“Tuan nhh—” Dengung di bawah nafas kalimat Jungkook putus, tidak pernah terselesaikan. Setiap hentakan dari ereksi Taehyung membuatnya lemah untuk berucap. Prostat pemuda itu sampai bengkak ditumbuk. Tubuhnya dimanja, diberi kenikmatan sampai menagih tidak ingin berhenti.
Yang sekarang, setiap malam tanpa keduanya sadari, hubungan di atas kasur tersebut, perlahan bergerak dinamis ke tempat lain.
Jungkook membuka rongga mulutnya berusaha mengais oksigen, nafas pemuda itu habis. Pun tubuhnya mulai lelah. Ia masih dengan posisi menungging, berusaha untuk kuat dan sabar.
“Umh—Tuan Taehyung, apakah saya boleh meminta sesuatu?” Tanya Jungkook pelan tidak ingin menyinggung, ia menahan tubuhnya untuk tegak, mengambil perhatian si Tuan Tanah di belakang sana. Dan, suara lembutnya pun berhasil membuat atensi Taehyung teralihkan, ia memelankan tempo sebab ingin tahu sekarang apa lagi yang manisnya itu mau.
“Sebut saja.”
“Saya ingin merasakan sentuhan bibir, Tuan.” Kala itu jantung Jungkook sudah tidak karuan, tapi tubuhnya lebih lelah lagi. Taehyung lalu melepaskan tautannya, dia berdiri dengan telanjang bulat. Mengambil air di meja dekat ranjang, sekedar memulihkan tenaga.
Karena jujur, Taehyung saat ini masih belum puas. Entah sampai kapan pula. Jungkook terlalu membuatnya berhasrat.
Deguk dari air yang masuk melewati kerongkongannya terdengar menindas, Jungkook menutup dadanya dengan selimut. Pelu menetes di pinggir dahinya, ia juga haus. Wajahnya menunduk ingin, tapi mana mungkin dia meminta. Lantas Dewi penguasa, sepertinya sedang senang memberi keberuntungan. Sehingga Taehyung menyisakan setengah untuk ia bawa pada pelayannya tersebut.
Kata orang, Tuan Tanah dari kota terpencil di tengah hutan ini sifatnya sama seperti iblis. Wajahnya tidak ada yang tahu, karena mungkin dia bersembunyi di balik masa lalu untuk menutup aib buruk rupanya. Tetapi, tak ada satu pun yang benar di mata pemuda Jeon itu. Taehyung selalu lembut padanya, bahkan ketika dia sangat bernafsu, lalu tangan kekar pria bermata tajam itu akan pelan meraba, menenangkan saraf Jungkook.
Umm… Apabila wajah? Jungkook akui, wajah Taehyung itu sempurna. Bahkan ia berpikir bahwa kegelapan terlalu lama menutupi semua kebenaran ini.
Taehyung mengangkat dagu Jungkook, melihat bibirnya yang kering. Lalu memberikannya minum, serta menunggunya selesai. Bahkan hanya dengan melihat pemuda itu Taehyung merasa senang.
Dia seperti tidak lagi merasa kesepian di tengah penyendiriannya.
Jungkook sadar dirinya sedang dipandangi, ia jadi canggung melihat balik ke arah Taehyung. Setiap kali diam membalas tatapan, matanya seakan terkunci paksa di kedua obsidian itu.
“Tuan, maaf hamba lancang menghabiskan minuman ini?” Ungkap Jungkook merendah, ia hendak kembali menunduk sopan. Tapi, Taehyung langsung menahan dagunya.
“Jangan menunduk di depan saya.”
“Apa saya berbuat sesuatu yang salah, Tuan?”
Taehyung mengangguk.
“Matamu itu, apa dia sengaja mempengaruhi saya untuk bersimpati. Tapi, semakin lama saya melihatnya justru semakin candu. Apa ini sengaja, Jungkook?”
Malu, sungguh malu. Jungkook tersipu. Pipinya berubah merah. Tangannya bahkan sampai gemetar saat berusaha menutupi putingnya yang masih terekspos. Lalu, Taehyung menghantarkan tangannya di hadapan pemuda Jeon itu. Yang Kemudian tanpa ragu ia sambut, aneh bukan? Jungkook seperti punya dua sisi yang apabila sedang bersama Tuan Tanah itu, akan saling berlawanan, di mana satunya terus merasa takut, ngeri, dan hina saat melihat Taehyung.
Namun, ketika kulit mereka bersentuhan, ada perasaan percaya juga ketulusan yang entah bagaimana Jungkook enggan untuk ragu.
Apalagi menepisnya.
Mereka duduk di lantai, tepat di hadapan tempat tidur. Permadani mahal yang dipesan khusus dari negeri selatan terasa sangat nyaman. Taehyung merebahkan tubuhnya, menahan satu tangan. Membuat Jungkook sedikit bingung. Ia kemudian hanya duduk, melihat ke arah sang majikan.
Lalu, Taehyung menautkan jemari mereka, Tuannya itu sudah seperti patung Buddha yang sedang tidur. Ia masih meremas jari-jari Jungkook. Dan dari, telapak tangan mereka yang menyatu, membuat sengatan aneh padanya.
Kini yang bergerak bukan lagi bandul pada jam besar di rumah besar ini, tapi juga hatinya. Sesuatu yang Jungkook rasakan selama ini seperti—kesedihan, bergeser dengan debaran-debaran hangat. Pipinya memerah seketika, jadi terlihat transparan karena kulit pemuda itu benar-benar jernih, seperti susu.
Dia sangat bodoh dalam mengendalikan ekspresi.
“Kenapa malu begitu?”
“Saya hanya tidak biasa dipandangi. Tuan membuat saya tersipu.” Dalihnya.
“Seseorang seharusnya memandangimu setiap hari Jungkook, jika mereka ingin melihat bintang tanpa takut hari mendung, rembulan sepanjang tahun, dan tenangnya danau saat musim semi.”
Sungguh, ucapan Taehyung sekarang langsung membuat Jungkook kalah. Seperti panah yang dilepas ke udara, dan tepat mengenai buruannya. Ia benar-benar tidak berdaya.
“Tidak ingin menjawab, hm?”
Suara berat Taehyung itu membawa wibawanya semakin kuat. Rasanya lemas, sampai Jungkook tidak berani bangkit. Alhasil, ia hanya bisa menyembunyikan rasa bergejolak itu di balik topeng jual mahalnya.
“Sepertinya tuan suka membuat metafora untuk orang lain, sampai mereka bingung untuk menjawabnya…”
Pintar menjawab adalah salah satu yang membuat Taehyung terkesan dari Jungkook.
Ia terkekeh.
“Kenapa? Apakah kata-kataku itu membuatmu malu?”
Jungkook menyibak ujung rambutnya yang panjang ke belakang kuping, lalu menggeleng.
“Saya suka melihat kamu yang tersipu.”
“Apa Tuan sedang merayu?”
“Hahaha… Apakah yang dari tadi saya lakukan itu memasak, Jungkook?”
Kali ini gelak Taehyung berhasil melepaskan ribuan kupu-kupu di perut Jungkook, dia lalu mendekat. Meninggalkan selimut putihnya dan ikut berbaring di samping Taehyung. Meletakan kepalanya di bisep sang pemilik. Keduanya berbaring di dasar, saling memandang. Membiarkan lilin perlahan mengecil, dan hening membayangi.
Taehyung kagum, ia menyentuh lengan Jongkook yang kulitnya terasa lembut seperti bayi, putih seperti susu.
“Tuan, apa saya juga boleh bermetafora juga?” Jungkook sedikit menggigit ujung bibirnya. Dia meletakan tangan di dada polos Taehyung, menunjuk belahan dadanya yang nyata, memisah dua bidang berbentuk kotak sempurna.
“Silahkan.”
“Tuan pun, sangat tampan. Seperti melihat malam yang dingin, namun tidak pernah pergi untuk membuat saya sendiri.”
Ada pilu disana, Taehyung bisa merasakannya pada setiap penggalan demi penggalan kata Jungkook.
“Seseorang seharusnya tidak pernah sendiri, benar?” Balas Taehyung.
“Malam tidak pernah menakuti saya lebih dari merasakan hal itu, Tuan.”
Jungkook pun mendekat. Mengecup ranum Taehyung yang basah. Memainkan lidahnya di dalam rongga mulut pemuda itu, mempertemukan pangkalnya. Mereka bertukar nafas pada pertautan yang terasa sengit.
Malam ini tidak lagi ada kesendirian. Hanya ada perasaan hangat, dan juga panas dari suhu tubuh kedua insan yang sedang dimabuk oleh perasaan mereka masing-masing tersebut.
***
Besok paginya Jungkook sudah bersiap untuk bekerja seperti biasa. Kejadian semalam sangat membekas. Dia belum merasakan ciuman sedalam itu, dan tutur kata Taehyung yang manis membuat kepikiran dari dia bangun sampai sekarang.
“Jungkook, tolong bawakan makanan ke ruang Tuan ya!” Kata Hyeon Seok seraya muncul dari balik pintu. Pemuda bermata sipit yang lebih pendek darinya itu merupakan salah satu penanggung jawab dapur. Sejak awal Jungkook di sana Hyeon Seok lah yang selalu membantunya dalam menghadapi kehidupan di istana jadi-jadian ini.
Sebenarnya rumah tuan ini lebih mirip kastil berhantu. Karena apabila tampak dari luar bangunanya memang sudah sangat tua. Tetapi ketika masuk ke dalam, setiap ruang terkesan hangat akibat lampu pijar yang dipasang di setiap sudut juga langit-langit, serta wangi rumah ini yang khas.
“Apakah tidak ada yang bisa mengantarnya?” Balas Jungkook lagi, sebelum dia meletakan gelas.
Hyeon seok menggeleng. Tetapi Jungkook mersa geriknya sedikit aneh.
“Cepat antar, ya?” Pintanya lagi sebelum dia menghilang kembali ke dapur. Jungkook pun meninggalkan ruang piring dan mengambil troli makanan. Ia mengangkat nampan makanan-makanan yang sudah disediakan oleh koki juga Hyeon Seok.
Pemuda itu pergi ke lantai dua. Menuju ruangan di arah berlawanan dari kamar yang biasa dia dan Taehyung pakai untuk bercinta.
Tempat itu adalah ruang kerja sang Tuan Tanah, ukurannya sangat luas dan ada sebuah jendela besar untuk melihat langsung keadaan di sekitar rumah tersebut. Jungkook mengendap masuk. Hari ini dia masuk ke ruangan dengan pakaian yang lengkap—kemeja, rompi, dan celana bahan panjang. Membuat ia seperti pelayan orang kaya pada umumnya.
Jungkook mengambil celemek putih, yang memiliki sisi renda, agar tidak terkena tumpahan saus atau remahan makanan. Setelah memakai benda tersebut, ia kemudian mendorong kembali troli makanan tersebut, dan menutup pintu.
Seperti tidak ada siapapun disana, ruangannya terlampau sepi. Hanya terdengar cuitan burung dari luar. Namun kedamaian itu ternyata tidak lama, tiba-tiba matanya dikejutkan oleh Taehyung yang keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut.
Ia segera berpaling, matanya kemudian menangkap ada baju di atas sofa yang sudah disiapkan rapih.
“Bawakan air untuk saya.” Titah Taehyung.
Jungkook langsung mengangguk, dan segera berlari kecil. Mengambilkan air minum untuk Tuannya tersebut.
Dia menunggu di samping Taehyung, memperhatikan pemuda itu lamat-lamat.
Rambut basah yang jatuh di atas kening pria itu, membuat Jungkook menjelajah. Ia baru sadar pula dada bidang Taehyung dan pundaknya sama lebar.
Ia pun sampai meneguk ludah. Taehyung jadi sangat menawan begini?
Jungkook lalu menyediakan semua sarapan di meja tengah sofa, menunggu lagi Taehyung menggerogoti semua makanan lezat tersebut. Menu hari ini, ada telur mata sapi, beef grill, sosis, dan wine. Juga ada roti-rotian sebagai sumber karbohidratnya.
Perut Jungkook jadi ikut lapar ketika melihat itu semua, dia fokus memperhatikan isi meja sampai tidak sadar suara degukan pada kerongkongannya terdengar.
Taehyung tersenyum tipis, laki-laki itu menggantung garpu juga pisau rotinya di udara, menahan kedua sikunya di atas dengkul. Dan menoleh ke arah Jungkook.
“Saya tidak pernah makan dengan siapapun sebelum ini.” Jelas Taehyung membuat Jungkook sadar. Apa mungkin itu salah satu cara nya untuk mengusir dia dari sana. Pemuda bermarga Jeon itu pun segera mundur dan meminta maaf.
“Maaf, Tuan saya tidak tahu. Saya akan pergi—”
“Tidak, saya ingin kamu disini. Duduklah dengan saya.” Hal ini tidak pernah Jungkook duga, Taehyung bahkan terlihat sangat biasa saat mengajaknya makan.
“Maaf Tuan, itu akan sangat lancang.”
“Lebih lancang jika perintah ini tidak kamu turuti, Jeon Jungkook. Ingat mengikuti ucapan saya adalah sebuah kepatuhan.”
Jungkook tidak mau berbasa basi, berdebat dengan majikannya itu hanya akan berakhir sia-sia. Ia lalu duduk di samping Taehyung.
Pada jarak yang dekat, pemuda itu bisa merasakan wangi segar dari bunga yang bercampur mint semerbak menyelinap di indra penciumannya. Sepertinya ini adalah wangi dari sabun Taehyung.
Jujur saja, duduk tanpa jarak begini membuatnya terintimidasi, apalagi sosok di samping Jungkook saat ini adalah Taehyung.
Berada di ruangan kerja, menemani majikanmu makan, dan melihatnya masih sedikit basah. Tentu membuat siapa pun tidak dapat mengontrol pikiran, serta berimajinasi liarnya. Termasuk Jungkook.
Apalagi hanya ada dia dan sang Tuan Tanah di sana. Namun pemikiran itu segera ia tepis. Jungkook harus fokus pada tujuannya untuk bekerja, hanya karena semalam dia mendapat rayu dari majikannya itu, tidak berarti Jungkook itu istimewa. Dia hanya alat untuk memuaskan nafsu bejat orang itu, bukan siapa-siapa.
Mengapa pula kini kenyataan itu membuatnya sedih?
“Apa yang sedang kau pikirkan, hm?” Tanya Taehyung memecah lamunannya.
Pria itu menoleh lagi. Ia memperhatikan celemek berenda yang Jungkook pakai.
“Kau sangat manis menggunakan pakaian yang lengkap.”
“I-ini cukup nyaman, Tuan.”
“Benarkah? Jika nyaman berarti tidak usah dibuka?”
Blush!
Benar-benar keterlaluan. Jungkook meremas ujung kain celananya, ia berusaha menahan perasaan yang termakan pancingan dari lidah tak bertulang Taehyung.
“Apabila dibuka pun, akan ada Tuan yang membuat saya nyaman.” Balas Jungkook.
Jujur, saja dia sudah tidak peduli dengan harga dirinya lagi. Namun, pemuda itu masih saja merasa terpancing.
Taehyung bisa melihat gelagak sok Jungkook, juga nadanya begitu angkuh. Tapi seperti kebanyakan orang pemalu pada umumnya, apa yang terucap di bibir pasti lain pada rautnya.
Pemuda itu bahkan tidak memandang Taehyung. Kukunya memutih saat meremas kain. Ia tersipu oleh ucapannya sendiri.
Sungguh manis.
“Kamu lapar?” Akhirnya Taehyung menawarkan sepotong sandwich, yang dia buat dari tadi saat mereka saling bertukar kata. Diam-diam, pemuda itu memang sengaja membuatkannya. Jungkook yang melihat makanan tersebut lalu mengangguk ragu.
“Makanlah.Ini pertama kalinya seseorang makan dengan saya, dan saya tidak ingin kamu kelaparan.”
Jungkook segera mengambil makanannya, ia lalu menggigit karena penasaran. Sampai saat lidahnya mengecap rasa daging yang bakar sempurna dengan mentega paling mahal, berlapis roti tersebut menyatu. Matanya langsung terbuka.
“Tuan?”
“Tidak enak?”
Jungkook menggeleng sangat tidak setuju.
“Enak! Terima kasih, Tuan sangat baik.” Sudah lama dia tidak merasakan makanan seenak ini.
Taehyung kemudian mendekat, menaruh tanganya di belakang Jungkook. Mendekatkan bibirnya di telinga sang pelayan.
“Jangan memuji saya kalau kamu tidak ingin bernasib sama dengan sandwich itu, Jeon. Suaramu sudah membuat saya tegang dari tadi.”
“Tuan Taehyung—”
“Bahkan setiap kamu memanggil, rasanya benar benar sedap. Apakah sebaiknya saya membuka perlahan bajumu? Atau kita robek saja?”
Jungkook mendorong Taehyung. Menjauhkan wajahnya, lalu ia mengalihkan pandangan entah ke mana.
“Seseorang akan memergoki saya, Tuan. Saya tidak ingin dipecat atau disangka menggoda Tuan.”
Taehyung berdiri sambil menahan tawa, dia kembali meningkatkan handuknya di pinggul. Bertelanjang kaki, mengambil celana dan bajunya untuk di pakai. Dan setelah selesai, pemuda itu kembali menghampiri Jungkook.
“Apa sudah selesai?” Tanya Taehyung.
Tangan Jungkook kemudian ditarik, dan tubuhnya dibawa ke balik meja. Ia duduk di atas pangkuan laki-laki itu, mereka sama-sama kini melihat peta di atas meja.
“Tuan, bagaimana kalau ada yang melihat. Ini bukan malam..”
“Di sini sebentar. Saya rindu kamu Jungkook…” bersamaan dengan kalimat itu, sebuah kecupan berhasil mendarat di tengkuknya.
“Tuan, tapi semalam kita baru saja bertemu, dan ini bukan pekerjaan saya sekarang. Banyak yang harus saya urus.”
“Biar orang lain yang mengurus, rumah ini punya puluhan pegawai, dan saya mau salah satu dari mereka untuk disini. Duduk bersama saya, melihat luasnya lahan di mana itu semua adalah kepunyaan saya.”
Heran sungguh heran, menebak jalan untuk pulang dari pasar yang melewati hutan pun tidak pernah sesusah menakar pikiran Taehyung.
“Kamu tahu Jungkook, apa yang sudah saya tandai, akan selalu jadi milik saya. Akan selalu disini, dan akan saya jaga selamanya.”
Taehyung menekan beberapa kata, seperti “milik” dam “selamanya”, ia sangat tegas.
Dengkul Taehyung perlahan bergerak ke atas. Menekan sesuatu yang sensitif di sana. Jungkook sampai mengepalkan tangannya. Membuat perut pemuda itu bergejolak serta, pipinya panas.
Jemari Taehyung menyelip di tengkuk Jungkook, menyisir rambutnya dari belakang. Kemudian mengecup tengkuk pemuda itu lagi.
“T-Tuan Taehyung, saya akan sangat tersanjung jika ini metafora.” Ia berusaha menahan pemuda itu. Ada debaran yang terasa begitu kuat.
“Kamu adalah metafora saya, Jungkook.”
Taehyung pun mencium bibir manis itu. Mengulumnya lembut.
Jungkook yang tidak dapat membendung keinginannya pun berbalik. Membuka resleting celananya di hadapan Taehyung, kemudian kembali duduk berhadapan di pangkuan sang majikan. Menggerakkan pinggulnya seintens mungkin, untuk menggesek benda vitalnya pada perut kotak Taehyung.
“Tuan???” Disana Taehyung masih diam, tidak bereaksi apapun. Hanya melihat Jungkook seksama.Ia menyandarkan punggung pada kursi. Meletakan dengkul kanan pada tangan kursi, kemudian melihat Jungkook seakan menantang lelaki itu untuk melakukan sesuatu itu lebih, yang membuatnya merasa puas, tapi tentu dalam pengamatan nya.
“Kenapa berhenti?”
“Tapi, Tuan—”
“Lakukan, lakukan di depan saya. Saya ingin lihat kamu.”
Bagai petasan yang meledak-ledak saat musim panas, Jungkook ketar-ketir dibuat oleh Taehyung. Dia sudah membangun rasa percaya dirinya setinggi langit, sampai pria itu menyuruhnya mastubasi dihadapannya. Ini, ini agak berlebihan.
Sebenarnya apa kink Taehyung?
Permainan seks ini terasa panas, majikannya itu mendominasi secara alami bahkan sebelum mereka memulai. Jungkook hanya bisa canggung, menyentuh ujung penisnya dengan jempol. Ia mengeratkan jemarinya dan mulai mengurut ereksi putih memerah itu di hadapan Taehyung.
“Ummh….” Disana perutnya sudah bergejolak, Taehyung mencegah bagian tersebut. Ia meremas pinggang ramping Jungkook, membuat ia mules seketika.
“Apa senikmat itu, Jeon?” bisik Taehyung di telinganya.
Jungkook mengangguk, ia menahan desahan dengan menggigit ujung kemejanya. Taehyung yang sudah bisa berdiam diri melihat pria itu kenikmatan, meraih ereksi Jungkook. Ujung terlihat basah, percum Jungkook menandakan bahwa pemuda itu sudah hampir di penghujung titik kenikmatannya. Taehyung lalu mengangkat tubuh mungil itu, dan merebahkan nya di atas peta. Ia menunduk, menjilat ujung ereksi Jungkook.
Mengulumnya, membuat Jungkook hanya bisa terpejam, menggigit bibir yang kian memerah.
“Tuanh, cukup… Saya ingin keluar.”
Tidak ada sedikitpun Taehyung mendengar, dia justru semakin mempercepat tempo mulut, membuat lidahnya membasahi batang ereksi Jungkook.
“Ah—argh—”
Taehyung berhasil mencapai titik putihnya. Jantung Jungkook berdegup kencang bak suara hentakan kaki di pacuan kuda. Ia meremas rambut Taehyung pasrah, namun baru tersadar bahwa sentuhannya itu sangat halus. Rambut coklat dan tebal itu, ternyata juga wangi.
Tiba-tiba Taehyung menatapnya dari bawah. Perlahan ia bangkit, menarik ujung baju yang digigit oleh Jungkook, kemudian mengelap mulutnya yang terdapat sisa cairan sperma.
Gerak Taehyung memang lambat, namun itu yang membuat ketegangan untuk menekannya. Jungkook menjulurkan lidahnya setelah jempol Taehyung menarik dagunya hingga mulut Jungkook terbuka. Kemudian dia menjilat lidah Jungkook. Menempelkan sisa putihnya itu. Melumatnya, perlahan kembali menjelajahi rongga mulut Jungkook.
“Suka?”
Bisik Taehyung di tengah kegiatan mereka, Jungkook hanya terpaku menatap.
“Kemari jika suka!” Jungkook pun mengalukan tangannya di leher Taehyung, pemuda itu dibawa ke atas sofa. Ciuman mereka tidak putus.
Taehyung membalik tubuh Jungkook. Menampar pipi pantatnya lagi.
“Ah! Tuan!”
“Sakit?”
“Tidak tuan, saya suka. T-Tuan apa boleh dimasukan sekarang? Saya sudah tidak tahan, saya ingin Tuan memeluk saya sekali lagi.”
“Hanya kamu yang pintar berbicara dibanding pelayan-pelayan bodoh itu,” Taehyung segera memasuk penisnya. Membuat Jungkook mengerang. Sedangkan pria itu erat memeluk Jungkook dari belakang. Tangan mereka sekarang sama-sama menahan punggung sofa yang panjang. Jungkook sedikit meringkuk di bawah Taehyung., Sungguh, ereksi Taehyung sangat besar, namun itu pula yang dia suka. Terlebih saat benda itu menumbuk prostatnya. Membuat ia menjerit kesakitan juga nikmat.
Taehyung segera memainkan miliknya, tidak hanya Jungkook yang tegang di sini. Pemuda itu sudah menahan nafsunya. Kian lama waktu bergerak, namun tidak dengan tempo Taehyung. Ia cepat, dan lobang Jungkook seperti tercipta untuknya. Ukurannya sempit, membuat Taehyung tidak pernah puas. Ereksi pemuda itu serasa dipijat, dihisap, dikulum.
“Ah-ah…Tuanh…”
“Sempit.”
Taehyung mencengkram pinggang langsing Jungkook lagi. Menghentakannya sekali, dua kali, dan sampai dia menengadahkan kepala. Mencapai titik tertinggi di dunia.
“Rghh-” Geram Taehyung. Jungkook pun menggoyangkan pinggangnya, cairan kental berwarna putih menetes keluar dari uretra. Setelah tiga puluh menit mengembalikan energi, Taehyung beranjak pergi segera mengambil celana. Meninggalkan Jungkook di atas sofa yang mengais udara seperti pelacur. Ia tak pernah merasa sekosong ini, melihat Taehyung memunggunginya. Jungkook hampir menutup matanya, sampai Taehyung menutup tubuh berkeringatnya dengan selimut.
“Saya harus pergi, ada yang harus saya kerjakan.”
Masih sempat pemuda itu mengecup kening Jungkook, membuat pipinya bersemu.
“Tuan Taehyung…” Lirih Jungkook, ragu memanggil. Namun Taehyung sudah terlanjur dengar, “Hati-hati, Tuan…”
“Kamu mengkhawatirkan saya?”
Jungkook mengangguk.
“Sampai jumpa nanti malam, Jungkook.”
TBC
Be the first to review “PART 2 : METAFORA TUAN” Cancel reply
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Doctor’s Koala
Author: _baepsae95 -
🔒 Code Name : V (NC)
Author: _baepsae95 -
🔒 Braven – 13. Enamour
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 26. Deception
Author: Miinalee
Reviews
There are no reviews yet.