PART 1 : TUAN TANAH

Author: Perigigibts
Malam bukan waktu yang tepat untuk Jungkook. Kenapa? Karena setiap langit beralih menjadi gelap, saat itu pula bajunya wajib ditanggalkan. Kini Ia menaiki anak tangga yang melingkar ke atas. Kakinya terasa dingin menapaki keramik seharga jutaan dolar, di rumah yang berdiri tegak bak mahligai mimpi dari negeri dongeng. Jungkook menyeret sebuah selimut bersama tubuhnya, hanya itu. Pun benda tersebut sangat tipis, apabila terkena cahaya maka puting merah muda yang sehat tersebut dapat terekspos dengan mudah. Ia gugup sedikit gemetar, namun kembali mengeratkan tubuhnya dengan serat pudar yang menjuntai indah ke dasar. Sebelum akhirnya pemuda itu berhasil menerobos masuk, ke dalam sebuah kamar di ujung koridor. Setiap detik saat ia melangkah, Jungkook merasakan tubuhnya mengambang, tak ada pondasi kuat, seakan pijakannya dapat rubuh kapan pun. Ia kembali menekan engsel pintu lain, untuk ke tempat yang lebih eksklusif. Sebuah pintu kayu besar, dengan kilat polesan mahal dan ukiran indah berbentuk kelopak bunga telang, menyambutnya. Ini sudah beberapa kali bagi Jungkook, namun mengingat bagaimana bagiannya akan digerayangi, selalu membuat nyalinya pergi-pergi. Tapi, tugas tetap tugas, ia bekerja disini. Demi uang. Demi membayar semua hutang-hutangnya. Sosok Jungkook begitu sempurna, katakanlah kalau wajah yang dia miliki itu kecil, sesuai dengan standar kecantikan di sana. Bulu matanya lentik, tubuhnya indah; putih, mulus tanpa cacat. Memberi nilai lebih di mata orang kebanyakan. Dan hanya itu pula yang mampu membawanya sekarang pada sejumput nasi. Terdengar sangat tragis bukan? Ia jadi teringat dulu, bagaimana pandangan orang desa tentangnya. Saat Jungkook masih tinggal di rumah masa kecilnya, bahwa pemuda itu tumbuh dengan bahagia; dia pintar, periang, dan ramah pada semua insan di sana. Pipinya yang besar dan merah, lantas menjadi bahan cubit orang-orang. Membuat yang lain bercita-cita melihatnya menjadi seseorang yang sukses. Setelah beranjak remaja, pun masih tak sedikit yang membanggakan Jungkook—sebagai salah satu pemuda terbaik di desa kala itu. Namun bencana datang. Sang bunda meninggal, keluarganya hancur lebur oleh hutang. Ia harus lari ke sebuah tempat asing. Tanpa saudara, tanpa dukungan, dan hanya beban yang memberati pundak. Semua orang di desa sana menutup mata, dan pura-pura mengiba. Seketika mereka lupa dengan kenangan dulu, bahkan jika ada kebaikan yang pernah tersisa dari keluarga Jungkook, itu semua hanya menjadi cerita. Langkahnya berhenti di sebuah kota—di mana ia akhirnya bertemu dengan rumah besar ini. Di sana, setidaknya Jungkook mendapat hidup yang layak. Dapat makanan untuk mengisi perut, juga tambahan harta untuk dikumpulkan, hingga nanti ia cukup menyumpal mulut lintah darat yang terus menyebar gosip, bahwa dirinya kini menjadi gila di tengah ramainya pasar. Kejadian itu membuat mimpinya kandas, membawa nestapa ke dalam kelam yang tak kian menerang. Jungkook tidak akan pernah lupa, saat dia diselamatkan tanpa sengaja. Dipungut seperti anjing jalanan. Entah sebenarnya diselamatkan atau semakin dijerumuskan oleh permainan dunia, tetapi yang diyakini adalah semenjak saat itu. Jungkook yang periang, pintar, polos dan suci telah hilang. Dia mati bersama bunda dan semua moralnya. *** Hangat.  Jungkook bisa merasakan hawa panas dari pijar bohlam yang membiaskan cahaya kuning, sampai ke sudut ruangan. Ia terus berjalan, dengan mata yang masih was-was.  Kemudian duduk di sebuah kasur besar. Dia menutupi dadanya, dan bersimpuh malu di atas empuknya tempat tidur. Seseorang sebentar lagi akan datang, lirih pemuda itu dalam hati. Berusaha tegar untuk malam ini. Sekali lagi Jungkook menarik nafas, mengatur detak jantung, dan meremas kain dalam dekapannya. Memang kepada siapa dia menjual tubuh? Kepada seorang Tuan, dia akan menjawab. Sosok pemilik dari istana megah ini. Dia adalah seseorang yang tidak pernah diizinkan wajahnya untuk dilihat siapa pun. Maka dari itu, pelayan rendahan seperti Jungkook sangat mudah untuk dibuang. Meskipun apa yang terjadi, ia berusaha untuk menahan rasa penasarannya. Terutama ketika mereka bercinta—Jungkook dengan si Tuan misteriusnya. Lantas yang disebut bercinta itu ialah Jungkook disetubuhi seperti binatang. Menjadi pelampiasan nafsu tanpa rasa kemanusiaan. Sampai terkadang merasa lebih baik mati saja. Ia melenguh hingga haus, lehernya pun dicekik demi kenikmatan makhluk entah apa itu—yang pasti kelakuan biadabnya tidak lagi bisa disebut manusia. Jujur, Jungkook tidak ingin hidup seperti ini selamanya. Tapi, jalan yang ia punya habis di depan jurang takdir. Mau tak mau maka dia terjun. Menikmati sisa hidup di kala jatuh, sampai nanti tubuhnya menyentuh tanah. Semua sudah terlanjur, dan hati nya pun patah. Jungkook harus tetap bertahan. Sampai saat ini, kenyataannya tabungan pemuda itu masih belum cukup untuk melunasi segala hutang warisan tersebut. Ia meredam kegelisahannya. Tidak sampai sedetik melepas pikiran tentang hidup, telinga Jungkook menangkap suara derap kaki yang perlahan mendekat. Bayangan hitam, besar, berwujud sosok manusia itu muncul. Ia maju sedikit lagi ke arah Jungkook, dan kini bayangan hanya menyelimuti wajah. Rompi berwarna merah, dengan kemeja hitam, serta kalung-kalung emas, merantai di sekitar leher membalut sosok di hadapannya itu. Dari sana—hanya sampai kerah itu orang lain dapat melihat Tuan mereka. Siapa sebenarnya dia? Sekilas cerita yang Jungkook dengar tentangnya adalah bahwa dia merupakan seorang penguasa di wilayah ini. Semua orang mengenalnya, dan memanggilnya dengan sebutan Tuan Tanah. Maka tidak heran kalau hartanya melimpah, bahkan tidak akan habis jikalau ia ingin membangun istana setinggi awan. Secara pasti, belum pernah ada yang melihat wajah dari sosok Tuan Tanah tersebut. Hal ini terjadi karena peristiwa naas yang menimpa keluarganya manakala Tuannya itu masih kecil. Ayah, ibu, dan saudara perempuannya dibantai habis-habisan oleh perampok di tengah hutan, dan sebagai pewaris terakhir kerabatnya memutuskan untuk menyembunyikan wajahnya, bahkan namanya. Agar siapapun tidak dapat mencelakai sosok itu, karena tak ada yang tahu  tentangnya. Namun terkurung selama 30 tahun di tempat ini— mengingat bahwa ia juga adalah seorang manusia biasa, membuat sang Tuan Tanah perlu memenuhi beberapa kebutuhan. Salah satunya adalah kebutuhan biologis. Belum lagi rasa jenuh yang meradang dan luapan emosi yang tidak pernah punya tempat. Untuk meredakan semua itu, setiap malam seorang pelayan akan dihidangkan seperti suguhan.  Khusus melayani kebiadabannya. Sayang, dia terlampau hidup tanpa kasih dan pengertian, sehingga membuat si Tuan itu kasar dalam bersikap. Tidak ada satu pun yang bisa bertahan. Memang semua yang datang itu diberikan upah melimpah, tapi kebanyakan dari mereka kabur, karena tidak sanggup diperlakukan secara tidak manusiawi. Dan hanya Jungkook. Hanya dia yang bertahan. Lebih pada harus. Jujur saja, ini sebenarnya jelas mengapa pemuda itu sangat buruk dalam bercinta sampai semua orang meminta pergi, menjauhinya. Bagaimana 30 tahun hidup tanpa mengenal cinta bisa membuatnya menjadi pecumbu handal. Mungkin dia pun tidak tahu bagaimana caranya menyayangi. Malam-malam sebelum ini lebih parah. Terutama saat pertama kali Jungkook disetubuhi olehnya. Ia tidak diberikan waktu untuk bernafas, rambutnya ditarik, dan mulutnya dalam sekejap sudah penuh oleh batang dari kelamin sosok tersebut. Ia meringis namun tak ada belas kasihan. Tubuhnya sakit berjam-jam setelah mereka selesai. Jungkook meringis menahan keram pada setiap lebam yang berubah dari merah menjadi pilu. Ia meringkuk di sudut kasurnya kala itu, rasanya benar-benar buruk. Sebenarnya apa itu yang disebut kepuasan? Pertanyaan kecil, kalimat yang berimbuh dari rasa penasarannya. Membuat ia bangkit di kala terpuruk. Bagus akal Jungkook belum mati saat itu. Ia termangun sejenak, apa pernah pemuda itu melakukannya dengan cara yang lebih baik? Ia lantas mencoba menjelajahi tubuhnya sendiri, belajar memuaskan dirinya. Dengan keras hati, bersikukuh akan tetap di sana, membuat laki-laki biadab itu menjadi seseorang. Sebab tidak mungkin selamanya dia akan merasakan siksaan-siksaan itu terus. Sampai dia tahu, bagaimana tempo permainan dalam seks yang sesungguhnya. Dan ungkapan lama, bahwa usaha tidak akan mengkhianati, itu memang benar. Esoknya dan sampai hari ini, ia bisa merasa lebih baik. Walaupun tetap, hatinya selalu bergetar setiap pria itu menaiki kasur. “S-selamat malam, Tuan…” Sapa Jungkook lembut, menyembunyikan rasa takut di balik senyum. Seperti biasa tidak ada jawaban. Lampu yang tadi terang, mendadak mati. Akan tetapi tidak lama, lilin-lilin kecil pun hidup, membuat cahaya temaram di kamar yang lebar nan luas itu. Sehingga lebih banyak bayangan gelap untuk sosok misterius itu bergerak. Aroma segar dari daun mint, menyengat kuat di indra penciuman Jungkook. Itu adalah wanginya, dia sudah sangat kenal. Dan hal tersebut pula yang membantunya menebak dimanakan tubuh tuan tanahnya itu berada. Kini ia pergi ke belakang tubuh Jungkook. Rasanya seperti benar-benar menunggu maut. Tuannya bak singa yang sedang memantau mangsa dengan cermat, agar dalam sekali gigit buruannya tersebut bisa jatuh dan tunduk. Tubuh Jungkook dipeluk dari belakang. Ia kaget. Hampir mencengkram lengan besar yang kini merengkuh dadanya. Lalu, meremas lengan kecilnya dengan jari-jari yang panjang dan besar. Hembusan dari nafas, juga hidungnya yang bergantian menyapu kulit Jungkook membuatnya merinding seketika. “T-tuan, bagaimana kabar mu hari ini?” Percakapan seperti ini memang tidak berguna, tapi dapat membangun suasana. Jungkook harus lembut, jika ingin diperlakukan dengan pantas. “Mm…” Sebuah ciuman terasa hangat di pundak polos Jungkook. Sedikit jilatan di atas kulitnya menghantarkan aliran nafsu sampai ke bawah epidermis pemuda itu. Tubuhnya menegang. Jungkook mengerutkan alis, tekanan dari jemari Taehyung perlahan mulai mengendur dan berganti menjadi dekapan seolah rindu. Atmosfer yang pria itu buat untuknya malam ini entah mengapa terasa berbeda. Rasanya sungguh, umm… Romantis? Tangan besar yang tadi menyentuh pundaknya turun. Meraih tangan Jungkook untuk melepaskan kain yang tertahan di dadanya. Ia lemah, semakin lemah karena kini tubuhnya telanjang total, dipangku dari belakang oleh seseorang tanpa wajah. Jungkook belum memberi tahu nama Tuannya benar? Bukankah tidak ada yang tahu? Tapi dia berhasil mendapatkannya dari pelayan yang pensiun dan sering dijumpainya untuk membeli susu. Namanya Tuannya adalah Kim Taehyung. “Ah—!” Desahan Jungkook lepas, ketika kepemilikannya digenggam. Lalu diremas, membuat sengatan kecil seperti duri yang menekan saraf untuk merangsang libidonya. Pria itu mulai nampak buru-buru saat Jungkook bergeser, sehingga sesuatu di bawah sana berteriak. Ia memegang pinggul kecil Jungkook, dan mengangkatnya, kemudian menabrakkannya dengan cepat ke titik sensitif tersebut. “Tuan, apakah tidak ingin bermain dulu?” tukas Jungkook  sambil menahan tubuhnya dengan memegangi lengan Taehyung di belakang. Kecupan-kecupan di punggungnya lantas berhenti. Jungkook dilanda rasa takut detik itu juga, apa dia melakukan kesalahan? Apa dia terlalu banyak omong? “Tuan apakah ingin bermain?” Dengan berani Jungkook bertanya sekali lagi. Kali ini, tangannya yang mengajak pria itu menyentuh putingnya. Kemudian Jungkook melenguh. “Ahh…” Tubuhnya diangkat tanpa aba-aba. Ia memangku Jungkook, dan keduanya duduk pada sisi dimana bayangan dari tirai menutup setengah kasur. Semua total gelap. Hidung Jungkook menyentuh hidungnya. Ia tidak bisa melihat apa yang ada di depannya, tapi ia tetap bisa merasakan semuanya. “Apa?” gelegar yang langsung menggema masuk dan menabrak gendang telinganya, suara yang tidak pernah dia dengar membuat Jungkook gemetar. Nyalinya semakin mengerdil. Walaupun sedikit ada perasaan lega. Namun, kekosongan muncul dalam otak Jungkook. Dia hanya berniat untuk mengalihkan sosok itu. “Ummh,” Jungkook gugup, kenapa dia gugup disaat yang tidak tepat. Ayolah! Tenggorokannya terasa begitu kering sampai membuatnya gagap. “T-tuan boleh bertanya satu hal pada saya. Dan apabila saya tidak bisa menjawab Tu-Tuan boleh memukul bokong saya… Itu permainannya… Apakah cukup menarik, Tuan?” Jelas Jungkook. Tidak ada jawaban. Sampai tangannya tiba-tiba ditarik ke bawah. Dibawa jatuh ke atas pangkuan, beberapa detik kemudian Jungkook sudah menungging melintang di atas paha pria itu. Ia bisa merasakan tangan dingin pada gumpalan lemak, yang siap menghajarnya. “Mengapa saya harus bertanya, kalau bisa melakukannya kapan pun, Jeon?” “Agar… Agar Tuan bisa lebih dekat dengan saya, dan merasakan betapa saya sangat menikmati permainan Tuan.” “Baik.” Singkat dan jelas. Kenapa ya, setiap pemuda itu berbicara bulu kuduk Jungkook langsung merinding. Seperti lebih baik jika dia diam. Jungkook belum terbiasa dengan ini, lebih-lebih suara tuanya itu sungguh seksi. “Silahkan Tuan,” “Nama?” “J-Jeon—” Plak!! “Ahh! Tuan? Apakah salah saya??” Jungkook merasa sangat kaget saat satu tamparan itu menimpali pipi pantatnya. Ada dengusan gemas yang terdengar. Membuat ia kesal dan bangkit. “Saya tidak mau main kalau Tuan nakal!” Taehyung tidak menyangka mangsa kecilnya itu akan merajuk, nada protesnya begitu lucu. Ia acuh saja, dan langsung mencicipi lagi tubuh Jungkook. Dada polosnya dikecup. Taehyung setengah berdiri dengan lututnya, menyejajarkan posisi mereka dan menjamah setiap permukaan, lalu mengulum puting Jungkook lagi. Bukan ini rencananya. “T-Tuan, berhenti!!” Lehernya ditarik, deru nafas mereka saling mengenai wajah masing-masing. Hanya bibir yang masih menggantung di udara. Jantung Jungkook berdebar begitu kuat, engap karena ia kesal. “Kenapa kamu marah?” Tanya Taehyung agak tidak sabar. Namun Jungkook ingat dengan posisinya, ia kembali menundukkan pandangan. Berbicara sepelan mungkin. Merendahkan diri, dengan semua ego yang hampir pecah tadi. “M-Maaf Tuan, saya tidak bermaksud untuk marah. Tapi, Tuan sudah berjanji untuk bermain dengan saya.” Ia kembali mendekatkan tubuhnya yang tanpa busana, namun Taehyung menjauh karena dipenuhi rasa penasaran. “Kenapa saya harus bermain-main dengan kamu?” “Tuan sudah berkata, saya pikir Tuan adalah seorang pria sejati yang selalu menepati kata-katanya.” Hanya satu yang tidak boleh diragukan oleh orang-orang tentang diri Taehyung, yaitu kesejatiannya sebagai seorang pria. Mendengar argumentasi pintar dari Jungkook, sungguh menantang harga egonya. Taehyung lantas mengembalikan posisi pelayannya itu lagi, meremas bokong Jungkook yang membuat tubuh sang pelayan menegang. Pemuda itu menelan ludahnya sendiri, mungkin akan menyesali semuanya setelah malam ini. Bodoh!  Permainan pun dimulai. “Berapa umurmu?” “20.” “Apa kamu punya pacar sebelumnya?” Pertanyaan Taehyung ini hampir membuatnya kelewatan waktu. “Belum.” “Jadi, saya adalah pertama bagimu?” tukas Taehyung, membuat dia bungkam. Jungkook tersipu, dan telat menjawab. Satu pukulan kencang pun menampar bagian belakangnya. Bercak merah tercetak disana, tapi lenguhan lolos melewati bibir pemuda Jeon itu, menumbuhkan hasrat pada diri Taehyung. Ia tidak menyangka permainan ini membuatnya bersemangat. “Saya suka desahanmu, Jeon.” Ledek nya puas di telinga Jungkook. Membuat ia total mati rasa. Tubuhnya pun ikut panas. Sesuatu menggelitik perutnya, jantung Jungkook berdetak tidak beraturan. Punyanya menegang. Dia menegang hanya karena satu tamparan? “Suka saya kasar, hm? Punyamu sudah tegang…” Bisik Taehyung lagi. “T-Tuan umm… P-pelanh…” Jungkook menjadi-jadi, saat Taehyung kian kencang mencengkram bokongnya. “Pelan? Bukan kah ini permainanmu? Bukan kah ini yang kamu mau, Jeon?” Plak!Ah! Tuan!” “Hm? Ingin protes sesuatu?” Jungkook sudah gila, tapi dia tidak akan tahan kalau begini. Taehyung yang berbicara padanya, memanggil marganya setiap menantang, membuat dia jadi hilang kalimat. Pinggulnya berayun. Sesuatu ingin dilepaskan di bawah sana. Libido Jungkook menanjak, dia terangsang dengan mudah oleh suara Taehyung. Lalu gegabah duduk di atas paha sang majikannya tersebut dan menggesekan kemaluannya pada satu paha Taehyung. Menyandarkan kepalanya pada dada besar pria itu. “Umphh—Tuan tolongh…” “Memohonlah, aku menikmatinya.” Plak! Semakin tegang Jungkook, ujung penisnya sudah basah oleh precum. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menuntaskan ini semua. Ia lelah. Taehyung lalu menahan pinggangnya, menghentakan beberapa kali tubuh mereka, memberinya juga rasa nikmat yang dari tadi ditahan. “Tuanh—ah—ahh!” Tubuh Jungkook dibanting, ia tertidur di sisi kasur yang penuh oleh cahaya lilin. Taehyung keluar dari bayangan gelap, dan menunjukan muka yang selama 30 tahun ini disimpannya. Jungkook tercekat, pipinya merah seketika. Dia salah tingkah saat yang dilihatnya ternyata adalah sosok rupawan. Indah dengan mata coklat yang terang. Sangat tampan. Taehyung melepas bajunya di atas jungkook, membuat keduanya sama-sama bisa melihat diri mereka masing-masing. Warna dari tubuh, remang di atas kulit, bahkan bibir Jungkook, ternyata lebih indah dari yang Taehyung pikirkan. “Apa saya tampan?” tanya Taehyung, saat mengurung Jungkook dibawahnya. Ia mengangguk. Kalah telak. Pria itu kemudian tersenyum mengejek. Sudut bibirnya meninggi. Taehyung mulai mengurut ereksi Jungkook, pelan dan intens. Ia berhasil dibawa terbang. Pinggul sang pelayan yang ramping, terangkat seinci sanking nikmatnya tangan besar Taehyung di bawah sana. “Umph—” Jungkook menggigit bibirnya kuat, bagaimana pun dia juga pemuda dewasa. Yang keras kepala dan punya ego. Terlebih kalimat-kalimat congkak Taehyung membuatnya bertahan dengan sisa harga diri yang sudah hancur. “Senikmat itu kah, Jungkook?” Taehyung mencengkram rahangnya, mengembalikan pandangan indah itu, ia melihat kilat dari mata Jungkook. “Tuan…” “Mempertahankan ego mu hanya akan membuatmu rugi, Jeon.” Dia menyerah. “Ahh…. Tolong! Tuan aku memohon padamu!” Taehyung menggigit daun telinga Jungkook yang berubah merah, sungguh gregetan. Ia berhasil menyelesaikan kenikmatanya. Semburan cairan kental putih, yang baru pertama kali Jungkook rasa. Putih dan lengket, tubuh Jungkook lemas. Keringat berlumuran di sekujur permukaan kulitnya, nafasnya tersengal. Jemari Taehyung menghapus peluh di dahi pihak bawahnya. Mengecup bibir yang merah yang sedikit bengkak itu. Lanjut, memasukan ereksinya pelan. Jungkook bisa merasakan lubangnya berkedut. Perlahan semakin didesak. Hangat menjala, dinding yang menghimpit ereksi Taehyung, membuatnya mengerang. Tidak pernah senikmat ini, bahkan dengan melihat ekspresi jelas Jungkook, membuat imajinasinya menjadi luar biasa. Alat vital Taehyung segera menembus dubur Jungkook. Membayangi prostatnya, membuat ia terasa penuh. Sebuah kecupan di bibir ranumnya kembali pria itu sematkan. “Kamu sangat cantik, saya tidak pernah menyangka wajahmu di bawah sinar jauh lebih memikat hati.” “Tuan, pun.” Balas Jungkook. “Saya?” “Tuan pun sangat tampan dan baik hati, memanjakan saya. Menyanjung saya, bahkan menerbangkan saya hingga pergi ke bulan sana, hingga dapatmerasakan sinarnya malam pada hari ini.” “Bibir ini sangat pintar merayu rupanya?” Taehyung suka, dia suka bagaimana kata demi kata dirantai mejadi kalimat oleh Jungkook, ia mengikatnya dengan baik. “Hanya ingin berucap itu saja, Tuan.” “Panggil saya Taehyung.” “Tuan…” “Mendesahlah dengan itu!” Satu hentakan, Jungkook menutup mulutnya. Dia kembali merasakan sengatan luar biasa menyambar. “Taehyung… Ngh!” Gerakan keduanya begitu cepat. Hati mereka terbakar, darah seperti mendidih. Kamar itu pun mulai pengap, ini sudah entah kali ke berapa Taehyung melakukan pelepasannya. Ia menarik pergelangan kaki Jungkook, menaikkannya ke pundak. Membuat pemuda itu menggigit bibir. “Tuan, ingin lagi?” Taehyung hanya tersenyum. Ia meludah ke tangan, mengolesi salivanya di pinggir dubur Jungkook. “Buka mulutmu!” Jungkook pun membuka rongga mulutnya, menjulurkan lidah yang merah. Taehyung meletakan jempolnya disana. Membuat ia seperti pelacur yang kelaparan untuk disetubuh. Tapi dia suka. Jungkook suka saat Taehyung merendahkannya tapi tetap meraba pelan permukaan kulitnya. Jungkook benar-benar tertantang. “Kau menginginkannya?” Jungkook mengangguk patuh. “Kalau begitu nikmati, Jungkook.” Taehyung kembali memasukinya. Tubuh Jungkook terangkat. Ia merasa perih di sekitar lubangnya, namun jari Taehyung masih di dalam mulutnya. Membuat ia hampir tersedak. “Agh! Umm—uhh ahh!” Taehyung terus menggempur lubang Jungkook, menggerakan pinggul yang seperti tidak lelah mengajar bagian bawah Jungkook. “Fuck!” Erangnya frustasi. “Tuanh, di sana… Tolong, saya ingin lebih!!” “Berhenti berbicara, jalang!” “Tuanhh lagi! Lagi!” Ia dengar, dan kalimat itu makin membuat Jungkook bersemangat seperti dia benar-benar seorang jalang yang kehausan. Taehyung mengabulkan, keduanya berhasil mencapai putih mereka masing-masing. Nikmat. Hanya itu yang bisa dijabarkan. Taehyung merebahkan dirinya di samping Jungkook. Matanya baru kali pertama menatap langit-langit yang nampak terang. Namun, Jungkook segera bangkit, dan mengambil selimutnya. Dia tidak boleh tidur di kamar tersebut. Ketika Jungkook hendak pergi, Taehyung pun menahan tangannya. “Tidur lah di sini.” “Maaf Tuan, tapi saya tidak bisa.” “Mengapa?” “Sudah kehendaknya begitu, jika ingin tetap di sini, saya tidak akan bisa menerima upah apapun besok.” “Tapi, saya ingin kamu disini.” “Besok. Jika Tuan ingin saya di sini, besok saya akan ke sini lagi.” Jelas Jungkook. Tuannya itu nampak kecewa. Jungkook menggigit bibirnya. Kembali mendekat, mengecup bibir Taehyung sekilas. Menarik selimutnya, yang pelan meninggalkan tubuh Taehyung. Membuat aroma pemuda manis itu tinggal bersama si Tuan Tanah. Jari Taehyung sempat menyentuh dan hendak meraih ujung kain Jungkook, agar berhenti. Tapi gagal. Taehyung mabuk. Benar-benar mabuk oleh Jungkook. Malam ini adalah malam terbaiknya. Jantung pria itu berdetak cepat tanpa alasan. Pikirannya hanya penuh oleh dia. Sosok lembut yang berhasil membuat batu keras seperti Taehyung berlubang pula. “Jungkook,” sudut bibirnya terangkat, “Sampai jumpa besok.”   TBC

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “PART 1 : TUAN TANAH”
Beranda
Cari
Bayar
Order