“Ladies and gentlemen, this is your Captain Kim Taehyung speaking. Welcome to Flight Number 312, non-stop from Singapore to Seoul. The weather ahead is good and, therefore, we should have smooth and uneventful flight. Now sit back and relax…”
Suara sedalam samudera menggema di dalam kabin boeing SQ Airline yang besar. Jenis suara yang dapat membangkitkan getaran aneh pada pendengarnya terutama bagi seseorang yang duduk di kursi bisnis dengan desain super exclusive.
Taehyung sedang mengamati panel-panel di depannya saat posisi pesawat sudah terbang dengan stabil, dia baru saja memasang auto pilot saat ketukan samar terdengar di pintu belakang dan disusul seorang Senior Flight Attendant (SFA) masuk dan mendekat ke jarak diantara dirinya dan Flight Officer.
“Permisi Captain, seseorang dari kelas bisnis menyampaikan request bertemu anda jika memungkinkan.”
Taehyung menoleh terkejut saat SFA memberitau nama penumpang tersebut. Jantungnya seketika mencelos menyadari orang tersebut berada dalam pesawat yang dia kemudikan.
“Katakan padanya bahwa kamu sudah menyampaikan hal tersebut padaku,” jawab Taehyung setelah menimbang cukup lama.
“Apakah anda akan menemuinya?” tanya SFA memastikan.
“Aku belum tahu. Btw terima kasih,” Taehyung tersenyum dan mengusir SFA secara lembut.
Penerbangan telah berlangsung selama satu jam namun Taehyung tidak dapat berkonsentrasi sepenuhnya. Keresahan sang pilot dirasakan oleh Senior Flight Officer yang berada di sebelahnya.
Park Jimin, co-pilot dengan tiga bar pada Epaulette. Ini adalah penerbangan kedua mereka dipasangkan dan yang dirasakan Jimin saat ini berbeda dengan penerbangan pertama mereka dimana sang pilot begitu ramah mengajaknya dalam konversasi.
“Capt, apakah anda merasa kurang sehat? Saya bisa menangani sementara disini,” tawar Jimin hati-hati.
“No probs Park, aku masih bisa. Terima kasih untuk tawarannya,” jawab Taehyung.
“Apakah Captain membutuhkan minuman?” tanya Jimin.
“Boleh Park. Cammomile Tea will be great, thanks,” ujar Taehyung.
Jimin segera memanggil FA menyampaikan keinginan sang kapten. Tak lama kemudian SFA datang membawa segelas teh hangat untuk Taehyung. Setelah memberikan tehnya, SFA tersebut kembali bertanya perihal keinginan penumpang business class untuk menemui Captain karena telah ditanya kembali secara berulang-ulang.
“Apakah dia disini bersama orang lain atau sendiri?” tanya Taehyung.
“Kursi sebelahnya kosong Capt dan selama penerbangan ini tidak terlihat yang bersangkutan berbicara dengan penumpang lain.”
“Baiklah, kamu dapat kembali ke tempatmu,” ujar sang pilot.
Taehyung menyesap minuman favoritnya, setelah menandaskan isi cangkir Taehyung mulai dapat menyibak kabut dalam pikirannya. Empat tahun telah berlalu, seharusnya mereka dapat bertemu kembali seolah-olah reuni kawan lama. Namun tak dapat dipungkiri tadi saat mendengar namanya Taehyung merasa luka yang belum sembuh di hatinya seperti ditaburi garam.
Menarik napas beberapa kali hingga hatinya merasa tenang dan berbicara kepada Senior FO-nya.
“Park, tolong handle dahulu.”
“Siap Capt,” maka Taehyung melepas sabuk pengaman dan berdiri meninggalkan kursinya. Perlahan membuka pintu kabin depan dan melangkah ke dalam cabin kelas bisnis.
Taehyung mendapati kursi yang dituju kosong, saat matanya mengedar dalam kabin, tertangkap olehnya pergerakan dari arah toilet. Keduanya berdiri pada jarak cukup jauh dan saling memandang dengan tatapan yang berbeda.
Jungkook menatapnya dengan kekaguman yang tidak dia tutupi, sedangkan pada obsidian Taehyung masih terlihat luka yang nyata. yang lebih muda menangkap kesedihan itu dan tersenyum gugup berjalan mendekati Taehyung.
“Terima kasih sudah bersedia menemuiku, mari kita bicara sambil duduk,” Jungkook duduk di kursinya dan mempersilahkan Taehyung menempati sebelahnya yang kosong.
“Hyung apa kabar?” Jungkook membuka pembicaraan namun Taehyung hanya diam tidak menanggapi basa-basinya.
“Aku pikir aku tidak pernah melihatmu lagi. Aku paham aku tidak pantas menemui Hyung lagi. Namun setelah bertahun-tahun aku mencarimu dan akhirnya keajaiban membawa kita dalam penerbangan yang sama, aku pikir takdir sudah berkendak agar kita bertemu kembali,” Jungkook tersenyum kecut dan Taehyung masih mempertahankan kebisuannya.
“Aku dan Eunha telah berakhir, bahkan tidak sampai satu tahun kebersamaan. Semua diakhiri oleh Eunha sebagai kompensasi aku bersedia menandatangani surat cerai.”
Hubungan Taehyung dan Jungkook berakhir empat tahun lalu saat Jungkook diharuskan menikahi Eunha untuk menyelamatkan bisnis keluarganya. Kisah manis yang telah mereka rajut sejak lama pun berakhir kandas begitu saja.
“Emm… tentu saja Eunha tidak dapat bertahan denganku yang selalu memikirkan dirimu. Bahkan aku pun tak pernah sanggup menyentuhnya,” Jungkook menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
“Sejak perceraian, aku langsung mencarimu Hyung. Tapi kamu hilang bagai tidak pernah eksis. Kepindahan maskapai dan apartemen bahkan kamu pun memblokir nomorku, menghilang juga dari medsos. Dan tentu saja tidak ada satupun temanmu yang berpihak padaku hanya untuk sekedar memberi info tentang dirimu.”
Jungkook menjeda memperhatikan ekpresi Taehyung yang tiada berubah. Sungguh berbeda dengan Taehyung yang dia kenal dulu, yang begitu ekspresif mengungkapkan isi hatinya. Taehyung hanya diam dalam dominasi yang selalu membuat Jungkook ciut, namun Jungkook harus dapat memanfaatkan kesempatan yang begitu langka ini. Maka dia mengumpulkan keberanian mengungkapkan yang selama ini memenuhi hatinya.
“Hyung, I miss you. Aku… aku ingin kita kembali. A-aku harap aku mendapatkan ampunan darimu. Please…”
Taehyung sudah menebak salah satu kemungkinan mengapa Jungkook mencarinya adalah karena menginginkan mereka dapat kembali. Taehyung juga mengetahui bagaimana Jungkook mencarinya, bahkan tahun lalu Jungkook datang ke kampung halamannya di Daegu. Namun luka yang ditinggalkan Jungkook terlalu dalam, bahkan Taehyung tidak yakin dirinya akan kembali merajut kasih dengan siapapun apalagi kembali bersama Jungkook.
“Selamat menikmati penerbangan anda, kami harap dapat memberikan layanan terbaik dan bertemu pada kesempatan berikutnya,” ucap Taehyung seperti mesin penjawab otomatis dan diapun bangkit berdiri.
“Hyung,” ujar Jungkook cepat-cepat dan mencengkram pergelangan tangan Taehyung.
“Setidaknya ijinkan aku dapat menghubungimu,” pinta Jungkook dengan suara bergetar.
Taehyung menyentak tangan dengan keras melepas cengkraman Jungkook, dan berjalan kembali ke arah cabin depan, namun dia masih dapat mendengar suara lirih Jungkook.
“Hyung, selamat atas pencapaianmu mendapatkan empat bar di usia yang belia.”
Taehyung telah selesai menjalankan tugas dan membuat laporan. Dia dan Jimin berjalan bersama meninggalkan gedung utama namun langkahnya terhenti kala melihat Jungkook menantinya. Dengan berlari kecil kisah dari masa lalu menghampiri dirinya.
“Hyung, kita ngobrol sebentar yuk,” ucap Jungkook riang.
“Maaf aku tidak punya waktu.”
Taehyung berlalu menuju seorang FA dengan seragam SQ lalu keduanya bersama-sama menuju parkiran mobil sembari saling melemparkan gurauan. Jungkook tidak mundur begitu saja, dia membuka ponselnya dan mencari koneksi yang sekiranya dapat memberikan informasi mengenai Taehyung.
Menjelang malam Jungkook berhasil mendapatkan beberapa informasi yang dia butuhkan. Seperti alamat tinggal, nomor telepon serta kabar mengenai Taehyung yang sekarang terkenal sebagai f*ckboy. Dia memang sangat berdedikasi pada pekerjaannya dan bahkan meraih posisi begitu tinggi dengan cepat. Hal tersebut ternyata sangat bertentangan dengan reputasinya di sosial. Taehyung tidak mempermasalahkan dengan siapa ranjangnya dihangatkan, bahkan ada kabar tersiar bahwa pilot muda tersebut juga melakukan threesome.
Jungkook begitu sedih mengetahui hal tersebut karena Taehyung yang dulu adalah seorang yang sangat setia. Hanya kepada Jungkook mata dan hatinya tertuju. Walaupun mendapatkan godaan seperti apapun, Taehyung tidak pernah berpaling sedikit pun. Jungkook sadar kekejaman yang dia lakukanlah yang membuat Taehyung berubah seperti ini.
Saat ini Jungkook sudah berada di lift apartemen Taehyung, saat keluar dari lift dan menyusuri lorong Jungkook melihat dua sosok yang berjalan ke arahnya. Dia segera mengenali Taehyung dari kejauhan dan mencari tempat bersembunyi di balik pintu darurat dan dia tidak menutupnya dengan rapat. Saat mereka melintasi tempat persembunyian, Jungkook dapat mendengar percakapan keduanya.
“Aku benar-benar menyesal sweety, maafkan aku.”
“Tidak apa-apa Capt. Anda tentu lelah karena penerbangan tadi. Saya bisa pulang sendiri,” jawab suara wanita.
“Aku antarkan cari taxi,” ujar suara deep.
Jungkook segera keluar dari persembunyian saat keduanya masuk ke dalam lift lalu memencet tombol turun memanggil lift yang lain. Dia cukup lama menunggu saat akhirnya sampai lobby ternyata sudah tidak ada siapa-siapa. Jungkook hendak kembali ke atas namun ujung matanya menangkap sosok Taehyung yang berjalan dan menghilang di sudut bangunan. Jungkook cepat-cepat menyusul rupanya Taehyung memasuki sebuah bar yang buka hingga pagi.
“Hyung aku temani minum ya,” sapa Jungkook dengan tidak tau diri langsung duduk di samping Taehyung.
“Aku mau sendiri,” jawaban dingin dia peroleh.
“Berikan aku kesempatan Hyung, jika aku telah berusaha namun kamu masih tidak mau menerimaku kembali, aku tidak akan mengusikmu lagi,” pinta Jungkook sungguh-sungguh.
Mata tajam Taehyung menelaah Jungkook, sosok yang dahulu mampu membuat Taehyung memberikan seluruh dunia padanya. Sosok yang memiliki tempat khusus di dasar hatinya bahkan hingga sekarang. Tampaknya segala penderitaan yang dilalui Taehyung seakan lenyap kala Jungkook memohon padanya saat ini. Tapi Taehyung masih ragu, apakah luka tertoreh dapat disembuhkan oleh orang yang melukainya?
Semenjak mendengar kabar Jungkook berada di dalam pesawatnya Taehyung tidak dapat berpikir jernih. Seluruh semestanya tertarik kembali pada Jungkook, bahkan tadi saat akan bersetubuh dengan siapa itu yang namanya bahkan dia tidak ingat, Taehyung gagal ereksi, sungguh suatu aib bagi reputasinya.
“Kuberi waktu untukmu sekarang,” jawab Taehyung dan diapun terkejut dengan jawaban yang begitu saja terlontar.
“M-maksud hyung sekarang kita naik ke kamar hyung?” Jungkook ingin berteriak bahagia sekaligus begitu gugup.
“Apa maksudmu? Kamu pikir aku bersedia melakukannya lagi denganmu?” ucap Taehyung mendesis.
“Kan… kan hyung yang bilang sekarang,” tanpa sadar Jungkook merajuk dan memajukan bibirnya.
“Kita pergi keluar.”
“Kemana hyung? Ini kan sudah malam…” cicit Jungkook, jika ini terjadi di masa lampau Taehyung pasti sudah menggigit pipi bulatnya.
“Terserah,” Taehyung mengendikkan bahu tak acuh.
Jungkook terpekur sekian lama memikirkan beberapa opsi, dia terlalu memakan waktu hingga Taehyung tidak sabar dan menyela pemikiran Jungkook.
“Sudah lupakan saja, aku kembali,” Taehyung bangkit dan lagi-lagi pergelangan tangannya ditahan Jungkook.
“Ikut aku Hyung,” ujar Jungkook menarik tangan dalam genggamannya.
Jungkook menunggu Taehyung membayar lalu menarik yang lebih tua ke parkiran mobil. Mereka menaiki Rover keluaran terbaru dan Jungkook segera menginjak pedal. Perjalanan dilalui dengan canggung, Taehyung hanya melihat pemandangan diluar sedang Jungkook masih terlalu gugup, dia sedang dalam tenggelam dalam pemikirannya yang keliru tadi.
Untuk mengisi suasana sepi Jungkook menyalakan playlistnya, lagu yang selalu dia putar mengalun dalam ruang kosong. Jungkook bahkan ikut bernyanyi dan dia memperhatikan Taehyung dari sudut matanya, namun yang lebih tua tidak memberikan tanggapan apa-apa—masih setia melihat pemandangan di luar dengan hampa.
There’s a room
In my heart with the memories we made
Took ’em down but they’re still in their frames
There’s no way I could ever forget, mmm
For as long as I live and as long as I love
I will never not think about you
You, mmm
I will never not think about you
From the moment I loved, I knew you were the one
And no matter what I-I do, ooh, mmm
I will never not think about you
Hati taehyung bergetar mendengar suara jernih Jungkook, sudah lama sekali dia tidak dapat mmenikmatinya. Namun TAehyung mati-matian mempertahankan raut datar dan berusaha tidak menoleh sama sekali.
Jungkook membawa mobilnya masuk dalam suatu hunian elit dimana Jungkook mengeluarkan sebuah kartu untuk di tap di gerbang. Taehyung sempat berpikir apakah Jungkook akan membawa mereka ke rumah Jungkook namun ternyata Jungkook memarkir mobilnya pada sudut taman yang menghadap ke sungai han.
“Keluar yuk hyung,” ujar Jungkook tidak yakin dengan pilihannya sendiri.
Taehyung diam mengikuti tindakan yang lebih muda, mereka duduk di atas kap mobil mahal tersebut menghadap aliran air.
“Aku bingung mau ajak Hyung kemana, tempat ini sering aku datangi di malam hari. Langitnya cukup cerah, bahkan bintang-bintang terlihat dari sini,” ujar Jungkook bersemangat.
“Kamu ingat Hyung saat kita melihat bintang-bintang di Yeongyang? Itu salah satu moment terbaikku.”
Jungkook menatap Taehyung dengan mata berbinar membuat yang lebih tua turut dalam euforia-nya namun bertahan tidak berkomentar. Jungkook lagi-lagi salah tingkah, dia seperti menghadapi seorang yang tidak dia kenal berwajah Taehyung.
Tiba-tiba Jungkook bersin membuat Taehyung melihat kearahnya dengan khawatir. Tadi Taehyung sempat menegak alkohol membuat badannya cukup hangat bahkan di dingin udara malam. Jungkook mengusak hidung asal membuatnya menjadi merah.
“Hyung apa kamu tau, aku bersungguh-sungguh saat mengatakan tiada hari terlewati tanpa memikirkanmu— hatsiiin.”
“Kita masuk mobil saja di dalam lebih hangat,” ucapan pertama Taehyung di malam itu, membuat Jungkook tentu saja menurutinya dan sudah naluriah seperti itu dari dulu.
Taehyung mengikuti Jungkook ke arah pintu pengemudi di sebelah kiri, saat Jungkook meraih pintu depan dengan cepat Taehyung menarik badan sintal ke arah kursi belakang dan mendudukan Jungkook diatas pangkuannya. Taehyung menutup pintu penumpang dan mendekap Jungkook, membuat kehangatan menjalar sepanjang tubuhnya.
“H-hyung?” cicit Jungkook.
“Ssst, supaya kamu hangat,” Taehyung menyela.
Jungkook menutup mulutnya rapat-rapat, menikmati moment yang selalu dia impikan. Biarkanlah dia terlena dalam moment yang bisa berakhir kapan saja. Aroma maskulin Taehyung menyapa penghidu Jungkook, wangi yang begitu dia rindukan membuatnya menyesap dengan rakus.
Taehyung dapat mendengar debaran jantung Jungkook yang bertalu kencang, tubuh sintal itu masih terasa sama seperti dulu, rasanya sempurna berada dalam rengkuhannya. Jungkook yang bermanja dipangkuannya dan Taehyung memberikan semua afeksi pada kesayangannya.
Tanpa sadar Taehyung memberikan kecupan ringan di pelipis Jungkook, terlalu tipis hingga membuat si manis merasa tidak nyata. Jungkook mendongak untuk memastikan namun rupanya terjadi bersamaan dengan Taehyung kembali menciumnya maka yang terjadi kemudian kedua belah bibir itu bertemu.
Tubuh Taehyung membeku, manisnya bibir Jungkook ternyata masih merupakan ekstaksi baginya. Dan Jungkook pun tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia melumat lembut bibir yang selalu dia rindukan. Belah bibir yang selalu dia angankan berada diseluruh tubuhnya memberikan kenikmatan yang hanya bisa dilakukan oleh Taehyung.
Perasaan terlampau familier membuat Taehyung terhanyut dalam ciuman. Mereka saling bercumbu menyalurkan kerinduan empat tahun tidak bertemu. Hati Taehyung boleh masih menolak Jungkook, namun tubuhnya mengambil alih. Jungkook dapat merasakan bahwa Taehyung juga menginginkan dirinya. Saat ciuman mereka semakin dalam dimana lidah Jungkook membelai semakin liar di sana, tiba-tiba Taehyung mendorong tubuh Jungkook.
“Antarkan aku pulang, aku tidak ingin mengambil kesempatan darimu,” ujar Taehyung.
“Hyung, ijinkan aku… aku sudah terlalu lama tidak bercinta sejak tidak lagi bersamamu. Tidak ada yang dapat memberiku kepuasan selain dirimu. Tolong hyung, bebaskan aku dari penderitaan ini,” Jungkook mengiba, dia terperangkap dalam gairah yang sudah lama tidak dicecap.
Taehyung menatap Jungkook tidak percaya, “Bagaimana mungkin, kamu pernah punya istri dan tentu saja mudah mencari kepuasan diluar sana.”
“Nggak bisa Hyung, mungkin rasa bersalah kepadamu membelengguku. Aku hanya bisa solo sembari membayangkan dirimu, aku pathetic. Hyung, Tolong…”
Jungkook menatap satu-satunya cinta dalam hidupnya dengan mata doe yang sayu membuat Taehyung bergerak diluar kesadarannya. Perlahan Taehyung melepas jaket yang dikenakan Jungkook, dia terkejut menemukan tato menghiasi lengan kanan Jungkook. Jemari Taehyung menyusuri dari pangkal lengan terus ke bawah hingga sikut dimana Jungkook memberikan ukiran indah disana.
“Ini indah,” ujar Taehyung serak.
“Hyung suka?” tanya Jungkook penuh harap.
Taehyung mengangguk dan mencium pola tribal pada bahu Jungkook, perlahan bibir sintal menuruni bicep menyusuri tato etnik pada lengan berotot. Jungkook menggigit bibir bawahnya, dia menahan desahan yang hampir saja lolos. Tubuh Jungkook hanya sudah terlalu lama tidak menikmati afeksi, apalagi saat ini diberikan oleh Taehyung, sosok yang selalu dia angankan. Taehyung terus mencumbu turun hingga mencapai jemari Jungkook, perlahan dia kecupi satu persatu jari indah dengan lembut. Lalu dia mencium hangat telapak tangan Jungkook, membuat yang lebih muda bergetar dan merintih nikmat.
Memutar posisi badan mereka sehingga Jungkook berada di bawah kungkungannya, Taehyung membubuhkan kecupan di wajah Jungkook, hanya perbuatan sederhana namun membuat Jungkook berada di awan-awan. Taehyung mengangkat wajahnya memperhatikan ekspresi bahagia Jungkook, entah kenapa tiba-tiba dia ingin membuat Jungkook merasakan apa yang selama ini dia alami.
“Jika aku meninggalkanmu setelah melakukan ini padamu, bagaimana?” tanya Taehyung yang membuat ekspresi Jungkook berubah drastis.
“Te-tentu tidak apa-apa Hyung. Tadi aku yang memintamu memberiku kesempatan, jika aku tidak berhasil maka itu salahku,” ujar Jungkook berusaha menekan isak tangis.
“Tapi aku tidak mau…” Jungkook menunggu kalimat Taehyung yang menggantung. Jungkook panik saat Taehyung kembali duduk di kursi, cepat-cepat dia bangkit mensejajarkan tubuhnya.
“Anggap saja kegiatan dua orang yang saling membutuhkan Hyung, kamu bebas mengambil apapun seperti itu juga diriku akan melakukannya,” tawar Jungkook segera.
Taehyung memperhatikan wajah Jungkook yang merona, tatapan matanya bergetar seperti suaranya, dadanya naik-turun menahan emosi. Taehyung tau dengan pasti jika sudah seperti ini Jungkook siap meledakkan tangisnya.
“Aku tidak bisa Jung,” jawaban singkat itu mendobrak pertahanan Jungkook, air mata mengalir deras dan suara isakan memenuhi kabin yang sempit.
“Maaf.. maafkan aku Hyung. Aku tidak menyangka sedalam itu kamu membenciku. Tentu yang aku lakukan begitu menyakitimu. Maaf aku datang padamu dan memintamu kembali begitu saja. Asal kamu tau Hyung, waktu empat tahun ini bukan cuma kamu yang menderita. Setiap hari aku lalui dengan berharap dapat bertemu kembali, memikirkanmu sepanjang malam yang sepi. Aku… aku benar-benar menyesal Hyung…” Taehyung pun membiarkan Jungkook menangis mengeluarkan emosinya.
Tangan Taehyung terjulur dan mengangkat dagu Jungkook, dia berbicara dengan menatap lurus ke dalam obisidian yang tiada henti menumpahkan air mata.
“Aku tidak bisa Jung, aku tidak mau melakukannya denganmu berdasarkan alasan-alasan yang kamu sebutkan tadi. Aku tidak mau melakukannya denganmu hanya karena kebutuhan, aku ingin melakukannya karena kita saling memiliki. Kamu mau berjanji padaku di altar Jungkook?”
Jungkook mengerjap bingung, bagaimana mungkin Taehyung melamarnya sekarang. Dia pasti salah dengar, tiba-tiba Jungkook tertawa.
“Aku pasti berdelusi, aku seperti mendengarmu melamarku Hyung. Aku mengenaskan sekali…” ucap Jungkook lirih.
Tangan Taehyung menangkup jemari Jungkook, “Tidak, aku memang barusan mengajakmu menikah.”
Jungkook mencubit pipinya sendiri dan mengaduh kencang, “Bukan mimpi ternyata.”
“Jadi bagaimana, hmm? Maaf lamarannya tidak romantis, aku juga tidak mempersiapkan cincin,” tanya Taehyung kembali.
“Tentu aku mau Hyung,” ujar Jungkook bahagia.
“Kalau gitu sini, peluk dan cium tunanganmu,” maka Jungkook langsung menubruk Taehyung dengan kencang dan mendekapnya begitu erat.
Taehyung ikut terhanyut dalam euphoria Jungkook. Dia sendiri juga tidak menyangka akan berakhir begini. Tidak pernah terlintas dalam angannya sedikitpun bahwa dia akan kembali pada Jungkook. Mungkin hatinya yang tau, jauh di dalam sana Taehyung mendambakan dirinya sebesar Jungkook menginginkannya. Seolah-olah semua rasa sakit itu hilang oleh seulas senyuman terkasih.
Jungkook masih berseru bahagia saat Taehyung mencium sudut rahangnya. Jantungnya berdebar lebih kencang menyadari cumbuan itu semakin mendekat pada bibirnya. Dan saat kedua belah bibir bersatu, Jungkook merasakan kembali sepotong surga dalam hidupnya.
Ciuman Taehyung begitu dalam dan memabukkan, suara decapan terdengar nyaring disusul dengan desahan dan erangan bersautan, suatu rasa yang begitu familier bagi keduanya. Perlahan Taehyung membawa Jungkook berbaring, pencahayaan minim didapat dari lampu jalanan cukup menyinari wajah Jungkook yang pasrah kepadanya. Obsidian bulat bersinar penuh harap memandang netra Taehyung yang menggelap.
You must be logged in to post a review.
Reviews
There are no reviews yet.