Cursed Crown – 3

Author: Miinalee

Jungkook mengerang tak senang, merasakan gerah dan panas mendekap tubuh lelahnya. Bocah itu ingin melanjutkan tidurnya, ia masih mengantuk sebenarnya. Namun gerah ini sudah keterlaluan dan rasanya Jungkook ingin berteriak-teriak memanggil pelayan untuk membawakan air dingin. Ia sempat menggeliat. Kesana, dan kemari. Berusaha kabur dari suhu panas yang terasa begitu melekat di sekujur tubuhnya. Namun anehnya ia tidak bisa bergerak kemanapun. Sesuatu seakan menguncinya untuk tetap berbaring miring di atas tempat tidur. Dan hal itu menimbulkan rasa penasaran Jungkook. Lebih anehnya lagi, hawa panas ini menimbulkan suara. Suara yang persis sama seperti dengkuran Siwon-hyung. Jungkook makin merasa risih terlebih saat hembus panas itu menerpa keningnya lagi. Bocah belia itu dengan cepat membuka matanya. Ia melotot melihat dua tangan mendekap perutnya.

“UWAAAAAA!”

Taehyung berjengit kaget dan spontan terbangun dari tidur nyenyaknya. Butuh beberapa saat untuknya mengumpulkan segenap kesadaran, Taehyung baru mengingat kejadian semalam begitu ia merasakan pemberontakan. Tunggu, ini bukan sekedar pemberontakan. Bocah ini bahkan menjerit-jerit seperti kesetanan, jeritan melengkingnya memang membantu Taehyung sadar dengan cepat, tapi teriakan yang menyakiti telinga itu membuat Taehyung seketika jengkel.

“UWAAAAAAAA! AAAAAAA!” Jungkook berteriak dan mengguncang-guncang tangan yang memeluk perutnya, meminta untuk di lepaskan namun Taehyung justru mendekap punggung telanjang remaja itu makin erat ke tubuhnya.

“Y-yah! Ada apa? Sudah kubilang aku tidak akan memakanmu, kan!”

“LEPASKAN AKU AHJUSSI! PANAS TAHU! PANAS!” protes Jungkook setengah berteriak. Ia menendang-nendang kaki Taehyung dan begitu sadar hal itu tidak berefek apapun, Jungkook beralih ke tangan Taehyung yang melingkar di perutnya dan menggigit daging itu sekuat tenaga.

“ARGH!” Taehyung memekik kesakitan dan refleks mendorong tubuh Jungkook menjauh. Ia meringis dan memencet bekas gigitan Jungkook dengan darah merembes. Taehyung mengeram rendah, mulai merasa kesal terlebih saat bocah Snowelf itu malah berkacak pinggang di hadapannya.

“Ahjussi kenapa tidur di kamarku! Cepat turun dari sana!” titah Jungkook sembari memelototkan matanya, sebisa mungkin terlihat galak.

Taehyung melongo mendengarnya, tiba-tiba merasa shock melihat Jungkook mendengus dengan begitu berani ke arahnya. Bocah itu bahkan meninggikan nada bicaranya. Dan tunggu! Bukankah baru saja bocah ini membentaknya? Taehyung mendelik murka. Tidak pernah ada satu orangpun membentak Kim Taehyung selama delapan puluh lima tahun masa hidupnya! Tidak seorangpun bahkan ayahnya sendiri.

“Kau pikir ini kamar siapa, bocah?” Taehyung duduk tegap dan balas menantang Jungkook dengan seringai di wajahnya.

“Ini kamarku! Pelayan tidak boleh tidur di dalam kamarku!”

Taehyung makin mendelik, “KAU SEBUT AKU APA?!”

“Pelayan! Kalau berisik terus nanti kupotong lidahmu!”

Taehyung tercekat, tidak bisa menjawab sentakan kurang ajar itu. Ia terlalu terkejut mendengar kalimat kasar itu meluncur dengan mudahnya dari bibir mungil nan merah Jungkook. Oh, sampai tadi malam ia masih menganggap kalau bocah ini adalah makhluk yang perlu ia lindungi. Makhluk manis berwajah cantik yang akan menangis tiap seseorang bermaksud mendekatinya. Taehyung bahkan menyamakan bocah sial ini dengan putrinya, sekarang Taehyung akan mencabut ucapannya kemarin.

“C-cepat turun!” gertak Jungkook meski suaranya sendiri sedikit bergetar. Jungkook merengut sebal, sesungguhnya merasa takut namun sebisa mungkin ia menutupinya dengan berkacak pinggang. Sesaat Jungkook teringat dengan makian yang pernah terlontar dari bibir ayahnya, putra raja tidak seharusnya cengeng. Mungkin karena sikap cengeng dan keadaan fisiknya yang seringkali jatuh sakit, ayahanda memutuskan untuk membuangnya ke rumah monster. Tapi mungkin kalau Jungkook bisa menahan tangis dan menjadi pangeran yang keren seperti Siwon-hyung, ayahnya akan mengubah keputusan dan membawanya kembali ke Hviturland.

“L-lihat apa ahjussi!” sentak Jungkook galak saat Taehyung terus memandangnya tajam. Bocah itu hanya mundur dua langkah, tapi ia tidak akan menangis. Walaupun matanya terasa panas, Jungkook menahannya mati-matian. Sudah cukup kemarin saja monster-monster di kerajaan ini menganggapnya sebagai pangeran yang cengeng.

“Hah. Harusnya kubiarkan saja kau mati karena demam semalam.” Gumam Taehyung lebih pada dirinya sendiri.

Melihat Taehyung yang hanya diam memandanginya, akhirnya Jungkook merasa kesal sendiri. Bagaimanapun caranya ia harus membuat ahjussi ini keluar dari kamar. “Kenapa masih duduk disana! Cepat bangun dan ambilkan makanan untukku!”

Taehyung mendengus, ingin sekali mengiris telinga cantik remaja ini. Tapi tentu Taehyung tidak ingin ayahnya kecewa, sepotong telinga bisa membuat kerajaannya berperang dengan Hviturland.

“Makan saja apa yang ada di meja.” Tunjuk Taehyung dengan dagunya.

Jungkook mengikuti arah yang ditunjuk Taehyung, ia melotot melihat bertumpuk-tumpuk makanan tergeletak di atas meja, beberapa berserakan di atas lantai. Tidak bisa, pokoknya ahjussi ini harus pergi! Lagipula berani sekali orang ini menyuruhnya memakan makanan yang berantakan itu?

“A-aku mau makanan baru yang hangat! Cepat ahjussi, bawakan untukku atau aku tidak mau makan dan sakit lambungku kumat, lalu aku bisa mati disini! Cepat ahjussi!” Jungkook berusaha terdengar sepanik mungkin. Tapi Taehyung malah terkekeh mendengarnya, pangeran Werewolf itu menyeringai dengan wajah mengejek.

“Matilah…” ujar Taehyung sekenanya.

Wajah Jungkook memucat mendengar ucapan Taehyung. Ia menunduk, tidak bisa menahan buncahan di dalam dadanya lebih lama. Bibir bawahnya bergetar dan kedua tangannya mengepal. Melihat pemandangan itu lama-lama Taehyung merasa tidak tahan.

“Aye! Aye! Aye! Kuambilkan makanan hangat untukmu. Diam disitu atau kau yang akan kumakan.” Taehyung mengalah dan melangkah keluar, toh ayahnya tidak akan suka kalau Taehyung sampai ketahuan membuat bocah Snowelf ini menangis. Dan Taehyung juga tidak tahan mendengar tangisannya.

Taehyung sempat melihat bocah itu gemetaran saat ia menutup pintu kamar. Ah, sepertinya ia salah bicara. Tapi sesekali, bocah kurang ajar seperti Jungkook harus digertak sedikit.

Sampai di dapur, Taehyung baru sadar merasa direpotkan. Seumur-umur baru hari ini ia pergi mengambilkan makanan untuk orang lain, dengan di perintah lebih tepatnya.

“Bawakan makanan itu sampai ke depan kamarku.” seru Taehyung pada pelayan yang sejak tadi mondar-mandir menuruti permintaannya. Taehyung sendiri bingung kenapa ia harus repot-repot memilihkan makanan untuk Jungkook. Padahal ada banyak pelayan yang bisa menyiapkan sarapan tanpa harus pusing-pusing memikirkan selera lidah peri. Tapi yasudahlah, Taehyung hanya berdumal dalam hati dan melangkah kembali ke kamarnya. Seorang pelayan mengekor di belakang Taehyung dan mulai bertanya-tanya, kenapa Pangeran Tunggal yang berwatak keras itu mau berjalan jauh-jauh dari kamar ke dapur lalu kembali lagi ke kamarnya.

“Disini saja,” Taehyung menahan langkah pelayan di belakangnya sebelum mencapai pintu kamar. “Sekarang pergilah. Lanjutkan pekerjaanmu.”

“Ye, Yang Mulia.” pelayan itu membungkuk dan segera melaksanakan perintah Taehyung, kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya yang sempat terputus.

Taehyung menahan nampan makanan itu di tangan kirinya, ia membuka pintu kamarnya yang rusak dan mendesah saat bongkahan kayu itu justru jatuh menghantam lantai. Pintu itu lebih tepat disebut gantungan kamar. Taehyung bahkan merusaknya hanya dengan dua jari. Diam-diam Taehyung mencatat dalam kepala untuk menyuruh orang memperbaiki benda ini nanti, lebih bagus lagi kalau pintunya diganti dengan baja.

“Jungkook-ah.” panggil Taehyung sembari melangkah masuk, keningnya mengerut tatkala suasana sepi itu menyambutnya. Taehyung meletakkan nampan berisi makanan hangat itu di atas meja, lalu ia memutar pandangan, mencari-cari sosok Jungkook di setiap sudut kamar bahkan hingga ke kolong tempat tidur. Namun Jungkook tidak berada di manapun, jendela yang terbuka seakan menjawab kebingungan Taehyung.

“Cih.” Taehyung mengumpat, ia menengok keadaan di luar melalui jendela. Sepatu kecil tergeletak di atas rumput tanpa pasangannya, Taehyung langsung mengenalinya sebagai milik Jungkook. Meski Taehyung sedikit bertanya-tanya bagaimana caranya bocah pendek itu bisa memanjat jendela yang ia yakin kalau Jungkook memang keluar melalui jendela. Dan dimanapun bocah itu berada sekarang, berjalan keluar sendirian dengan bau tubuhnya yang menggoda itu…

Taehyung tidak ingin bertanggung jawab lebih dari ini.

“Bocah tengik.” umpat Taehyung sembari ikut melompat dari jendela.

.

.

.

oOoOoOo

.

.

.

“Makan tuh sandalku, ahjussi sialan!” maki Jungkook dengan suara pelan.

Setelah membuang sandalnya keluar jendela, ia mengendap-endap keluar kamar melalui pintu. Beberapa kali Jungkook nyaris berpapasan dengan penghuni istana, tapi beruntung ada banyak pot tanaman besar yang tentu cukup untuk menutupi tubuhnya. Jungkook bahkan menahan napasnya saat beberapa kali ada pelayan yang menengok kesana kemari, seakan menyadari kehadirannya dan nyaris menemukannya!

“Haaah!” Jungkook menghela napas panjang, begitu lega saat kakinya sudah menapak keluar istana. Sinar matahari yang terik menyambutnya dan dengan senang hati Jungkook melangkah menyambut kebebasan. Meski kebebasan itu terasa sedikit jauh.

Jungkook harus menahan suara dan mengendap di bawah dinding, di balik tanaman-tanaman di taman untuk bersembunyi dari puluhan tukang kebun dan penjaga. Jungkook juga merangkak hingga baju kesayangannya ini kotor dari pinggang hingga ke kaki.

“Huh.” keluh Jungkook saat melihat noda di dekat bahunya. Begitu mencapai tempat yang rindang dan dipenuhi pepohonan, Jungkook menghentikan perjalanannya dan beristirahat sejenak. Sudah satu jam Jungkook merayap dan tidak sekalipun ia menemukan gerbang atau minimal pintu kecil sebagai jalan keluar. Jungkook mulai mengeluhkan besarnya istana yang membuat kakinya terasa keram. Tapi ia tidak bisa berhenti di sana, selesai memijat kedua kaki dan tangannya, Jungkook kembali merayap di bawah dinding. Lama-kelamaan makin tidak peduli dengan dahan pohon yang melukai lengan dan mengotori bajunya.

Jungkook terkikik senang saat ia merasa melihat sebuah gerbang kecil dari sela-sela dedaunan. Semakin dekat, ia semakin yakin kalau yang dilihatnya itu memang pintu keluar.

“Yeah!” Jungkook berdiri dan memekik girang melihat pintu itu. Tanpa mempedulikan sekitarnya, Pangeran Snowelf itu langsung saja berlari meraih kebebasannya, meski lagi-lagi Jungkook harus kecewa karena gerbang itu dirantai dan terkunci.

Jungkook merengut, memukul-mukul gembok pintu itu hingga menimbulkan bunyi gemercing yang sedikit rusuh. Jungkook tidak menyadarinya sama sekali, perbuatannya itu mengusik penjaga gerbang yang tengah tertidur tak jauh dari sana.

Jungkook menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk yakin. ‘Tidak, gerbang ini tidak terlalu tinggi untuk dipanjat.’ Ujarnya menyemangati diri sendiri.

Jungkook baru memasang satu kakinya untuk memanjat, saat bayangan besar menutupi tubuhnya hingga keluar gerbang. Bayangan aneh yang berasal tepat dari belakangnya. Makluk setinggi lima kaki, bersayap, berkepala tiga, dan tentu saja… siap mengoyak tubuh kecil Jungkook hingga ke tulang dan dagingnya.

.

.

.

oOoOoOo

.

.

.

Taehyung terus berusaha mengendus jejak Jungkook, hingga insting membawanya melangkah ke istana belakang. Aroma tubuh bocah Snowelf itu terasa makin pekat, dan Taehyung bahkan mencium aroma ketakutan mengambang di udara.

“Oh, sial.” Taehyung mendelik dan mempercepat langkahnya. Oh, ia baru ingat makhluk yang dipelihara di belakang istana. Makhluk yang tentu saja tidak ramah, dan bukan sesuatu yang enak dipandang mata.

“Jangan mati dulu, bocah.” umpat Taehyung setengah berlari, nyaris-nyaris mengubah wujudnya menjadi serigala. Di tengah bolong begini! Itu pemborosan energi dan Taehyung tidak akan mengorbankan hal itu dua kali demi seorang bocah Snowelf kurang ajar! Beruntung langkah Taehyung sudah menapaki taman istana belakang. Tapi sialnya… Suara tangislah yang menyambut Taehyung sesampainya ia disana.

“Jungkook-ah?” Taehyung mendelik dan refleks memanggil nama itu. Suara tangis dan jerit ketakutan itu bercampur dengan auman singa dan kikikan burung. Taehyung sudah tidak bisa memilih lagi mana yang terdengar lebih menyebalkan. Tapi setidaknya, pemandangan yang ia lihat selanjutnya sedikit meluluhkan hati Taehyung.

Jungkook tersungkur di atas tanah, kakinya terluka dan darah merembes dari sana. Memar dan lecet memenuhi kedua lengan kurusnya. Mungkin luka-luka itu yang membuat si Pangeran Snowelfmanja ini tidak bisa beranjak kemanapun, lebih-lebih untuk lari menjauhi Chimera yang terus saja mengaum ke arahnya. Satu meter lagi, kalau tidak dihalangi oleh rantai baja yang mengikat kakinya, Chimera itu pasti sudah melumat habis tubuh muda Jungkook.

“Jungkook-ah!” Taehyung tersentak saat makhluk berkepala tiga itu mulai berayun ke kanan dan ke kiri, itu aba-aba… Tepat sebelum kepala naga di ujung kiri mengambil alih posisi dan membuka mulutnya lebar-lebar.

“Berhenti, Kim!” seru Taehyung yang entah sejak kapan sudah memasang badan di depan Jungkook. Tangan kanannya menghalau tinggi hingga menyentuh bawah bibir si kepala harimau. Kalaupun terlambat, hal terburuknya adalah ia harus rela mendapatkan luka bakar demi melindungi bocah Snowelf manja, atau parahnya, ia harus kehilangan satu lengannya. Namun beruntung, suara hentakan Taehyung menjadi sesuatu yang familiar dan membuat makhluk ganas itu membungkuk patuh. Taehyung mendengus kuat-kuat, berusaha mempertemukan tatapannya dengan Harimau yang berada di tengah. Ketiganya menunduk, namun saat salah satunya mendongak, Taehyung mengunci tatapan mereka.

Seakan membaca perintah di mata Taehyung, makhluk itu melangkah mundur. Sayapnya berkibas pelan lalu mengatup, sebelum ia duduk tenang seperti seekor anjing jinak di depan kandangnya.

Jungkook yang hanya bisa menyaksikan semua kejadian itu sembari menahan napas, kini tersedak dan kembali menangis tersedu-sedu. “A-ajussi! A-ahjuss—” Jungkook meratap dan tergagap, dua tangannya terulur keatas, seakan meminta satu pelukan hangat.

“Hhhh!” Taehyung mengeluh, meski alih-alih ia memeluk tubuh kecil itu dan mengusap punggungnya dengan lembut. “Sssh! Sudahlah, kalau kau menangis terus nanti makhluk itu bangun lagi.” Ancam Taehyung yang sukses membuat Jungkook bungkam, mati-matian menahan suara tangisnya dengan membekap mulut.

“Sudah kubilang jangan pergi kemanapun, kan? Ini hasilnya kalau kau tidak menurut pada ucapanku.” ujar Taehyung lembut. Taehyung hanya bisa menghela napas, Jungkook mengangguk panik dan terus menggigil dalam pelukannya. Entah mendapat bisikan darimana, Taehyung memutuskan untuk mengecup kening Jungkook, yang tampaknya mampu menenangkan Snowelf muda itu.

“H-hik!”

Taehyung melepas pelukan mereka meski tangan Jungkook terus menggenggam erat lengannya seakan tidak mau terpisahkan. Ia berbalik, menyodorkan punggungnya lalu berkata, “Sekarang kita kembali ke kamar, dan jangan berbuat nakal lagi.”

Jungkook mengangguk sekenanya, tidak bisa menjawab dan hanya tergugu pelan. Suara tangis Jungkook meninggi saat ia mencoba untuk berdiri. Seluruh kakinya terasa sakit terlebih darah di bawah sana, darahnya sendiri, membuat Jungkook menggigil makin panik. Tubuhnya terhuyung ke depan, tepat menyambar punggung Taehyung yang dengan sigap menangkapnya dan menggendongnya kembali ke dalam istana.

Eomma…”

Taehyung menghela napas. Bocah itu menangis di balik punggungnya dan mulai meratap memanggil ibunya yang berada jauh di Hviturland. Taehyung tidak ingin meladeninya, karena siapa yang tahu, kalau ia salah bicara sedikit, suara tangis bocah itu bisa naik beberapa oktaf dan Taehyung sungguh-sungguh tidak menginginkannya.

“Duduk disini.” ujar Taehyung sembari menggiring Jungkook untuk duduk di atas kursi. Bocah Snowelf itu menurut kali ini, ia duduk patuh meski diselingi isak tangis.

“A-aku ingin pulang ah-ahjussi.” Jungkook mengucek matanya yang basah, mulai lelah menangis, namun jawaban Taehyung selanjutnya justru membuatnya menangis lebih kencang daripada tadi.

“Tidak boleh.”

“HUEEEE! AKU INGIN PULANG, EOMMAAAA!”

Taehyung berdecak, lalu menggeleng memutuskan untuk mengabaikan Jungkook. Toh kalau lelah bocah ini akan diam dengan sendirinya.

“Yah! Yah! Makan dulu, lanjutkan lagi tangisanmu itu nanti.”

Ratapan Jungkook berubah menjadi isak pelan saat Taehyung menyodorkan senampan makanan hangat di depannya. Bocah Snowelf itu berkedip lugu dan bernapas tersendat-sendat, ia mendongak menatap Taehyung lalu menunduk menatap makanan yang tampak begitu lezat.

“Kau bisa makan sendiri, kan?” tanya Taehyung setengah menuduh. Oh, jangan bilang kalau pangeran manja ini juga harus disuapi. Taehyung menyerah karena seumur hidup ia belum pernah menyuapi makhluk apapun kecuali monster-monster peliharaannya.

Beruntungnya, Jungkook mengangguk dan meraih sendoknya dengan lemah. Bocah itu mulai menyuap makanan ke dalam mulutnya, isakan kecil masih terdengar sesekali, diantara kunyahan dan tegukan air.

Taehyung hanya bisa memperhatikan pangeran kecil itu hingga semua makanan di atas nampan habis dilahapnya. Hanya satu piring yang tidak disentuh Jungkook, piring yang berisi sayur-sayuran tumis dan salad. Kening Taehyung mengerut heran.

“Kenapa sayurnya tidak dimakan?” Bukannya Peri suka makan tumbuhan? Tapi Taehyung tidak melontarkan pertanyaan terakhir, itu terlalu rasis dan stereotype.

Jungkook mengendikkan bahunya, lalu kembali mengucek matanya yang sembab dan mulai terasa gatal. “Tidak suka.” jawabnya singkat.

Taehyung mendengus. Bocah manja. “Habiskan sayuranmu, bocah!” seru Taehyung memaksa. Jungkook tersentak dan matanya kembali berkaca-kaca.

“Tidak mau! Aku mau pulang, huaaa!”

“Aish! Lagi!” Taehyung mengeluh kesal. Kini setelah makan dan mengisi energinya, suara tangis Jungkook makin kuat dan memekakkan telinga. Wajah Taehyung mengerut masam, dan makin masam lagi saat nada penuh perintah terlontar dari bibir merah Jungkook.

“Antarkan aku pulang ahjussi bodoh, sekarang!”

“Pulang saja sendiri dengan menunggang Chimera!” sentak Taehyung kesal, dan sukses membuat tangis Jungkook berubah menjadi raungan.

“Yah! Y-yah!” rasanya Taehyung ingin membekap mulut itu, tapi Taehyung menahan hasratnya. Sebelah tangannya bisa membunuh pangeran Snowelf ini, dan Taehyung tidak menginginkannya. Tapi Taehyung jauh lebih tidak menginginkan suara tangisan ada di dalam kamarnya. “Diam, Jungkook-ah!”

Oh tidak. Itu justru membuat Jungkook meratap makin ekstrim dan mulai memukuli Taehyung dengan tangan kecil dan kedua kakinya.

“Antarkan aku pulang! Antarkan aku pulang! Pulang! Pulang! Pulang!”

“Y-yah! Yah! Berhenti bocah sial!” pekik Taehyung, kesulitan untuk menghindari pukulan Jungkook sekaligus menahan hasratnya untuk tidak menghantam tubuh kecil itu secara bersamaan. “Baiklah! Baiklah! Aku akan mengantarmu pulang! Kalau Raja mengizinkannya!” akhirnya Taehyung mengalah sembari melindungi kepalanya dari pukulan Jungkook yang entah sejak kapan sudah berdiri di atas kursi dan menyejajarkan tinggi mereka.

Jungkook berhenti memukul, tangisnya sedikit mereda saat bocah itu menggigit bibir dengan mata yang masih sembab berkaca-kaca. “B-benarkah, ahjussi?”

“Ya! Ya! Kalau Raja mengizinkannya!” Taehyung melempar masalah ini untuk ayahnya, ia sudah lelah meladeni permintaan pulang Jungkook. Ia juga takut salah bicara karena itu biarkan saja Raja yang memutuskan.

Tapi sepertinya bagi Jungkook, jawaban Taehyung seakan sudah mutlak akan terjadi. Ia bahkan sudah mengingat jawaban itu sebagai sebuah janji. “B-benarkah? H-hiks. H-HUEEEE AHJUSSIII!”

Taehyung tersentak kaget saat tiba-tiba Jungkook menghambur memeluknya. Taehyung mengumpat dalam hati meski tangannya bergerak lembut mengusap kepala Jungkook.

Bocah tengik.’

.

.

.

oOoOoOo

.

.

.

“N-Namjoon-ah…” Permaisuri cantik itu mendesah pelah, membisikkan nama raja Radourland saat bibir nakal raja itu mengecup daerah sensitif di sekitar lehernya. Pakaiannya yang tebal itu sudah cukup berantakan karena tangan yang menggerayangi tubuhnya.

Namjoon tersenyum kepada lelaki berkulit pucat itu sebelum mengecup bibir merahnya perlahan.

“Appa, aku masuk!” Sang permaisuri tersentak kaget begitu pintu bangunan pribadi raja terbuka kasar, tapi Namjoon tidak. Taehyung berdiri di depan ruangan itu dengan angkuh. Cukup kaget melihat adegan yang sedikit intim antara ayahnya dan permaisuri kedua itu.

“Appa, aku ingin bicara.” Katanya sembari mendengus jijik dan menutup pintu itu dari luar. Namjoon hanya menghela napas melihat tingkah putranya, sedangkan permaisurinya sibuk membenahi pakaian. Raja Radourland itu mengecup permaisurinya sekali lagi sebelum pamit dan melangkah keluar.

“Jadi, apa yang mengganggu hati Putra Mahkota kerajaanku ini sampai ia datang menemuiku? Jungkook sudah sembuh, kah?”

Taehyung memasang tampang jijik mendengar pertanyaan ayahnya. Memang dia hampir tidak pernah datang ke tempat ini lagi sejak Ibu mereka meninggal. Kalau bukan karena Jungkook, dia tidak akan menginjak tempat ini seperti sekarang.

Lagipula untuk apa dia kesini?

Untuk melihat ayahnya bercumbu ria dengan permaisuri barunya seperti tadi? HAH!

“Terlalu sehat malah. Dia merengek terus minta pulang!” Taehyung mendengus sebal. “Sudahlah, Appa. Biarkan saja dia pulang. Akan kuantar sendiri dia ke Hviturland dan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga mereka.” Namjoon memasang ekspresi datar dan memperhatikan putra kesayangannya itu. Taehyung bahkan berdecih dan merasa tidak nyaman saat Namjoon tidak berkata apa-apa dan hanya memandangi wajahnya saja.

Cih… harusnya aku tidak usah kesini saja. Sudah pasti akan begini…’ gerutunya dalam hati.

“Taehyung-ah, apa kau sadar dengan ucapanmu itu?” Namjoon berbisik pelan dan melipat kedua tangannya di depan dada. Tentu Namjoon tidak akan murka, karena ia mengenal putranya dengan begitu baik. Namjoon yakin bahwa Taehyung tidak sepenuhnya serius dan tahu betul konsekuensi dari perbuatannya kalau mereka sampai sungguh-sungguh memulangkan Pangeran Snowelf itu.

“Aish! Kalau begitu berikan saja dia kepada orang lain, Appa! Aku tidak punya waktu untuk mengurusi bocah tengik sepertinya!” omel Taehyung yang separuhnya merasa kecewa. Mengembalikan calon mate tanpa alasan apapun adalah penghinaan bagi keluarga yang bersangkutan. Oke—Taehyung sebenarnya punya segudang alasan, yang pasti akan bisa diterima kedua belah pihak. Namjoon yang sudah bisa menduganya hanya terkekeh ringan.

“Memangnya apa yang kau sibukkan setiap hari? Berlatih perang? Membantu pekerjaan kerajaan? Membantu menteri-menteriku?” Sang raja terkekeh geli menyindir putranya yang sedang memandang wajah ayahnya dengan kesal dan malu.

“Baiklah, baiklah! Aku memang tidak sibuk, tapi aku tidak mau dijodohkan dengan bocah itu, Appa! Rasanya bukan seperti memiliki pasangan, malah jadi pengasuh anak! Aku bukan lelaki mesum yang menyukai anak-anak, Appa. Apalagi bocah seperti dia—manja, cengeng, angkuh, tidak sopan… Appa tahu? Dia memanggilku pelayan tadi pagi!”

Bukannya kaget, Namjoon malah tertawa.

“Kau benar, Tae. Dia terdengar sehat bagiku.”

“Lalu dia kabur saat aku pergi ke dapur. Dia hampir mati dibunuh chimera karena bermaksud kabur melalui gerbang belakang!” Taehyung memotong bagian cerita bahwa dia diperintah Jungkook untuk mengambil makanan dan dia menurutinya. Tawa sang raja mereda menjadi senyum simpul.

“Itu karena kau tidak menandainya, Tae. Kalau kau lakukan, Chimera tidak akan menyentuhnya. Kemanapun dia melangkah di tempat ini sangatlah berbahaya selagi dia belum ditandai. Lalu bagaimana keadaannya sekarang?”

Taehyung menaikkan sebelah alisnya dengan heran.

“Kau terdengar seperti tidak peduli pada hidupnya. Sebenarnya apa tujuanmu, Appa?” Raja itu menenggak soju di cawannya.

“Mungkin bagimu terlihat begitu, tapi aku sangat khawatir. Apalagi kau tidak kunjung memutuskan kapan akan menandainya. Dia bisa mati kapan saja, Tae.” Kim Namjoon berbohong. Sebenarnya dia tidak peduli pada bocah Snowelf itu. Tidak, sampai bocah itu benar-benar menjadi mate Taehyung. Sebelum itu terjadi, dia tidak begitu peduli jika terjadi perang antara Radourland dan Hviturland karena kematian bocah itu. Lagipula alasannya membawa bocah itu menjadi mate putranya hanyalah agar ia mendapatkan cucu laki-laki. Namun tidak ada orang yang perlu tahu hal ini agar tidak ada yang menyakiti bocah itu.

“Appa, kami butuh waktu. Lain halnya jika yang kau jodohkan denganku tidak memiliki masalah dengan mental. Lagipula kenapa harus dia? Kalaupun harus Snowelf, bukankah dia punya banyak saudara—Hyung-hyungnya yang lain?” Putra mahkota itu memperbaiki posisi duduknya. Namjoon menoleh lagi ke arah Taehyung lalu menghembuskan napas berat.

“Taehyung, kau tahu kan keadaan antara Radourland dan Hviturland? Kita memang tidak bermusuhan, tapi juga tidak beraliansi. Hubungan kita dengan negeri es itu sangat kaku. Sehun sendiri sebenarnya belum mempercayai kita. Saat aku datang melamar salah satu anaknya untukmu, dia tidak memberikan pilihan lain selain Jungkook, putra bungsunya.” Raja berbadan besar itu menenggak minumannya lagi. Taehyung tidak berkata apa-apa karena merasa bahwa ayahnya belum selesai berbicara.

“…Sebenarnya ada rumor yang beredar bahwa putra sulung Sehun memiliki perasaan romantis terhadap Jungkook. Sepertinya banyak pelayan yang telah mengetahuinya, tapi tidak berani mengatakan apa-apa. Sehun murka saat dia memergoki sendiri kedua anaknya itu sedang berciuman.”

Mata Taehyung spontan terbelalak.

“T-tapi! Adiknya sendiri?!” Si bungsu terbata-bata dan tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Bocah lugu, cengeng, dan manja itu bisa berciuman dengan hyungnya sendiri?! Tapi Taehyung tidak menyalahkan Jungkook. Dia malah merasa sangat marah kepada kakak yang seharusnya menjaga Jungkook, bukan mengajarkannya yang tidak-tidak!

“Selain itu, sepertinya Sehun membenci putra bungsunya da menyalahkan Jungkook atas kematian istrinya. Karena itu aku berharap dengan adanya pernikahan antara kau dan Jungkook akan memperbaiki hubungan baik antara kedua kerajaan ini.”

“Appa, kau benar-benar… Aish! Bocah itu bahkan mungkin sudah tidak perawan lagi!” Taehyung mendesah kesal.

“Omo? Tae, kau cemburu?” Namjoon menyeringai.

“Bukan begitu!” Lelaki berambut ikal itu membantah keras.

“Tenang saja, Tae. Dia masih perawan. Begitu kau sudah menandainya, kau akan tahu perbedaannya!” Namjoon tertawa senang sedangkan Taehyung mendengus lelah, wajah pangeran itu makin merona.

“Arasso, araso! Lalu aku harus bagaimana kalau dia meminta pulang?!” Dia kembali menanyakan tujuan awalnya karena dia sudah tidak tahan lagi berbicara dengan ayahnya lebih lama.

“Buat dia lengah Tae. Karena kondisi mentalnya masih seperti anak-anak, kau harus memperlakukan dia seperti anak-anak. Ajak dia bermain, rebut hatinya dengan menjadi temannya. Buatlah dia senang. Berikan apa saja, tapi jangan turuti dia jika dia meminta pulang.”

Taehyung menggaruk kepalanya, bingung. Membayangkannya saja sudah merepotkan. Namjoon menepuk-nepuk punggungnya. Tidak berapa lama, dia melihat istri ayahnya datang menghampiri mereka dan membawakan soju lagi. Taehyung membuang muka begitu lelaki itu tersenyum lembut kepadanya.

Bicara soal hal buruk, Taehyung harus mengakui kalau permaisuri kedua ini nyaris mendekati sempurna, dia sangat cantik dan baik hati. Senyumnya yang lembut dan keibuan itu menggelitik hati Taehyung, seolah mengingatkannya kepada ibunya sendiri. Tapi Taehyung tidak menyukai hal itu.

Dia juga tidak menyukai orang ini.

Satu hal yang membuat orang ini tampak begitu hina di matanya.

Satu hal yang membuatnya tidak bisa menerima orang ini sampai kapanpun apalagi memaafkannya.

Orang yang telah membuat ibunya jatuh sakit dan meninggal karena ayahnya yang bodoh ini mencintai orang lain tanpa mempedulikan permaisurinya sendiri—ibu anak-anaknya. Jika ada yang harus disalahkan, maka orang inilah pelakunya. Harusnya ia tidak mengganggu rumah tangga orangtuanya. Harusnya ia menjauh karena Namjoon sudah menikah dan memiliki anak-anak. Memang, Namjoon adalah seorang raja. Dia pasti tertarik karena tahta ayahnya sehingga tidak mau meninggalkannya. Orang ini tidak ada bedanya dengan orang-orang rendahan di luar sana.

“Aku pamit, Appa.” Taehyung mendengus sebal ke arah lain dan cepat-cepat berdiri sebelum permaisuri ayahnya berada terlalu dekat dengannya.

“Wait, Tae! YAH—” Namjoon hendak menghardik anaknya yang tidak sopan itu, tetapi tangan lembut yang menyentuh bahunya membuatnya berhenti dan menoleh ke arah malaikat cantiknya itu. Lelaki itu menggeleng lemah dan meletakkan nampan yang dibawanya di bawah. Ia duduk di sebelah suaminya sambil melihat ke bawah sebentar, lalu mendongak lagi, menatap suaminya dengan senyum berlesung pipi-nya yang indah dan mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Namun permaisurinya itu tidak dapat menyembunyikan matanya dari Namjoon.

“Hahh… Dia masih saja seperti itu, sangat tidak sopan kepadamu.” Namjoon mengomel lalu membawa tangannya untuk mengusap pipi orang yang dicintainya itu.

“Maafkan dia nde, Seokjin-ah?” Lelaki berambut cokelat gelap itu menggeleng lemah dan memegang tangan besar di pipinya itu dengan tangannya sendiri.

“Tidak. Tidak apa-apa, Namjoon-ah…” Mata sendu itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya di balik senyumnya.

.

.

.

oOoOoOo

.

.

.

“Ahjussi! Kau bilang akan mengantarku pulang! Kau pembohong!” Jungkook merengek begitu melihat Taehyung datang ke kamar keesokan harinya.

“Yah, jangan panggil aku ahjussi! Panggil aku hyung!” Putra mahkota itu melipat tangannya di depan dada dengan arogan.

“Tidak mau! Kau kan sudah tua, kalau tua itu panggilnya ahjussi!” Taehyung mendelik kesal ke arah bocah kurang ajar itu. Tapi sesaat kemudian kekesalannya berubah menjadi tawa.

“Oh? Jadi begitu? Ya sudah. Tadinya ahjussi tua ini ingin membawamu jalan-jalan keluar, tapi ahjussi tidak mau berteman dengan bocah tidak sopan sepertimu. Di sini saja terus sampai kau bosan!” Taehyung berbalik arah dan melangkah santai keluar dengan wajah licik.

“Aa—T-tunggu!” Taehyung menyeringai menang ketika Jungkook terdengar panik dan menyuruhnya berhenti. Taehyung memang berhenti, tapi ia tidak berbalik. Ia masih senang memunggungi pangeran Snowelf manja itu.

“Apa lagi pangeran?” Taehyung terkekeh tanpa suara karena Jungkook tidak bisa melihat kemenangan di wajahnya.

“M-memangnya kita mau kemana?” Tanya Jungkook dengan nada sedikit angkuh.

“Hmmm?” Taehyung memutar otaknya dengan cepat. Kira-kira tempat apa yang akan disukai bocah ini ya?

“Nggg…. Aku… aku tadinya ingin mengajakmu melihat-lihat kelinci di taman belakang.” Taehyung mengintip reaksi Jungkook dengan menoleh sedikit.

“Kelinci? Bunny?!” Taehyung tersenyum dalam hati melihat mata besar itu berbinar-binar penuh semangat. Jungkook melompat turun dari tempat tidur Taehyung dan berteriak dengan semangat.

“AKU MAUUUU!”

Taehyung mencibir, pura-pura jual mahal dengan membuang muka.

“Tidak mau! Ahjussi tidak mau mengajakmu. Kita kan bukan teman!” Dia membalikkan punggungnya lagi ke Jungkook.

“Ahjussiiiiiii!” Rengek Jungkook sembari menghentak-hentak kaki.

“Tidak mau.” Taehyung membuang muka lagi.

“Ahjuss—Hyuuuuunggg~” Rengeknya lagi, namun dengan nada merayu dan lebih manja. Taehyung menahan senyum dibibirnya dan menoleh sedikit.

“Apa?!” tanyanya seketus mungkin.

“Aku mau pergi ke sanaaaaaaaaaaa!” Bibir Jungkook merucut maju.

“Kau harus minta maaf dulu padaku.” Taehyung menantang bocah sombong itu. Jungkook terlihat tidak terima tapi tidak bisa berkata apa-apa. Dia merengek dan menggigit bibir bawahnya. Jungkook tidak suka mengatakan maaf. Maaf hanya diucapkan oleh orang yang derajatnya rendah.

“Kalau tidak mau aku pergi yaa…”

“AAA~ Baiklah hyung! Aku minta maaaaff… Bawa aku jalan-jalaaan! Aku bosan di kamar jelek ini!” Pintanya sambil menarik-narik ujung jubah Taehyung yang berwarna putih itu. Satu urat kesal memang muncul di jidat Taehyung, tapi ia menghela napas sambil tertawa. Berusaha mengingat-ingat pesan ayahnya.

‘Bocah sial ini…’ bisiknya dalam hati.

“Sini! Ikuti aku!” Jungkook tertawa girang dan mengikuti langkah besar Taehyung dengan kaki pendeknya.

Gemas karena langkah Jungkook yang terlalu pendek, akhirnya Taehyung menawarkan punggung yang tentu dengan senang hati diterima oleh Jungkook. Pangeran keren lebih suka menunggang kuda daripada berjalan kaki, suatu ketika Jungkook mengatakannya pada Taehyung. Taehyung nyaris marah, namun emosinya tertelan tatkala ia melihat Jungkook melompat dengan girang dari gendongannya dan mulai mengejar sekumpulan kelinci –awalnya tidak berada di sana, Taehyung yang menyiapkannya, di halaman belakang. Dan pada saat Snowelf itu bermain dengan makhluk-makhluk kecil berbulu putih itu, Taehyung melihat Jungkook yang sebenarnya—lugu, ceria, dan sangat manis. ‘Topeng’ yang dipakainya sudah terjatuh dan terlupakan.

“Kalau kau menurut dan tidak menyusahkanku, kau akan kubawa jalan-jalan ke festival juga.” Janjinya kepada bocah yang sedang menggendong kelinci belang hitam putih itu.

“BENAR HYUNG?!” Jungkook menurunkan kelinci itu dan memeluk kaki panjang Taehyung seperti anak kecil yang menanti didongengkan. Meskipun tidak sesuai dengan umurnya, tapi Jungkook cukup manis untuk disangka seperti anak berusia lima tahun. Oke ini berlebihan.

Taehyung berpura-pura memasang wajah masam, namun senyumnya tak mampu ditahan saat Jungkook terlihat begitu senang. Taehyung mengusap kepala Jungkook, memainkan rambut yang halus itu dan mengangguk. “Kita akan jalan-jalan ke festival minggu ini.”

.

.

.

oOoOoOo

.

.

.

Taehyung berjalan santai di antara keramaian kota, jalan-jalan dipenuhi berbagai ras yang ingin mengunjungi festival musim panas tahun itu. Berbagai ras siluman Radourlad dan beberapa pendatang dari negeri lain berkumpul di tanah perbatasan ini setiap tahunnya di musim panas. Tempat ini adalah tempat teraman yang dijaga oleh petugas keamanan Radourland, dikelola oleh cabang kerajaan utama di negeri ini. Taehyung cukup takjub dengan kinerja mereka yang mampu menyisakan paling tidak satu tempat yang damai di tanah merah itu.

Jungkook mengikuti dengan langkah kecil dan cepat, berusaha mengimbangi langkah besar Taehyung yang tengah balik memandangnya dengan senyum tipis. Mata Jungkook yang bulat besar dan berwarna coklat itu berputar, memperhatikan sekeliling dengan ekspresi kagum.

Taehyung sempat penasaran, ‘Apa leher kecilnya itu tidak pegal melihat kesana kemari sejak tadi?’

Dan benar saja, Taehyung terkejut melihat Jungkook yang terhuyung lemas dan nyaris jatuh tersungkur. Beruntung mereka berjalan beriringan, hingga Taehyung tanpa kesulitan mampu menangkap tubuh kecil Jungkook dan memeluknya protektif.

“Kau kenapa, Jungkook-ah? Masih ada yang sakit?” Taehyung sempat menyesali keputusannya membawa keluar bocah yang baru saja sembuh itu.

“U-unnn! Sedikit pusing karena terlalu banyak yang harus dilihat!” ujarnya bersemangat, berusaha menutupi kerutan di wajahnya. Taehyung sempat tidak percaya, karena itu ia memilih untuk menuntun tangan Jungkook dan menggiringnya ke jalan yang lebih lenggang.

“Makanya jangan terlalu semangat seperti itu. Pelan-pelan saja, kalau kau mau akan kutemani melihat semua yang ada disini.” Jungkook mendongak ke arah Taehyung dengan mata berbinar.

“Be-benar yaa, Hyung!”

Taehyung menelan ludah. Tawa riang Jungkook menggelitik hatinya. Selama ini yang dilihatnya hanya wajah angkuh Jungkook, atau wajah ngototnya yang memaksa diantarkan pulang, atau wajahnya yang memerah karena menangis. Taehyung sudah terlalu hafal tapi kali ini… Senyum itu sedikit membekas dihatinya. Taehyung sendiri merasa heran kenapa ia ikut senang saat bocah itu tertawa kegiranan. Jemari rapuh Jungkook terasa begitu pas menggenggam tangannya yang lebih besar. Jungkook yang penuh semangat, terus menarik Taehyung kesana-kemari mengelilingi seluruh wilayah festival.

Taehyung sadar saat Jungkook tampak berdiri sedikit lama di beberapa stand, memperhatikan koina—sejenis makhluk air warna-warni yang sedang ditangkap oleh sepasang pemuda pemudi, balon udara sihir warna-warni. Dan yang paling lama, Jungkook seakan membeku berdiri di depan stand permen kapas yang memajang banyak harumanis merah muda.

Sepertinya tinggal di negeri salju Htivurland sangat hampa sekali. Apa Jungkook tidak pernah melihat warna lain selain hitam dan putih? Taehyung sedikit merunduk di sebelah anak yang bengong itu, lalu tersenyum jahil.

“Kau belum pernah mencoba permen kapas?” Jungkook sedikit kaget mendengar suara Taehyung di sebelah telinganya.

“Permen kapas? Yang seperti awan itu?” Jungkook menunjuk ke arah kembang gula merah mudah yang terjejer di stand itu. Taehyung mengangguk.

“Mau coba, Jungkook-ah?”

“E-EH? …Boleh?”

Taehyung hanya tersenyum simpul, ia mendatangi stand kecil itu membeli satu gulali. Sebenarnya Taehyung ingin membelikan Jungkook satu benda dari setiap stand yang ada di sini, tapi apa kata keluarganya, terutama ayahnya nanti ketika mereka pulang kembali ke kerajaan? Memalukan sekali.

Bocah Snowelf itu menggenggam tangkai permen yang diberikan Taehyung lalu tertawa senang. Taehyung menelan ludah lagi saat kata ‘menggemaskan’ terlitas di dalam benaknya.

“Terima kasih hyung!” Jungkook berjinjit, dan Taehyung secara refleks menunduk, membiarkan bocah Snowelf itu memeluk leher dan mencium bibirnya; sesuatu yang selalu dia lakukan untuk menunjukkan rasa sayangnya kepada eomma dan hyung-nya. Taehyung sedikit terkejut, tidak menyangka akan mendapat kecupan singkat itu. Namun Taehyung juga tidak menolaknya, ia malah membalas pelukan bocah negri salju itu. Ada debar aneh di dalam dadanya, namun Taehyung dengan keras mengabaikan hal itu.

“Ini warna apa?” Jungkook bertanya lugu.

“Ini namanya warna merah muda, beberapa menyebutnya warna pink.”

“Ping? Aku suka warna ping.” Jungkook memutuskan sembari menggigit gulali itu.

“Enaaak!”

Taehyung berdecak. Memang untuk ukuran elf usia 24 tahun, Jungkook memiliki mental yang lebih kekanakan lagi. Umumnya pemuda elf seusia Jungkook sudah mulai bersikap dewasa, bahkan merasa malu menunjukkan rasa sayang kepada keluarganya seperti cara Jungkook memeluknya tadi. Bagaimana mungkin ayahnya menyuruh Taehyung menodai pemuda lugu dan polos seperti Jungkook ini? Jungkook bahkan tidak tahu untuk apa dia di bawa kemari. Jika saja ayahnya menunda pernikahan mereka paling tidak lima atau tiga tahun lagi saja, menunggu Jungkook tumbuh lebih dewasa dan terbiasa dengan negeri ini. Mungkin Taehyung tidak akan merasa segalau ini menghadapi kewajibannya itu.

Tapi rasanya itu tidak mungkin. Ayahnya yang tua dan ngotot itu pasti akan memaksanya menikahi Jungkook tahun ini.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan bergandeng tangan. Meski kali ini Jungkook memimpin arah perjalanan kemanapun yang ia mau sembari bertanya ini dan itu. Taehyung merasa jengah, sejujurnya. Namun ia bersabar karena Jungkook tidak pernah seceria ini sebelumnya, bahkan saat mereka bermain dengan kelinci. Apalagi ini pengalaman pertama baginya ke tempat seperti ini. Jungkook yang awalnya hanya melihat-lihat akhirnya ngotot meminta Taehyung membelikannya satu benda yang sangat menarik perhatiannya: boneka bunny merah muda yang tingginya hampir sama dengan bocah itu.

“Aish, Jungkook-ah! Buat apa benda itu? Itu untuk anak perempuan!” muka Taehyung sedikit memerah karena malu dengan rengekan manja Jungkook yang membuat beberapa siluman melirik ke arah mereka.

Hyuuuuuunggg… Aku mau ituuuuuu… pokoknya aku mauuuuu!” Bocah berambut hitam itu menarik-narik ujung pakaian Taehyung. Penjualnya yang berbau seperti siluman kelinci itu tersenyum lembut, membiarkan Jungkook memeluk bonekanya yang ternyata memang terlihat manis dan cocok di samping Jungkook.

Taehyung berdecak, pura-pura kesal.

“Awas ya, tidak boleh minta apa-apa lagi!”

Jungkook mengangguk senang dan memeluk bunny-nya erat-erat ketika melihat Taehyung membayar boneka itu untuknya. Membawa pulang Jungkook dengan bunny itu saja sudah bikin malu, apalagi yang akan diminta bocah ini? Wajah Taehyung memerah saat ia membayangkan cemooh yang mungkin akan dilontarkan sang ayah.

Saat mereka melalui salah satu jalur di ujung, orang-orang tengah berlari ke arah keramaian di depan kuil dan berkumpul di sana.

“Ada apa itu?” Taehyung bertanya pada dirinya sendiri.

‘Jangan-jangan ada kecelakaan?’ Taehyung sudah lama sekali tidak ke festival ini. Ia berusaha mengingat stand apa yang biasanya berdiri di depan kuil itu. Taehyung mencium bau darah dan langsung menyadari hal macam apa yang terjadi di depan sana.

“Ayo pergi, Jungkook-ah… Jungkook-ah?!” Pemuda itu tidak menemukan Jungkook yang biasanya selalu berdiri di sisinya. Taehyung melihat sekelilingnya panik—ke belakang, ke samping kanan dan kiri, dan juga ke arah keramaian itu—jantungnya berdegup kencang dan cemas. Begitu banyak orang disini.

Apa dia diculik? Atau terbawa kerumunan ramai itu?

Belum sempat Taehyung melangkah, ia mendengar teriakan Jungkook dari arah keramaian kuil. Taehyung bergegas mendekati arah teriakan Jungkook yang terdengar semakin histeris.

AKAN KUBUNUH MEREKA!’ Taehyung menggeram tanpa sadar. Taringnya memanjang, mata serigalanya bersinar. Pangeran itu mendorong siapapun yang menghalangi jalannya sampai dia melihat pangeran kecil Snowelf-nya, terduduk di tanah dan menangis gemetaran. Mainan yang dipeluknya kotor oleh debu tanah, Jungkook memeluknya erat seolah seluruh hidupnya bertumpu disana.

Di hadapan Jungkook, tampak seekor kerbau yang tengah disantap hidup-hidup oleh pengunjung festival sebagai persembahan acara. Para siluman yang ada di situ menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arah sumber keributan yang tak lain adalah Snowelf muda itu.

Di depan kuil. Kerumunan siluman berkumpul menyantap seekor kerbau hidup-hidup. Hewan malang itu menggelepar di atas tanah, perutnya terkoyak dan isi organ tubuhnya berceceran. Taehyung dengan panik segera memeluk Jungkook dan menghalangi pandangannya. Pemandangan tadi sudah cukup dan pasti akan menjadi mimpi buruk bagi pangeran Snowelf ini. Taehyung membimbing Jungkook untuk bangun, meski ia bisa bernapas lega karena Jungkook tidak terluka sedikitpun.

Tapi Taehyung harus segera membawa pergi pangeran Snowelf yang berbau harum ini, atau mereka akan semakin memancing kerumunan orang. Taehyung merangkul Snowelf yang gemetaran itu dengan aura yang sedikit mengintimidasi, sebelum pergi meninggalkan festival.

Sial… Sekarang mereka pasti tahu siapa aku.’ Umpatnya dalam hati. Taehyung memang tidak suka mengekspos dirinya dan lebih memilih berjalan kemanapun seperti layaknya masyarakat biasa.

Tidak mungkin lanjut jalan-jalan lagi. Sebaiknya pulang saja.’

Taehyung tidak punya pilihan kecuali merangkul Jungkook pulang sore itu.

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Cursed Crown – 3”
Beranda
Cari
Bayar
Order