Gara-Gara Sekala

Rp 3,000

Kalau sudah ketahuan gini malunya sampai mana coba?

Mature content, please be wise reader!!

Author: ksjmysunflower

Senyum Abel mengembang begitu kekasihnya masuk ke dalam rumah. Bangunan berlantai dua yang tidak begitu besar itu akhirnya kedatangan tamu agung. Ksatria Nugraha datang dengan senyum merekah bersama jaket kulit berwarna hitam kebanggaannya. Tampan sekali.

I miss you.”

Bibir tebal itu segera menyerang milik Abel, melumatnya teratur atas dan bawah. Menjilat bilah tipis itu agar terbuka dan memberi akses pada lidah yang sudah tak sabar bertemu pasangannya di dalam sana. Membelit lalu menarik keluar milik Abel yang menjadi alasan puan itu mendesah kenikmatan. Tekstur lembut dan kenyal menjadi candu tersendiri. Tak bisa menyembunyikan senyum Abel kala merasakannya.

Perlahan mereka melangkah masuk ke dalam kamar paling depan, kamar yang menjadi tempat tidur Abel selama tinggal di sana. Kamar yang sebentar lagi akan menyimpan surga dunia penuh dosa keduanya.

Kanu menendang sedikit pintu kayu sampai benar-benar tertutup. Menangkap rahang kekasihnya, mendekatkan tubuh keduanya hingga benar-benar menempel satu sama lain.

Ciuman itu diurai saat oksigen mulai menipis, sesak namun nikmat luar biasa. Abel bisa merasakan aroma tembakau di bibir tebal kekasihnya, manis yang ia suka. Rasa yang selalu mengingatkan Abel pada Kanu. Cigaret. Setiap mengapit rokok di antara bibirnya, Abel selalu merasa melumat bibir Kanu. Ah kotor sekali pikirannya.

“Kangen banget.”

Senyum Abel mengembang kembali saat bibir itu kembali menciumnya. Tapi kali ini di tempat lain. Dahi, turun ke kelopak mata, kanan dan kiri. Sedikit bergeser ke pipi, perlahan menuju hidung, turun lagi ke dagu, sebelum menyantap leher putih susu itu. Menghisap hingga timbul warna merah keunguan yang kemudian dijilat beberapa kali. Sebentar saja leher Abel penuh dengan tanda kepemilikan dari kekasihnya. Sama sekali tidak merasa jijik, justru gelinya sangat ia suka.

Satu persatu pakaian ditanggalkan, menikmati pemandangan paling Kanu sukai. Tubuh indah Abel. Kanu tak pernah bosan menikmatinya. Setiap lekuknya membuat Kanu merasa surga ada di genggamannya. Harum aroma tubuh khas puan cantik ini selalu membuat Kanu mabuk kepayang. Malu sekaligus bersyukur memiliki sosok paling indah dalam dekapannya.

“Jangan semua.” Kata Abel saat Kanu berniat untuk melepaskan bra hitamnya. Pemuda itu mengangkat sebelah alis, menatap kekasihnya lamat, mencari arti dari kalimat yang ia dengar.

“Biar berantakan. You like it, right?”

Kanu tak bisa menyembunyikan seringainya. Ia kembali meraup bibir manis itu, melumatnya hingga sang empu menggeram sebab terlalu terburu-buru. Mengemis oksigen karena sesaknya kembali datang.

Sedikit mendorong tubuh mungil itu hingga terhimpit di dinding tanpa melepaskan pagutannya, Kanu mengunci pergerakan Abel. Kakinya sedikit dilebarkan, lalu ia menempatkan lututnya di antara kaki Abel. Perlahan naik hingga menemui kewanitaan yang masih tertutup kain tipis berwarna hitam.

“Uh…K-kanu..”

Kembali tersenyum Kanu melihat sajian di hadapannya. Bibir Abel terbuka sedikit, nafasnya tertahan saat beberapa kali Kanu sengaja menggesek lututnya. Membuat gerakan memutar yang seduktif. Menekan-nekan hingga cengkeraman tangan Abel pada bahu Kanu menguat.

“Kok nakal pinggulnya gerak gitu?”

Hampir Kanu tertawa melihat gerak pinggul Abel yang mulai bergerak resah. Menggesek miliknya yang mulai gatal dan mengganjal. Bergerak berlawanan arah dengan lutut Kanu yang semakin cepat menggesek di baliknya. Mata terpejam, menikmati sensasi rasanya. Abel bisa keluar jika terus begini.

“Ah-uh…lagi.”

Seksi sekali kekasih Ksatria Nugraha jika sudah mulai naik. Sesekali Abel menggigit bibir bawah, membuat warnanya semakin merah membara. Matanya terpejam dengan suara desah dan lenguhan yang semakin keras detik demi detik.

“Udah basah belum? Mau aku masukin, nggak? Aku isi sampe mentok ke sini.” Kotor sekali mulut laki-laki tampan ini. Tangannya mengusap bagian rahim dengan jari telunjuknya pelan. Menggelitik juga memacu jutaan kupu-kupu di sana meledak seketika. Nafas Abel semakin sesak, bibirnya terus melantunkan desahan, menunjukkan betapa hal itu membuatnya merasakan surga dunia.

“Mau keluar dulu, ah ben..tar, uh.” Kalimat Abel sudah tercecer tak karuan. Ia tak bisa berpikir jernih untuk apapun. Dirinya hanya ingin puas dan keluar sebanyak mungkin.

Dengan itu ia mempercepat gerak pinggulnya, naik turun seperti sedang menunggangi kuda. Memutar dan menggesekkan miliknya yang sudah basah pada lutut Kanu yang membalas berlawan arah. Sebentar saja tubuh Abel bergetar dan limbung saat cairan hangat itu keluar membasahi celana dalam dan juga paha Kanu.

Sama sekali tidak jijik. Kanu justru membantu Abel melepaskan benda kecil itu, merosot turun seperti tak berharga. Ada kilat yang bisa Kanu lihat memenuhi kewanitaan Abel sebab putihnya baru saja datang. Ide gilanya muncul seketika. Masih dengan posisi berdiri, Kanu merosot, menyejajarkan dirinya dengan kewanitaan Abel yang masih basah dan merah merekah. Bahkan tanpa disadari oleh perempuan itu Kanu sudah meletakkan bibirnya di sana. Menciumi labia itu hingga desah keras kembali terdengar.

Shit!

Kanu meletakkan satu kaki kekasihnya pada pundak agar aksesnya lebih mudah, melesakkan lidah panjangnya masuk menusuk menyapa klitoris yang menegang. Seperti dihukum, Kanu tak mengijinkan Abel untuk duduk, tubuhnya disandarkan pada dinginnya dinding kamar. Matanya terpejam, dadanya membusung, keseimbangannya sudah menipis hampir tidak ada. Abel meraih apapun untuk berpegangan, satu tangannya meremas rambut Kanu, sesekali menekan agar ciuman di bawah sama semakin dalam. Jelas bohong jika dirinya ingin kegiatan ini cepat usai.

“Nggak kuat .. ah, Kanu ugh.”

Dicengkeram paha Abel hingga tercetak warna merah di sana, menyesap klitoris yang semakin membuat Abel menggila. Suara kecupan menjijikkan terdengar nyaring memenuhi kamar, bersama dengan lenguhan yang tak henti disuarakan oleh pemilik rumah. Lidah panjang Kanu menusuk tepat pada titik sensitif Abel. Tubuh puan itu menegang, ia menggerakkan sedikit pinggulnya dengan kencang sebelum tubuhnya bergetar dan mencapai putihnya yang kedua. Melelehkan cairan putih kental yang langsung dilahap habis oleh Kanu.

Bukan hanya vagina Abel yang berkedut, seluruh tubuhnya pun begitu. Butuh beberapa saat Kanu memberikan pelukan hangat untuk mengembalikan diri Abel yang melayang jauh ke langit ke tujuh. Senyum pemuda itu mengembang manakala menyadari kehebatannya, membuat Abel merasakan nikmat hanya dengan bibirnya.

Perlahan membaringkan tubuh Abel di atas kasur, membantunya melepas sisa pakaian yang melepas hingga dingin pendingin ruangan mulai merambat tubuhnya. Abel yang sadar akan hal itu kembali membuka matanya, pemandangan Kanu yang sedang mengocok kejantanannya membuat bola matanya melebar. Rupanya ronde ketiga sudah di depan mata.

“Mau aku masukin sampe mana? Sampe sini? Sini? Atau sini?” Tubuh Abel bergidik saat jari panjang itu membelai kewanitaannya lagi, perlahan menggesek di antara labianya yang masih basah, sedikit menyentuh klitorisnya, lalu naik dengan gerakan memutar yang menambah gairah gila. Hingga berhenti tepat pada bagian pelvis.

“Dijawab, sayang.” Ucap Kanu lagi. Belum mendengar jawaban, bibir Kanu sudah menyantap bibir Abel lagi. Menghujaninya dengan ciuman panas yang basah, melibatkan lidah yang membuat beberapa liur menetes dan berantakan di antara bibir mereka. Persetan. Siapa peduli.

Kanu meremas dada Abel, menurunkan ciumannya pada leher hingga membuat beberapa tanda merah lagi di sana, tak begitu terlihat sebab tahu tempat. Abel masih harus bertemu dengan adiknya setelah ini. Namun Kanu tetaplah Kanu, ia tak pernah rela tubuh Abel bersih dari tanda kepemilikan darinya.

Ciumannya turun pada dada sekali itu, memberikan tanda merah yang tampak sangat jelas di beberapa bagian, sebelum melumat puting yang sudah menegang, “eugh .. sayang..”

Dada Abel membusung saat dengan sengaja Kamu menggigit pucuknya, bergantian dengan dada yang satu lagi, memperlakukannya dengan sama. Menyesap kuat seolah menginginkan susu keluar dari sana, padahal hanya desah nikmat dari mulut Abel yang bisa ia dapat.

Dirasa sudah cukup, Kanu mengarahkan kejantanannya pada lubang yang sudah basah. Banjir bahkan. Memasukkannya perlahan, membenamkan hingga seluruhnya sampai pada titik terdalam. Perih dan nikmat segera mendominasi tubuh Abel. Dipersembahkan ciuman manis untuk perempuan cantik itu. Demi untuk distraksi rasa sakit yang pastinya akan terganti dengan nikmat luar biasa.

Kanu mulai bergerak saat Abel sudah bisa beradaptasi dengan miliknya yang ukurannya sudah membesar. Bergerak keluar masuk, sesekali memutar agar mendapat sensasi lain yang tak kalah nikmat. Begitu menemukan titik ekstasi Abel, Kanu menyodoknya beberapa kali. Kaki Abel menendang-nendang di udara, otomatis melebar agar akses masuk Kanu semakin mudah.

“Liat punyaku kelihatan, aku tekan, ah fuck! Enak, sayang … Ugh.”

Banyak omong. Kotor. Seksi.

Peluh sudah memenuhi keduanya. Abel sudah tak bisa mengatakan apapun. Ngilu sekali saat Kanu mengusap pelvis yang beberapa kali menyembul saat hentakannya sampai pada titik terdalam.

Tapi fokus Kanu mulai terganggu saat menyadari ponsel Abel terus berbunyi. Berisik, Kanu tak suka.

Kala. Nama itu yang terus muncul saat ponsel Abel menyala. Adik kekasihnya itu tak henti menelepon. Pun mengirim banyak pesan.

“Balas dulu, yang.” Kanu memberikan ponsel itu pada Abel namun puan itu menggeleng, tenaganya tak cukup untuk mengetik.

“Aku balas ya? Kasihan kalo butuh uang gimana.”

Abel hanya mengangguk, tubuhnya terguncang acak. Dengan pinggul yang masih menghentak, Kanu mencoba membalas pesan Kala yang bertanya apakah kakaknya ada di rumah.

Fuck! Bel, adik kamu di luar. Denger suara kita.”

Fuck.”

Dengan sisa tenaganya, Abel mendorong Kanu minggir dari atas tubuhnya, terpaksa mencabut miliknya yang masih menegang dan sebentar lagi mencapai klimaks.

“Pake baju ayo cepet.” Abel memunguti semua baju mereka, memakai miliknya tanpa memperdulikan itu terbalik atau tidak, yang penting cepat. Diikuti oleh Kanu yang memakai celana dan kaosnya kembali.

“Kenapa kita nggak denger ada orang masuk sih.” Omel Abel sebelum membuka pintu. Jujur tubuhnya masih lemas dan bergetar.

“Ya gimana ya, namanya juga lagi enak.” Kata Kanu pelan. Sebab Abel sudah berada di luar, menyambut adiknya yang duduk di sofa seolah siap menagih penjelasan.

Memang benar rupanya, bercinta saat masih terang memang bukan pilihan yang tepat.

Tapi Kanu ingin mengulanginya lagi suatu hari nanti. Abel harus siap. Harus.

Ksjmysunflower

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Gara-Gara Sekala”
Beranda
Cari
Bayar
Order