam, Taehyung akhirnya memutuskan untuk melangkah masuk ke kamarnya, meninggalkan Jungkook sendirian dan kedinginan di ruang tamu
Jungkook memandangi punggung Taehyung dengan mata berkaca-kaca. Setelah pemuda itu menghilang di balik kamar, Jungkook hanya bisa memandangi lantai dengan nanar. Perasaan beku itu kembali menyergapnya. Jungkook memeluk tubuhnya erat-erat dan beringsut mundur, berusaha mencari tempat bersandar. Saat punggungnya bertemu dengan dinding ruang tamu, tubuh Jungkook merosot turun. Mutan belia itu meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Pusing dan sesak di dadanya begitu menyiksa.
Jungkook senang saat berada dekat dari Taehyung, rasanya menenangkan dan damai. Namun tetap ada sebersit ketakutan yang terus terngiang di kepala Jungkook. Sepertinya pemuda tadi tidak begitu suka ia berada di sini. Bagaimana kalau pemuda tadi melaporkan keberadaannya? Bagaimana kalau ia harus kembali pada majikan lamanya?
Jungkook termenung. Dua bulir air mata mengalir di sudut mata kanannya.
“Uhuk,” Jungkook menutup mulutnya sambil terbatuk. Dada dan kerongkongannya panas seperti terbakar. Ditatapnya nanar bercak darah yang tersisa di telapak tangan kanannya, tangan yang baru saja digunakannya untuk menutup mulut. Jungkook mengecap asin darah yang masih tersisa dimulutnya, bersamaan saat sesuatu yang hangat turut mengalir keluar dari hidungnya.
“Jungkook…”
Jungkook tersentak. Segera ia menunduk dan buru-buru diusapnya darah yang mengalir dari hidungnya dengan punggung tangan, lalu Jungkook membersihkan sisa noda darah itu dengan mengusap telapak tangannya ke lingerie hitam yang ia kenakan. Hilang sudah bekasnya, meski masih tersisa rona merah di atas bibir Jungkook, Taehyung pasti akan mengiranya sebagai efek cuaca dingin.
“Aku tidak punya baju dengan ukuranmu, jadi pakai ini saja,” Taehyung menyerahkan kaos lengan pendek berwarna putih miliknya dan sepotong celana training. Itu adalah pakaian berukuran terkecil di apartemen ini, mungkin akan sedikit pas untuk Jungkook.
Jungkook memandangi pakaian pemberian Taehyung dengan wajah sumringah. Ia mengangguk patuh, lalu bermaksud membuka resleting lingerienya saat tiba-tiba Taehyung berteriak…
“SEBENTAR! Kau mau apa?”
Jungkook tersentak saat Taehyung membentaknya. Spontan ia menunduk dan tangannya gemetar. Pemuda ini memintanya untuk mengganti baju, kan? Apa barusan ia melakukan kesalahan? Memikirkan kemungkinan telah melakukan kesalahan membuat Jungkook menunduk, bahunya bergetar. Mutan itu menggigit bibir untuk menahan tangis ketakutan. Apa pemuda ini akan memukulnya karena melakukan kesalahan?
“Ini, tutup dulu tubuhmu dengan ini,” Taehyung melempar selimut tebal ke arah Jungkook sebelum berbalik memunggungi mutan itu. “Jangan sembarangan membuka baju, Jungkook…” perintahnya lembut. Taehyung lupa kalau menghadapi seekor pet—mutan, tidak bisa dengan sikap kasar membentak-bentak.
‘Mereka makhluk rapuh, harus diperlakukan dengan lembut.’ Taehyung mendesah saat tiba-tiba ia teringat kata-kata Zhou Mi-genya yang pernah memelihara mutan hamster. Kini Zhou Mi-ge bahkan punya dua mutan yang diurusnya. Banyak sekali sepupu dan keluarga dekatnya yang punya pengalaman memelihara mutan. Yoongi-hyung, Zhoumi-ge, Namjoon-hyung— Eh?
Benar!
Alis Taehyung naik. Tidak berguna sekali otak jeniusnya ini. Kenapa ia baru ingat sekarang? Ia bisa menelpon salah satu hyungnya untuk meminta bantuan!
Taehyung berlari ke kamarnya, diraihnya ponsel yang tergeletak di meja rias, lalu Taehyung buru-buru kembali ke ruang tamu.
Jungkook sudah selesai mengganti pakaiannya. Lingerienya yang basah kuyup tergeletak di lantai. Ia sibuk mengerat-ngerat selimut milik Taehyung untuk menghangatkan tubuhnya yang masih sedikit kedinginan.
Taehyung memandangi Jungkook dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Hampir seluruh tubuh mutan ini dibalut selimut, namun Taehyung masih bisa melihat sedikit. Sepertinya pakaian yang ia berikan masih terlalu longgar untuk Jungkook. Ya sudahlah.
Taehyung membuka ponselnya, belum sempat mendial nomor siapapun saat makhluk setengah kucing ini sibuk bermain dengan selimut biru tebal milik Taehyung, membuat dunia Taehyung teralihkan sesaat. Mungkin karena motif beruang-beruang kecil yang ada di sana menarik perhatian Jungkook. Sungguh, pemandangan Jungkook yang dengan polosnya bergumul dengan selimut, telinga kucing yang sudah kering dan kini bergerak-gerak reflek. Imut sekali…
“Ish!” Taehyung tersadar, lalu menggeleng heran. ‘Kucing mahal memang menarik perhatian’, komentarnya dalam hati.
Taehyung memilah beberapa nomor. Ia menarik napas panjang sebelum menekan tombol ‘Call’.
“Halo, hyung?”
Jungkook tercenung mendengar kalimat barusan. Ia berhenti bermain dan mendongkak menatap Taehyung. Matanya membulat shock saat sadar Taehyung tengah memegang ponsel. Tentu saja Jungkook tahu Taehyung sedang menghubungi seseorang. Masalahnya sekarang. Siapa yang dihubungi Taehyung? Jangan-jangan…
“Hyung, tolong ke apartemenku sekarang!”
Jungkook melotot. Kesimpulan pendek itu sampai ke otaknya. Mata hitamnya yang besar membulat makin besar.
“NYAO!” Jungkook berlari menyambar Taehyung sampai mereka terjatuh dan berguling di lantai. Ponsel Taehyung terlempar jauh dan bunyi ‘krak’ terdengar menandakan benda itu baru saja menabrak sesuatu.
“Um… Nyao~” Jungkook menunduk, memendam wajahnya di dada Taehyung, antara takut dan merasa bersalah.
Taehyung melotot. Hatinya ikut hancur saat ia memandangi ponsel miliknya yang sekarang juga sudah hancur. Tadi X-Box portable miliknya, lalu sekarang… The Next G-8, arloji merangkap ponsel yang dibelinya dengan tabungan sendiri…
Taehyung nyaris berkaca-kaca memikirkan hal itu. Tiga bulan susah payah menabung tanpa bantuan uang ayahnya. Dan sekarang… usahanya terbuang sia-sia.
“YA TUHAAAAAAN!” Taehyung bangkit dengan murka, dihempasnya tubuh Jungkook menjauh. Suara retak-retak amarah di kepalanya berhasil menutup telinga Taehyung dari desis suara lain, desis suara Jungkook yang kesakitan saat tubuhnya terhempas ke lantai.
“Unggg…” Jungkook memejamkan matanya rapat-rapat. Ia menunduk sambil menutupi hidungnya, siap menerima hantaman atau pukulan apapun yang akan diberikan Taehyung padanya. Namun tidak ada. Saat Jungkook membuka mata, ia justru melihat Taehyung melangkah pergi. Sepertinya Taehyung tidak berniat dekat-dekat lagi darinya. Jungkook meringis sedih memikirkan ini. Ia beringsut mundur dan meringkuk di sudut ruangan.
www
Taehyung melangkah murka, ia kembali mengorek-orek isi lemari built in di kamarnya. Diperiksanya setiap laci dan setiap sudut. Begitu Taehyung menangkap ujung benda yang tengah dicarinya, Taehyung menghela napas. Diraihnya gelang hitam yang tergeletak di atas tumpukan pakaian.
‘lebih baik kupakai di sini dari pada mutan itu merusaknya lagi‘, pikir Taehyung dalam hati sembari melilitkan gelang itu di tangannya. Taehyung menekan tombol di bawah gelang, dan layar hologram muncul menutupi telapak tangannya.
“Kenapa Zhoumi-ge bisa tahan memelihara mutan sih?” bisik Taehyung setengah mengeluh. Dipilahnya beberapa kontak. Sebenarnya Taehyung ingin meminta pertolongan pada Zhoumi yang lebih profesional menangani mutan peliharaan, tapi rasanya tidak mungkin. Hyungnya tidak mungkin mau repot berkendara di malam hari dari Gangnam ke Nowon, terlebih saat cuaca tidak mendukung seperti ini. Dan Yoongi-hyung juga tidak mungkin datang. Bukan tidak mungkin sih, Taehyung yang tidak ingin Yoongi datang. Karena mengundang Yoongi sama artinya dengan mengundang Jimin. NOOOO WAAAAAY!
Jadi, tidak ada pilihan lain…
Klik!
“Oi, Taehyung. Tumben menghubungiku?” Ilusi wajah tampan berkepala besar muncul di telapak tangan Taehyung. Ekspresinya tidak enak, dan sesekali ia menyahut ‘Iya sayang tunggu sebentar,’ pada suara-suara makian yang terdengar di belakang.
Taehyung menyeringai. Sepertinya ia kenal pemilik suara itu. “Kau sedang berkelahi dengan Jinnie-hyung?” godanya. Namun sebisa mungkin Taehyung menahan niatnya untuk mengejek Namjoon lebih jauh. Bisa-bisa nanti hyung-nya ini menolak membantu kalau Taehyung mengejeknya.
“Aish! Cepat katakan apa maumu, Kim!”
Taehyung tersenyum imut. Sebisa mungkin memamerkan senyum manisnya meskipun Namjoon malah berseru mencibir. “Jangan pasang wajah seperti itu, magnae! Iyuh! Menjijikkan!”
Taehyung mengabaikan komentar barusan. Kini ia sedang berusaha menunjukkan fail puppy eyes–nya. “Hyung, tolong ke rumahku sekarang. Please?”
“Malam-malam begini?! Untuk apaaa?”
“Please-please-please, hyung? Ada urusan yang penting sekali, nanti kujelaskan di sini.”
“Ogah! Katakan dulu ada apa!”
“Aish, hyung. Merepotkan sekali sih!”
“Kau yang merepotkan, tolol!”
Taehyung mengeram, ia benci melakukan hal yang bertele-tele seperti ini. Sejurus kemudian seringai muncul di wajahnya. Selalu ada cara untuk mempercepat urusan.
“Hyung, kutunggu kau sepuluh menit di apartemenku! Lewat dari sepuluh menit, bersiap saja… Jinnie-hyung pasti senang melihat fotomu yang telanjang bersama mutan puppy itu..”
‘What? Sialan kau Kim Ta—’
Flip!
Taehyung memutus komunikasi mereka. Ia mengembalikan gadget miliknya ke dalam lemari lalu tertawa bahagia. Penderitaan orang lain selalu berhasil menyenangkan hatinya, apalagi kalau yang ia buat menderita itu Kim Namjoon, kakak sepupunya sendiri. Maka, makin berlipat-lipatlah kebahagiaan seorang Kim Taehyung.
www
Selesai menghubungi Namjoon, Taehyung berlalu ke dapur untuk memasak sesuatu. Beruntungnya ia tinggal di apartemen mewah ini, cukup masukkan makanan instan ke dalam oven, dan Taehyung tidak perlu repot-repot menghancurkan dapur.
Taehyung mengendus harum makanan instan yang tersaji di depannya. Nasi panas mengepul dengan kuah kari dan potongan daging panggang. Bagus sekali, biasanya Taehyung memesan makanan keluar. Dan hari ini… Ia terpaksa mengeluarkan tenaga untuk menyiapkan makanan. Demi kucing nakal itu! Kalau ditanya kenapa Taehyung mau repot-repot memasak untuk orang lain sedangkan memasak untuk dirinya sendiri pun ia malas… Jawabannya sederhana. Taehyung tidak akan membiarkan seekor mutan tanpa asal-usul mati kelaparan di ruang tamu apartemennya, masalah akan tambah runyam. Tapi apapun itu, pokoknya kucing terlantar itu berhutang budi besar padanya!
Taehyung membawa sepiring nasi dan sebotol air putih dengan tangan telanjang ke ruang tamu. Seumur-umur baru kali ini ia melakukan pekerjaan sepele seperti ini (secara cuma-cuma) untuk orang lain. Taehyung jadi berpikir kalau-kalau ia harus menampung mutan itu sedikit lebih lama, tidak mungkin kan ia akan melayani segala hal yang dibutuhkan seekor kucing mutan! Demi apapun! Walaupun Taehyung akan mengusahakan bagaimanapun caranya mutan itu harus kembali ke asalnya. Hal ini tetap membuat Taehyung berpikir untuk menabung lagi. Mungkin dalam tiga bulan ia bisa membeli sebuah maidroid untuk mengerjakan hal-hal sepele seperti ini.
Taehyung berjalan ke arah ruang tamu. Tanpa sadar, baru saja ia berpikir untuk menabung dan mengeluarkan uangnya demi membeli maidroid, sebuah robot pembantu untuk melayani Jungkook. Taehyung yang luar biasa pelit soal menggunakan uang gaji kerja sambilannya, tiba-tiba terpikir untuk membeli barang mahal demi seekor kucing mutan.
“Oi, Jungkook!” panggil Taehyung sembari mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruang tamu. Mata Taehyung menyipit dan keningnya bertaut saat dilihatnya Jungkook meringkuk di sudut ruangan. Taehyung meletakkan piring dan botol di tangannya ke atas meja sebelum akhirnya melangkah mendekati Jungkook.
“Jungkook?” panggil Taehyung lagi, kini suaranya melembut.
Mutan itu tidak merespon meskipun Taehyung memanggilnya beberapa kali. Kepalanya tertunduk bertumpu di lutut dengan kedua tangan menutup mulut.
“Jungkook?” Taehyung mencolek kepala Jungkook, namun mutan itu tetap tidak memberi respon. Akhirnya, karena tidak sabar, ia mengangkat kening mutan dan betapa terkejutnya Taehyung…
Tangan mutan itu jatuh terkulai, darah kental tergenang di bagian telapaknya. Taehyung tercekat melihat darah segar terus mengalir dari hidung mungil dan sudut bibir Jungkook. Wajah cantik itu kini sepucat mayat dan kotor dipenuhi darah.
www
Panik! Taehyung menepuk wajah Jungkook dengan panik. “Jungkook-ah? Oi! Jungkook-ah!” panggil Taehyung gugup. Namun mutan itu masih tidak merespon. Begitu Taehyung menyenggol bahunya, tubuh Jungkook justru oleng ke depan dan jatuh ke dalam pelukan Taehyung. Bagus, sekarang darahnya mengotori kaos biru yang dikenakan Taehyung.
Oh, Tuhaaan! Mutan mati di apartemenku dan aku yang akan kena getahnya!
Gugup Taehyung meraih lengan Jungkook, digenggamnya pergelangan tangan mutan itu dan ditekannya urat nadi di sana.
Nyut. Nyut. Denyut bukti kehidupan itu terasa di jempol Taehyung. Jungkook masih hidup! Nadinya masih berdenyut!
Taehyung mendesah lega. Setidaknya sekarang ia bisa lega. Mutan ini harus segera mendapatkan pertolongan atau ia benar-benar mati dan itu akan menjadi musibah besar bagi Taehyung.
Dengan gesit, Taehyung menyelipkan kedua lengannya di bawah lutut dan punggung Jungkook. Lalu, hup!
Taehyung bersorak. Tubuh ini terangkat! Padahal biasanya Taehyung yang kerempeng selalu kesulitan mengangkat barang berat. Tapi ini? Mengangkat seekor mutan! Ototnya pasti sudah bertambah diam-diam.
Taehyung masih sempat memuji dirinya sendiri meskipun sebenarnya ia sanggup menggendong Jungkook karena tubuh mutan itu yang memang luar biasa ringan.
Taehyung membopong tubuh dalam gendongannya ke ruang tengah, dibaringkannya Jungkook hati-hati ke atas matras portabel yang biasa digunakan Taehyung untuk bersantai. Setelah itu, Taehyung meraih bantal mungil untuk diselipkan ke bawah leher Jungkook, berusaha mencegah darah dari hidung dan bibir mutan itu merembes kemana-mana.
Taehyung mendesah. Buru-buru ia berlalu ke dapur mencari air hangat dan handuk bersih. Seumur-umur baru kali ini Taehyung dihadapkan dengan keadaan seperti ini. Ia bahkan tidak pernah mengurus orang sakit, demi apapun!
“Kenapa kau ini merepotkan sekali, sih?” keluh Taehyung sembari mengusap wajah Jungkook canggung. Taehyung mencelupkan ujung handuknya ke air hangat dan mulai membersihkan darah di wajah Jungkook. Noda darah tetap tidak bisa menutupi kecantikan mutan yang terbaring di bawah Taehyung ini.
Taehyung menghela napas dengan sedih. Baru ia sadar kalau raut mutan ini sepucat mayat. Taehyung benar-benar khawatir sekarang. Apa yang harus dilakukannya kalau mutan ini benar-benar mati di sini? Memanggil polisi untuk menanganinya? Ide bagus. Dan wajah Taehyung dipastikan ada di headline koran keesokan harinya.
ting! tong!
Taehyung yang masih sibuk memandangi wajah Jungkook tersentak begitu mendengar suara bel. Tanpa bertanya pun, Taehyung tahu siapa yang sekarang sedang berdiri di luar pintu apartemennya.
Taehyung melompat lalu berlari girang. Buru-buru dibukanya pintu depan sembari tersenyum sumringah. Pertolongan datang!
“Namjoon-hyuuuuung!” Taehyung memanggil nama kakaknya dengan penuh haru.
“Woi! Lepaskan aku, Kim Taehyung!” teriak Namjoon gerah sembari berusaha melepaskan diri dari pelukan Taehyung.
Mungkin Taehyung tidak akan sadar dan keterusan memeluk Namjoon saking bahagianya, namun saat sepasang mata menatapnya dengan aura mengerikan, Taehyung buru-buru melepas Namjoon lalu tersenyum canggung.
“J-Jinnie-hyung!” sapa Taehyung sok ramah pada sosok pemuda kecil yang berdiri di belakang Namjoon. Taehyung memaksakan senyum manis pada Seokjin yang masih memasang tampang keruh, sedikit merinding mengingat Seokjin masih dalam keadaan bad mood.
“Hyung, cepat masuk!” Taehyung menarik Namjoon dan Seokjin masuk. Ia sempat melongok keluar, memastikan keadaan lorong apartemen sebelum mengunci pintu. “Hyung, langsung ke ruang tengah!”
Namjoon berdecak. Belum apa-apa adik sepupunya ini sudah berani memerintah.
“Tsk! Kau mau apa menyuruhku kemari malam-malam, heh?” Namjoon mengulurkan tangannya bermaksud merangkul Seokjin, namun naas, kekasihnya itu menepis tangan Namjoon sembari mencibir “jangan sentuh aku!”
Taehyung mendesah, “Lihat sendiri, hyung…” jawabnya dari belakang Namjoon.
“Hyungie—” Seokjin membeku di tempatnya berdiri, tangannya terulur ke depan Namjoon, menahan kekasihnya untuk tidak melangkah lebih jauh.
Bukan sekali dua kali Namjoon dan Seokjin berkunjung ke apartemen ini, karena itu bagi mereka tempat ini cukup familiar. Namjoon juga tahu betul kalau sepupunya ini tinggal sendiri. Karena itu Namjoon sempat tercengang begitu melihat seseorang–bukan, seekor mutan terbaring di atas matras di ruang tengah apartemen Taehyung.
“What the— Sejak kapan kau punya pet, Kim!” Namjoon melotot memandangi raut cantik mutan itu. Mutan secantik ini, pasti harganya mahal! Dan seorang Kim Taehyung yang irit tidak mungkin punya cukup uang untuk membeli peliharaan elit seperti ini. Tidak mungkin juga Taehyung meminta uang pada ayahnya. Tidak mungkin! Namjoon menggeleng tidak percaya, namun gelengan itu punya arti yang berbeda di mata Seokjin. Menurut Seokjin, kekasihnya menggelengkan kepala seperti orang yang tengah terpesona…
Pletak!
Tidak tanggung-tanggung Seokjin menempeleng kepala Namjoon.
“Awww, sakit chagiya!” Namjoon mengeluh manja, namun bukan belas kasihan, justru satu jitakan lagi mendarat di kepalanya.
“Bukan milikku, hyung,” jawab Taehyung seraya menggiring kedua tamunya mendekati Jungkook. “Aku menemukannya tadi, di halte bus.”
“Tidak mungkin! Lihat wajahnya! Mungkin dia tersesat atau lepas dari pengawasan majikannya,” Namjoon menunjuk-nunjuk wajah Jungkook, nyaris menyentuh kulit mulus itu kalau saja Seokjin tidak buru-buru menampik tangannya.
“Mungkin,” Taehyung mengangguk setuju. Ia juga sempat berpikir begitu, terlebih Jungkook masih mengenakan collar.
“Lalu kenapa kau bawa pulang, bodoh?”
“Aku tidak membawanya pulang, hyung! Dia yang menempel padaku!”
“Tidak mungkin, kau pasti melihatnya di jalan sendirian lalu mengambil kesempatan untuk membawanya karena dia cantik! Iya, kan? Sudah mengaku sajalah Kim Taehyung mesum!”
“Aku tidak mesum!”
“Kim Taehyung iblis mesum!”
“Aku tidak mesum!”
“Mesum!”
“Tidak!”
“Mesuuum!”
“Tidaaak!”
“DIAAAAAM!” Seokjin berteriak murka.
Dan Namjoon-Taehyung pun bungkam, mencari aman daripada Seokjin semakin murka pada mereka.
“Bodoh! Kenapa malah berkelahi, sih? Kalian mau kuadu di ruangan? Dengan senjata sekalian?!” bentak Seokjin kejam. Ia sibuk memeriksa mutan ini sejak tadi, kepalanya nyaris pecah mendengarkan pertengkaran tidak bermutu antara Taehyung dan Namjoon. “Lihat! Anak ini demam!” ujar Seokjin sembari mengecek temperatur Jungkook dengan punggung tangannya. “Aku lihat semburat merah di atas bibirnya, dia pasti mimisan tadi!” tebak Seokjin sepenuhnya benar.
Taehyung mengangguk. “Dari bibir dan hidungnya mengeluarkan darah, sudah kubersihkan tadi,” jawabnya setengah berbisik, agak takut melihat sikap galak sepupu iparnya ini.
“Aish! Benar kan! Cepat carikan kompres, Tae!” perintah Seokjin tegas. “Dan NamJoon-ah, telpon dokter! Sekarang!”
“Siap laksanakan, my baby.”
Taehyung baru akan bangkit untuk mencari kompres instan, namun begitu mendengar perintah terakhir Seokjin, matanya melotot panik. Buru-buru direbutnya ponsel Namjoon, “Tidak, hyung! Jangan telpon siapapun!”
“Tae! Biarkan Namjoon menelpon dokter! Kalau kau memikirkan biayanya, biar nanti aku yang bayar!” ujar Seokjin sembari mencibir betapa kikirnya Taehyung.
“Bukan soal uang, hyung. Kalian mau aku jadi headline koran besok?”
Seokjin dan Namjoon tertegun. Benar juga, sepertinya memanggil dokter ke apartemen Taehyung adalah ide buruk. Taehyung sebagai putra tunggal keluarga Kim pasti menjadi perhatian media. Kalau ada orang lain yang tahu, bukan tidak mungkin keberadaan mutan sakit ini jadi gosip tak sedap untuk menjatuhkan nama Taehyung.
“Uh, benar juga,” Namjoon mengangguk membenarkan ucapan Taehyung, meskipun sepertinya Seokjin masih kurang setuju.
“Lalu harus bagaimana? Mutan ini sakit, harus segera diobati…” Seokjin memandangi wajah Jungkook dengan raut sendu.
“Karena itu aku memanggil kalian. Aku juga bingung, hyung.”
“Sebentar… Pertama, kau dapat mutan ini darimana? Kenapa kau berani sekali membawanya pulang?” Namjoon bertanya.
“Aku menemukannya di halte. Sendirian, menggigil kedinginan dan menempel padaku mati-matian. Terlebih, dia sakit, kan? Mungkin kalau kutinggalkan di sana dan tidak ada yang menemukan dia sampai besok, makhluk ini tidak akan bertahan sampai pagi,” jelas Taehyung sembari mengangkat bahu. Taehyung sendiri bingung kenapa ia berani membawa makhluk ini pulang ke rumahnya. Beruntung tadi keadaan di luar sangat sepi, hanya satu dua pasangan yang berlalu dan tampaknya setengah mabuk. Kalau tidak, pasti sudah ada yang mengambil kesempatan memoto Taehyung bersama Jungkook untuk dijual ke media. “Jadi yah… Entah kenapa akhirnya malah kubawa pulang.”
“Aku baru tahu Kim Taehyung punya rasa belas kasih,” ejek Namjoon dan alhasil, satu jitakan lagi mendarat di kepalanya.
“Diam, Joon-ah!”
“Mianhae, baby.”
“Tidak apa-apa, Tae. Tindakanmu benar, hyung akan membantu. Tenang saja,” Seokjin tersenyum manis. Seratus delapan puluh derajat terbalik dari sikapnya ke Namjoon tadi. “Kau tidak bertanya pada anak ini, namanya? Asalnya dari mana?”
Taehyung menggeleng. Ia baru sadar kalau Jungkook dari tadi belum bicara sedikitpun selain mengucapkan ‘Unggg’ dan ‘NYAO!’
“Aku lihat namanya ada di bandul kalung itu,” jawab Taehyung sembari menunjuk collar yang sedikit tertutup kerah kaos yang kelewat longgar di tubuh Jungkook. “Dia tidak bicara sejak tadi. Mungkin lapar, atau lemas?”
Kening Namjoon mengerut, bingung. “Tidak bicara? Biasanya pet sangat rewel…”
Sekali lagi, Taehyung mengangkat bahu. “Dia menggunakan lingerie saat aku menemukannya. Baru tadi aku menyuruhnya ganti baju dengan kaos lamaku.”
“Lingerie?” Namjoon tampak berpikir. Ia ikut duduk di sisi Seokjin untuk memperhatikan mutan ini lebih dekat. Namjoon pernah memelihara mutan, puppy jenis pet rumahan. Semesum apapun Namjoon, ia tidak pernah menyuruh pet-nya menggunakan lingerie. Terlebih, di luar rumah? Dan saat cuaca sedingin ini! Manusia macam apa yang tega menyuruh mutannya melakukan itu?
Kening Namjoon mengernyit lebih dalam. Namjoon mengusap bandul emas dengan ukiran ‘JUNGKOOK’ besar di bagian depannya. Jadi nama mutan ini Jungkook? Namjoon mengusap permukaan collar itu lalu memutuskan untuk melepasnya dari leher Jungkook. Collar itu berbahan kulit asli dan bandulnya terbuat dari emas, bisa dipastikan pemilik mutan ini bukan orang biasa. Dilihat dari penampilannya dan penjelasan Taehyung tentang ‘lingerie’, satu kesimpulan muncul di otak Namjoon.
Apa mungkin mutan ini sex-doll? Mutan-seks?
“Kau menyuruhnya ganti, kan? Lihat sesuatu yang mencurigakan di tubuhnya?” Namjoon menatap Taehyung dengan ekspresi menginterogasi.
Taehyung mendelik, “A-aku tidak melihat apapun! Dia mengganti bajunya sendiri dan aku tidak mengintip!” cecarnya buru-buru.
“Aish, kenapa panik sekali sih? Aku kan cuma bertanya,” Namjoon mencibir. Kali ini ia dan kekasihnya saling bertukar pandang. “Kau mengerti apa maksudnya kan, Jinnie-baby?”
“Ne…” Seokjin mengangguk lalu berpaling pada Taehyung. “Tae, coba tahan tubuhnya sedikit. Aku mau memeriksa sesuatu.”
Taehyung menurut. Ia ikut duduk di atas matras, berhadapan dengan Namjoon.
“Angkat sedikit, tahan bagian bahu saja.”
Taehyung melakukannya. Ia bergerak hati-hati, menyelipkan tangannya di ketiak Jungkook dan mulai mengubah posisi tidur mutan itu menyamping.
“Joon-ah, buka bajunya.”
“W-what?” Taehyung mendelik kaget, namun ia tidak bisa memprotes lebih jauh karena Seokjin tampak begitu serius saat Namjoon perlahan-lahan melepas t-shirt longgar yang dikenakan Jungkook dengan mudahnya.
Kaos itu perlahan terangkat, menyibak bagian punggung dan perut Jungkook yang putih pucat bercampur semburat merah. Saat kaos itu tersibak sepenuhnya, tiga pasang mata di ruangan itu terbelalak. Shock.
Gurat merah dan memar kebiruan tampak jelas memenuhi sekujur punggung dan perut Jungkook. Beberapa nyaris samar seperti luka lama. Beberapa tampak baru, masih merah bercampur semburat darah.
“Oh… My—” Seokjin mengatup mulutnya, tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Taehyung melongo, tercengang. Punggung itu tampak seperti di warnai dengan cat, Taehyung tidak percaya ada seseorang dengan wajah serapuh Jungkook menyimpan luka dan memar sebanyak itu. Tidak mungkin mutan ini habis berkelahi kan? Atau mungkin itu memang bukan luka sungguhan?
“Lebih baik kita panggil dokter sekarang, Tae!” seru Seokjin panik.
Taehyung menggeleng linglung, ia sendiri bingung harus bagaimana. Kalau mereka memanggil dokter sekarang, nama Taehyung yang akan terkena imbasnya. Tapi kalau mereka tidak memanggil juru medis, bisa-bisa mutan ini mati di rumah Taehyung! Oh, Tuhan!
“Jangan,” sambung Namjoon tiba-tiba. Namjoon masih memandangi luka di punggung Jungkook dengan ekspresi serius. Wajahnya memancarkan seolah ia memang mengetahui sesuatu. “Jangan panggil dokter, kita harus memikirkan akibatnya sebelum memutuskan untuk bertindak. Memanggil dokter sama dengan mengorbankan Taehyung.”
“Hyung-ah…” Taehyung nyaris menangis haru mendengar penjelasan Namjoon. Baru kali ini kakak sepupunya ini begitu perhatian dan memikirkan kepentingan Taehyung.
“Lalu harus bagaimana, Joon-ah? Kau lihat luka ini?” Seokjin menunjuk hati-hati luka bakar yang sedikit lembab di ujung punggung Jungkook. “Mutan ini bisa terinfeksi!”
Namjoon juga melihat luka itu, keningnya sedikit mengerut prihatin namun ia masih menggeleng. “Tidak. Lebih baik kita minta bantuan Jimin-hyung. Telpon Yoongi sekarang, Tae.”
“What?” seru Taehyung kaget. “Minta bantuan Jimin-hyung? Itu sama buruknya dengan memanggil dokter!”
“Bicara apa, sih? Hanya Jimin yang bisa mengatasi masalah ini. Kau lihat bandul collarnya? Pemilik mutan ini bukan orang biasa! Tidak boleh ada orang lain yang melihat Jungkook, jadi bantuan Jimin adalah satu-satunya pilihan kita sekarang,” ujar Namjoon. Ia mendengus, yakin sekali mutan ini korban penganiayaan majikannya. Hal seperti ini memang tidak aneh lagi, meski tidak terang-terangan di luar sana masih banyak mutan-mutan yang dijadikan sex-dolls dan bulan-bulanan penyiksaan kaum konglomerat.
“Aish!” Taehyung melengos pasrah. Tidak bisa berbuat apa-apa saat Seokjin membuka ponselnya, dan tanpa ditanya pun Taehyung tahu siapa yang berbicara dengan Seokjin di seberang sana.
“Yoongi-hyung dan Jimin-hyung ada di rumah sekarang.”
Namjoon mengangguk senang. “Bagus, kita pergi sekarang.”
“Tunggu dulu! Bagaimana caranya kita membawa mutan ini? Aku yang gendong?” Taehyung melengos dengan wajah malang. Kenapa rasanya kesialannya datang bertubi-tubi?
“Kalau bukan kau siapa lagi yang mau gendong?”
“Ada Namjoon-hyung!” teriak Taehyung frustasi, tanpa sadar seruan Taehyung barusan sedikit mengusik Jungkook. Mutan itu menggeliat pelan, sedikit meringis saat punggungnya bersentuhan dengan matras.
“Unggg—”
Namjoon, Seokjin, dan Taehyung spontan beralih ke arah Jungkook, saat mutan manis itu perlahan sadar dan mengerjap lemah.
Jungkook mengerjap-ngerjap, pandangan matanya masih sedikit buram. Ditambah pusing dan nyeri di sekujur punggungnya, Jungkook hanya bisa tergeletak kaku di atas matras empuk yang menopang tubuhnya.
“Yah, dia sudah sadar! Cepat ambil air minum, Tae!”
Taehyung tidak beranjak, ia hanya meraih botol mineral yang tergeletak dekat di kakinya dan menyerahkannya pada Seokjin. Teringat tadi dirinya sempat membawakan minum dan makanan instan untuk Jungkook.
“Joon-ah, topang tubuhnya.”
Namjoon belum sempat beranjak untuk melaksanakan perintah Seokjin, karena mutan itu berjengit kaget dan buru-buru menghindar saat Seokjin menyentuh lengannya.
“Ada apa?” Seokjin bertanya bingung, ia baru ingin menarik tangan Jungkook dan mutan itu buru-buru mundur menjauh, ekspresi Jungkook dipenuhi ketakutan dan teror.
Jungkook memeluk dirinya sendiri dan meremas lengannya yang sempat tersentuh Seokjin tadi. Ketakutan terpancar jelas di wajah pucatnya, seolah sentuhan Seokjin akan menyakitinya, seolah Seokjin bermaksud untuk memukulnya karena ia berbuat nakal tadi.
“Unggg—” Jungkook terisak, ia menunduk dalam-dalam dan dengan ling-lung mengawasi keadaan sekitarnya. Ia melihat dua laki-laki, keduanya manusia. Satu orang yang baru saja menyentuhnya dan satu orang lagi beringsut menjauh, seolah memberi jarak. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Taehyung di manapun, ini membuat Jungkook makin gemetar ketakutan. Apa Taehyung benar-benar tidak mau menampungnya dan membuangnya ke rumah orang lain? Di mana ia sekarang?
Benar. Sepertinya Taehyung benar-benar membuangnya. Lagipula siapa yang mau menampung mutan seperti Jungkook? Jungkook tersedak di tengah isak, darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Jungkook mundur makin ketakutan, karena Seokjin tampaknya tidak berniat menyerah. Seokjin nyaris menangis melihat keadaan mutan ini, ia bahkan tidak pernah memelihara mutan. Tapi tetap saja, siapa yang tega melihat mutan semanis ini gemetar ketakutan lalu terbatuk darah sambil memasang ekspresi seolah seluruh dunia akan menyakitinya?
Jungkook menghela napas berat, dadanya terasa panas dan kepalanya sedikit berputar– pusing. Saat satu di antara dua pemuda manusia itu berusaha mendekatinya, namun Jungkook mundur ketakutan. Pasti mereka akan menghukumnya sekarang, karena Jungkook sudah berbuat nakal dan mengotori matras ini dengan noda darahnya. Jungkook tidak akan bisa menolak hukuman, ia tidak akan menolak hukuman, tapi setidaknya jangan sekarang… Ia sudah tidak kuat. Tidak…
Jungkook sudah tidak bisa mundur lagi. Punggungnya tertahan sesuatu, bukan tembok, rasanya ini hangat dan bergerak. Seperti… Manusia!
Jungkook bernapas tersendat, pacu jantungnya terasa berat. Rasanya ketakutan itu sudah sampai di kerongkongan, membuat Jungkook terisak makin kuat dan darah kembali mengalir dari hidungnya. Awalnya ia tidak berani berpaling, namun merasa tidak ada respon dari orang di belakangnya, Jungkook memberanikan diri untuk memutar kepalanya. Dan, hola…
Jungkook terkesiap. Pandangannya menghangat karena airmata.
Taehyung!
Kalau saja bisa besuara, Jungkook pasti sudah bersorak saking gembiranya. Jungkook memeluk Taehyung erat-erat. Ia memendam wajahnya di dada Taehyung sambil menangis terisak-isak. Jungkook bahkan sudah tidak peduli kalau nanti Taehyung marah dan menghukumnya karena ia sudah mengotori kaos Taehyung dengan noda darah dari hidung dan mulutnya. Yang penting ada Taehyung di sini, yang penting Taehyung tidak membuangnya.
“Uh— hyung, tolong aku?” Taehyung menatap Seokjin dengan pandangan memelas. Jungkook memeluknya terlalu erat, nyaris tidak ada jarak di antara mereka karena dada dan wajah Jungkook sudah menempel sepenuhnya pada Taehyung. Taehyung sampai kesulitan bernapas.
“J-Jungkook-ah, ayo lepaskan Taehyung. Lihat, Taehyung jadi kesulitan bernapas,” Seokjin berusaha merayu Jungkook dan menarik bahunya lembut. Namun semakin Seokjin menyentuh Jungkook, semakin mutan itu memeluk Taehyung erat-erat.
Tidak tahan melihat situasi canggung ini, Namjoon akhirnya turun tangan.
“Coba kau yang minta, Tae. Bilang padanya untuk melepaskanmu.”
Taehyung menahan nafas, mulai merasa risih dan sesak. “J-Jungkook, lepaskan aku.”
“Unggg!” Jungkook menggeleng kuat-kuat di dada Taehyung.
Namjoon menghela napas. Mutan lamanya bahkan tidak sekeras kepala ini. Tapi biasanya mutan akan menurut pada orang yang disukainya, mungkin saja kan? “Coba suruh dia dengan lebih memerintah, Tae.”
Taehyung mendengus, alih-alih mengangguk. Ia sudah terlalu risih sampai akhirnya memutuskan untuk bersikap sedikit kasar.
“Jungkook-ah! Lepaskan aku!” Taehyung nyaris mendorong tubuh Jungkook menjauh darinya. Kalau saja Seokjin tidak menahan tubuh mutan itu dari belakang, Jungkook pasti sudah terhempas ke lantai.
“TAEHYUNG!” Seokjin berteriak murka. Beruntung ia sigap menahan Jungkook, meski pada akhirnya mutan itu tetap buru-buru menyingkir dari sentuhan Seokjin, tetap saja… Seokjin murka!
“Sekali lagi kau bersikap kasar, jangan harap harga dirimu sebagai laki-laki masih utuh sampai besok!” ancam Seokjin sembari meremas ujung celana Taehyung dan melirik ke bagian tengah di antara selangkangan Taehyung, berusaha mengisyaratkan ancaman mengerikan itu pada dongsaengnya.
“M-mianhae, hyung!” Taehyung buru-buru minta maaf, ia membungkuk-sebelum Seokjin bertambah murka. Sumpah, Taehyung tidak mau bermasalah dengan Seokjin lagi! Taehyung membungkuk sopan lalu meraih botol minum yang ada di tangan Seokjin. “Min, kemari.”
Sejak tadi Seokjin selalu gagal mendekati Jungkook. Dan ajaibnya, kali ini mutan cantik itu beringsut mendekat pada Taehyung. Menuruti kata-kata Taehyung meskipun kali ini ia hanya menunduk submisif dan meremas erat ujung kaos Taehyung. Seolah takut jika tidak melakukannya, Taehyung dapat menghilang atau meninggalkannya tiba-tiba.
“Minum ini,” perintah Taehyung lembut sembari berusaha membuat Jungkook memegang botol itu sendiri. Namun Jungkook hanya bergeming sambil mendongkak memandangi Taehyung, matanya membulat bingung.
“Bodoh, tidak lihat ia masih lemah begitu? Kau yang bantu, Tae!”
“I-iya, hyung! Aish!” keluh Taehyung sembari meraih bahu Jungkook mendekat padanya. Taehyung merangkul Jungkook, lalu perlahan ia menawarkan mulut botol yang terbuka itu pada Jungkook. Entah sengaja atau refleks, Jungkook menyandarkan kepalanya di bahu Taehyung dan perlahan minum dari botol itu. Tangan Jungkook ikut menangkup di atas tangan kanan Taehyung yang tengah memegang botol.
Taehyung meringis samar, merasakan dinginnya telapak tangan Jungkook bertemu dengan punggung tangannya. Mungkin benar kata Seokjin, ia harusnya bersikap lebih sabar dan lembut pada mutan ini. Tampaknya mutan ini sangat bergantung padanya, padahal mereka baru bertemu tadi.
Namjoon yang sejak tadi hanya memperhatikan mereka, kini tersenyum tipis. Meski samar dan Taehyung terkesan kasar, ia bisa melihat setitik perhatian di mata Taehyung saat adiknya itu memandang Jungkook.
Seokjin meraih piring nasi instan yang sudah dingin di sisi matras. Daging dan karinya masih sedikit mengepul, setidaknya ini masih pantas di makan. “Sekarang coba kau tawarkan makanan padanya, Tae. Dia pasti kelaparan…” ujar Seokjin dengan raut dan nada keibuan. Taehyung menurutinya, ia meraih sesendok nasi dengan daging di ujungnya lalu menyodorkannya ke mulut Jungkook.
Sejenak, Jungkook memandangi sesendok nasi itu dengan wajah enggan. Lalu ia menggeleng kuat-kuat dan kembali membenamkan wajahnya di dada Taehyung, membuat Taehyung tersentak dan tidak sengaja menumpahkan nasi kari itu ke atas matras.
“Aish!” seru Taehyung jengkel.
Seokjin mendesah prihatin. Sedikit tidak tega melihat sikap Jungkook. “Sudah-sudah, Tae. Biar aku yang bersihkan,” Seokjin beranjak untuk mengambil lap dan alat pembersih di dapur. Karena sialnya, di apartemen super mewah ini tidak ada mesin pembersih atau maidroid yang bisa memudahkan pekerjaan kecil seperti ini. Salahkan Taehyung yang terlalu kikir untuk membeli hal-hal kecil berfungsi penting seperti mesin atau robot-robot pembersih. Dan sekali lagi salahkan Taehyung yang kukuh tidak mau menggunakan uang bulanan yang diberikan lebih dari cukup oleh ayahnya.
“Jangan dipaksa, Tae,” Namjoon tiba-tiba berujar. “Biasanya mutan makan dengan makanan khusus, atau hanya makan satu dua jenis dari ratusan jenis makanan yang bisa kita makan.”
Taehyung merengut. Makanan khusus? Kedengarannya mahal. “Apa mutanmu dulu makan dengan makanan khusus?”
“Mutanku dulu hanya makan daging sapi, tidak mau yang lain. Kupikir karena anjing dan kucing sama-sama karnivora, mungkin makanannya juga tidak jauh-jauh dari daging.”
“Aish, daging. Pasti mahal,” keluh Taehyung tidak ikhlas. Bisikan Taehyung cukup keras dan terdengar oleh Namjoon.
“Aish, kau ini! Kalau kekurangan makanan untuk Jungkook ke rumahku saja!” ujar Namjoon jengkel. Rasanya ia menggaji karyawan kafenya dengan upah lebih dari layak, termasuk Taehyung. Tapi kenapa adik sepupunya bisa sekikir ini sih?
“Hehe, oke hyung! Lagipula aku tidak mungkin lama-lama menampung Jungkook, kan?” Taehyung mengatakannya tanpa berpikir, ia hanya mengutarakan apa yang dipikirkannya sejak awal. Karena memang tidak mungkin bagi Taehyung untuk menampung seekor mutan terlalu lama. Namun sepertinya, kalimat Taehyung barusan membuat Jungkook tiba-tiba tersentak dan refleks menarik kaos di bagian dada Taehyung.
“Eh?” Taehyung terkejut saat Jungkook tiba-tiba menarik kaosnya lalu duduk dipangkuannya. Meskipun merasa risih, Taehyung tidak mungkin mengusir Jungkook kali ini. Bisa-bisa Seokjin mengamuk lagi dan kejantanan Taehyung jadi taruhannya.
“Jungkook-ah, ayo turun,” Taehyung berusaha membuat Jungkook turun dari pangkuannya dengan mengikuti saran Namjoon tadi. Tapi bukannya menurut, Jungkook justru makin erat mencengkeram kaos Taehyung.
“Unggg!” Jungkook menggeleng keras kepala. Meskipun kepala mutan itu menunduk, dari bahunya yang bergetar Taehyung tahu kalau Jungkook tengah terisak— lagi.
“Aish!” Taehyung melenguh, ingin rasanya mencibir betapa cengengnya mutan ini. Jungkook mutan laki-laki, kan? Kenapa cengengnya mengalahkan Jenny, sih! Tapi cibiran itu hanya berhenti di benak Taehyung, karena sekali lagi, Taehyung masih sayang nyawanya.
“Mutan itu sensitif, Tae. Hati-hati saat bicara di depannya,” Namjoon tersenyum geli sembari menasehati adik sepupunya.
“Aish! Iya-iya aku tahu, Mimi-ge sudah pernah mengatakannya padaku!” Mau tidak mau, Taehyung teringat kembali dengan pesan Zhoumi saat itu. Mutan makhluk sensitif, sekaligus penurut pada majikannya. Dan berhubung Jungkook sedang jinak-jinaknya pada Taehyung, tidak ada salahnya Taehyung mencoba saran Namjoon.
Taehyung menyeringai ke arah Namjoon. Dengan hati-hati, ia melingkarkan tangannya di pinggang Jungkook. Tidak terlalu erat karena Taehyung bisa menyakiti Jungkook dengan menyentuh luka yang ada di punggungnya. Taehyung mengusap rambut Jungkook, lalu turun ke tengkuknya. Biasanya kucing suka dielus kan? “Aku akan menampungmu, Koo. Asal sekarang kau turun dari pangkuanku, oke?”
Berhasil!
Meskipun tidak mengatakan apapun, Jungkook mengangguk lemah. Perlahan namun pasti mutan itu turun dari pangkuan Taehyung meskipun ia masih menolak untuk berjauhan dan tetap mencengkeram kaos Taehyung.
“Sial, kau belajar dengan cepat Anak Setan,” cibir Namjoon, setengah mendengus menyaksikan Jungkook yang dengan mudahnya menuruti ucapan Taehyung hanya dengan sedikit rangkulan dan usapan di kepala.
“Tentu. Aku bocah jenius,” sambung Taehyung bangga.
“Tae? Ini jaketmu, kan? Cepat pakaikan ke Jungkook dan kita pergi ke rumah Jimin sekarang,” Seokjin yang tiba-tiba muncul langsung melemparkan jaket biru tua ke arah Taehyung.
Taehyung melotot saat jaket biru tua miliknya mendarat di matras. “H-hyung! Tapi ini jaket baruku! Aku baru memakainya sekali dan harganya hampir seratus ribu won!” protes Taehyung sengit. Namun lagi-lagi, protes Taehyung hanya berhenti sampai di situ.
“Cepat pakaikan!” perintah Seokjin sembari mendelik tak kalah sengit.
Mau tak mau, Taehyung menuruti perintah Seokjin—lagi. “Padahal dia bilang mau membersihkan matrasku, dasar cerewet!” bisik Taehyung jengkel. Namun tampaknya cibiran sekecil apapun pasti akan sampai ke telinga neraka Seokjin.
“Kau bilang apa tadi?”
“T-tidak, hyung! A-aku bilang, ayo berangkat sekarang!”
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Sugar, Baby – Special Ch
Author: Narkive94 -
🔒 Braven – 13. Enamour
Author: Miinalee -
🔒 Kamu & Aku: Satu
Author: Ipul RS -
🔒 Closer pt. 2 (NC)
Author: _baepsae95
Reviews
There are no reviews yet.