Arthur ingin mengamuk saat lagi-lagi Jungkook menghabiskan waktu dan energinya di ruang gym. Gatal sekali ingin dikomentarinya kenapa akhir pekan dihabiskan di ruang gym bukan justru digunakan untuk merawat putri mereka. Tapi komentar itu terkesan sensitif, menuntut, patriarkis, dan sepihak karena baik Jungkook dan dirinya sama-sama lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Mereka sama-sama sibuk untuk alasan yang berbeda. Arthur dengan pekerjaannya dan Jungkook dengan kampusnya.
Saat malam, Jungkook memang lebih banyak tidur di kamar Nymeria, bentuk kerugian lain yang harus ditanggung Arthur seorang diri. Dan pagi harinya selalu diawali dengan sesi work-out kilat sebelum berangkat ke kampus. Saat weekend, jadwal workout itu lebih gila lagi. Arthur yang kebetulan menganggur hari ini dibuat jengkel karena Jungkook memutuskan untuk menyendiri lagi di ruang gym pribadi mereka.
Setelah selesai dengan cable crossover, pemuda itu pindah ke sesi push up. Nyaris tengkurap di atas lantai, bermandikan peluh, bertumpu dengan dua tangan dan ujung jari-jari kakinya, berusaha mengangkat tubuhnya untuk kelima puluh lima kalinya. Otot tangan dan bahu pemuda itu berkedut dengan urat-urat menyembul, dadanya yang halus mengilap oleh keringat. Sweaternya sudah tanggal terkulai di atas lantai, kini pemuda itu hanya mengenakan wifebeater dan celana joger abu yang jadi paduan membara bagi Arthur untuk buru-buru menyeret Jungkook keluar dari sana.
Atau mereka bisa tetap berada disini, Arthur bersedia menemani istrinya push up. Tapi Jungkook harus push up di atas tubuhnya.
“Itu push up kelima puluh hari ini.”
Melihat Jungkook hampir semaput, dihampirinya pemuda itu bermaksud memapahnya hingga berdiri.
Jungkook hanya menepuk uluran tangan Arthur lalu bangkit sendiri. Pemuda itu menghela napas dalam-dalam dan tersenyum begitu manis untuk menyembunyikan rasa lelahnya. Ia tahu, Arthur bukan khawatir, pria itu tengah mencari celah untuk mengejeknya agar Jungkook mengurangi jadwal work outnya. Dan suaminya boleh berusaha lebih keras, keinginannya tidak akan terjadi hari ini.
Bukan bangun untuk istirahat, Jungkook justru memanjat mesin kardio.
“YOU CRAZY?”
“Huh?” Jungkook tertawa sambil mempercepat putaran rel di bawah kakinya. Benda ini akan membantunya memperkecil pinggang dan memperkokoh otot paha, yang sepertinya akhir-akhir ini jadi bagian berlemak yang agak sulit dikontrol. Arthur berdiri marah di sisinya sementara mata Jungkook terarah ke depan, menatap keluar dinding kaca, tempat Nymeria duduk di pinggir kolam renang dijaga oleh Jean dan Angelina.
“Turun dari sana sebelum kau pingsan.”
“Tiyin diyi sini sibiyim ki pingcin.” Jungkook mencebik, merasa geli sendiri melihat amarah di wajah Arthur.
“Aku serius, bird.”
“Yea, sama. Try me.”
“Aku tidak mau main kasar. Turun dari sana. SEKARANG.” suara Arthur berubah jadi gerungan berat. Jungkook seharusnya takut, seharusnya.
“Uhhh, aku mau dikasari daddy~” Jungkook terbawa suasana, berpikir Arthur pasti menangkap nada bercandanya.
Tapi ini Arthur, dengan level humor 15 tahun lebih kolot darinya.
Begitu suara manja menjengkelkan yang dibuat-buat itu keluar dari bibir Jungkook, Arthur menginjak steker mesin kardio itu hingga terlepas dari saklarnya. Bunyi denting besi steker membanting lantai harusnya jadi alarm bagi Jungkook, tapi pemuda itu tersentak dan sibuk menjaga keseimbangan diri untuk tidak terjatuh begitu mesin tiba-tiba berhenti. Jadi Jungkook terlambat menyadari jenis ancaman apa yang akan terjadi tepat di depan matanya.
Arthur terlanjur membantingnya ke mesin kardio, dengan pegangan berbentuk U di depannya dan tubuh besar Arthur menekan di belakangnya, situasi ini mendadak jadi kerangkeng bagi Jungkook.
“Nymeria di luar, Arthur. Not here not now.”
“Ah… kau lupa ini kaca film? Kau sendiri yang minta, hm? Supaya kau bebas disini tanpa diawasi?”
“YEA. BUT NOT FOR THIS. Arthur, gettt offff! Man, kau baru dapat jatahmu semalam.”
“You’re getting good with this.” Arthur meraba lebih banyak, mencuil lebih jahil. “Biasanya dua hari pincang, ingat? Sekarang belum 24 jam kau sudah lari di atas kardio. My half,” katanya sambil menyesap aroma rambut Jungkook lamat-lamat, “My love.”
Jungkook merinding mendengarnya.
“Berisik! Aku harus bakar kalori, kau mengganggu. Lepasss!” Jungkook berusaha menyikut Arthur agar menyingkir darinya. Tapi tangan pria itu berkutat lebih semena-mena di depan dadanya.
“Fucking burns more calories than cardio, you know that?” Arthur mengecupi tengkuk Jungkook, wajah berjanggutnya menggesek leher halus itu hingga Jungkook meremang. Arthur merengkuh pinggang pemuda itu lebih kencang, meski sedikit berhati-hati saat tangannya menelisik bagian perut Jungkook.
“We should do this more, and more, and more, and more. Biar otot barumu itu berguna sedikit, bukan sekedar pajangan.”
“MEMANG KUBUAT UNTUK JADI PAJANGAN!” Jungkook mendorong dada Arthur, masih berusaha. Ototnya tidak menipu, sumpah demi Tuhan. Tapi kalau ia harus diadu dengan suaminya begini, jelas otot barunya yang masih seusia Nymeria kalah telak sebelum bergulat. “No no no no no!“
“So it’s a no?” Arthur mendengus, dikecupnya pipi Jungkook sambil melonggarkan kerangkengnya. Ia tidak bersedia menyerah cepat-cepat, tapi kadang-kadang cara muslihat Jungkook menyenangkan untuk ditiru. “Aku tidak mau memaksa.” katanya lembut, sambil mengecup, sambil mengusap, ke bagian-bagian terlemah Jungkook yang dikenalnya begitu jelas.
Tidak ingin memaksa, Jungkook mendengus. Tapi tangan besar pria itu mengusap terlalu dekat di selangkangannya.
Jungkook mengerang terlalu pelan, tahu-tahu tangannya sudah berpegang di lengan besar Arthur.
“Mmm-kay.” putusnya dengan nada mengalah, “Satu kali setelah itu tinggalkan aku sendiri.”
“Deal. Kutinggal satu jam.”
“SATU JAM?!” Jungkook hampir memekik, terlalu marah. Namun begitu berbalik, Arthur menyambar bibirnya dan menghimpitnya disana. Pria itu mengangkat Jungkook hingga pemuda itu setengah duduk di atas mesin kardio.
Arthur menyeringai menyadari betapa mudah ia menanggalkan joger karet yang dikenakan Jungkook. Pakaian olahraga, katanya. Sekali tarik, kulit bawah tubuh Jungkook langsung disergap dingin AC. Baiknya sering-sering dibelikannya Jungkook pakaian olahraga, beragam merk, toh ini hobi istrinya.
“Arthurrr!” Jungkook merintih. Posisi ini menyakiti punggungnya yang tertahan oleh mesin kardio, sekalipun Arthur menahan hampir separuh bobot tubuhnya dan membiarkan Jungkook melingkarkan kaki di pinggangnya.
“‘Arthur‘, huh? Kau punya simpanan sekarang, bird?“
“M-my plan, daddy.” ucapnya kesulitan, di tengah napas, di tengah desahan. “H-hif I h-hhaate someone, goh-gotta make them m-my miss-aaah-ttres!”
“And they’ll be dead in my hands? You are killing them without dirtying your pretty hands.” Arthur menyeringai, sementara mata emasnya berkilat dan caranya menatap membuat Jungkook bergidik. “Bad bird.”
“Cium lagi, daddy.”
“Wish granted, princess.”
Jungkook memekik bermaksud memaki Arthur. Sejak punya Nymeria, ia menolak panggilan feminim jenis apapun. Tapi bibir itu punya kuasa absolut, yang menekan protesnya dalam sekejap. Jejak rambut di wajah Arthur menggesek dagunya dan Jungkook justru makin merapatkan wajah mereka, demi menyesap aroma Arthur. Ia suka posisi ini, tapi tidak akan diakuinya jika itu hanya jadi alasan Arthur untuk melakukan ini berkali-kali. Tanpa kenal waktu dan situasi.
Di tengah sesi menelusuri seluk beluk tubuh terdalam Jungkook, Arthur menatap keluar, dan bertemu mata dengan Angelina. Jendela ruangan ini mungkin terbuat dari kaca film, agak sulit diterawang. Tapi mata wanita itu menatap lurus padanya, sebelum membuang muka dan memutuskan untuk menggendong Nymeria dan berpindah lokasi.
Arthur mengecup rengekan di ujung bibir Jungkook.
“Jangan di dalam, daddy p-please?”
“Jangan di dalam? Kau mau kita berdua mengotori mesin ini?
“A-ah-ku yang bersihkan.” Tidak akan ada yang mau membersihkan ruang gym ini dan Jungkook harus rela jadi babu sehari.
“No. Kau punya control pill-mu, kan? Kenapa harus khawatir, hm?”
Arthur agak yakin niat jahatnya sudah terwujud, tapi sebagai tindakan preventif, akan sering-sering dipastikannya ia keluar di dalam. Dan Arthur sudah bertekad. Jungkook sekalipun, tidak bisa menghalangi. Jadi satu hentakan terakhirnya membuat Jungkook memekik dan berpegang padanya. Pemuda itu menggigit lehernya untuk melampiaskan amarah sementara Arthur meleleh di dalam tubuhnya. Arthur membiarkan, membalas ringan dengan mengecup leher itu lamat-lamat.
Jungkook tertatih duduk miring di atas lantai di sisi kardio. Pemuda itu merintih kesakitan tapi bersikeras membersihkan sisa-sisa cairan mereka dari mesin kardio. Arthur yang jatuh iba, ikut berlutut di sisinya, menarik selembar tisu basah dan ikut mengelap mesin itu.
Mungkin tidak sakit lagi setelah 24 jam, tapi sisa pergulatan mereka jelas akan terasa tiga jam ke depan. Jungkook menganggap sakitnya ini sebagai tambahan latihannya, dan tidak sedikitpun niatnya untuk melanjutkan sesi work out akan berkurang. Jalannya sedikit pincang saat Jungkook bermaksud pergi ke dapur.
Mungkin untuk beberapa detik kelakuan Jungkook menyenangkan Arthur, yang mengira Jungkook tidak akan melanjutkan sesi olahraga apapun. Jadi pria itu mengekor di belakangnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
Arthur hanya melirik, saat Jungkook menyeduh serbuk hormon dari kaleng besar warna maron, yang kemudian diseruputnya lambat-lambat. Pemuda itu menyeruput seteguk, menatap gelasnya, lalu menyeruput lagi, dan menatap gelas itu lagi. Tampak berpikir, bingung, tapi mengabaikan kebingungannya sendiri dengan meneguk lebih banyak.
Apa Jungkook mulai sadar minuman hormonnya berubah rasa? Tentu saja berubah, karena Arthur mengganti isinya dua minggu lalu. Sekarang kaleng itu terisi oleh susu nutrisi biasa, yang justru mungkin akan menambah lemak di tubuh istrinya. Itu juga yang diharapkan Arthur.
Sejak tadi, Jungkook berpegang pada meja menggunakan satu tangannya seakan bermaksud menahan bobot tubuhnya. Pemuda itu berkedip berkali-kali, mengusir lelah yang jelas-jelas tergurat di wajahnya. Saat meletakkan gelas ke meja, tangan yang menopang tubuhnya hampir terpeleset. Arthur menangkapnya, meski Jungkook tidak benar-benar jatuh dan buru-buru berdiri tegap karena malu.
“You okay?“
“Yea. Cuma kurang minum.”
“Minum lagi. Yang banyak.” Arthur harus menyembunyikan seringainya, cepat sekali pria itu berbalik, mengisi segelas air dan menyerahkannya pada Jungkook. “Tidak boleh dehidrasi, baby.” katanya dengan suara kelewat lembut dan jari jahil mengusap poni basah di kening Jungkook. Kelakuan dan suara kelewat perhatian dari pria itu bahkan membuat Jungkook bergidik dan menatapnya curiga. Arthur menyembunyikan sesuatu, meski Jungkook tidak tahu pasti apa itu.
.
.
.
.
.
.
Kado Natal buat semuanya. Merry Christmas everyoneee!
Sini sini ajukan mau siapa dijadikan baby-boy Artkook.
Tolong ya bund namanya juga usaha, tolong adek jangan digodain.
You must be logged in to post a review.
Reviews
There are no reviews yet.