Part. 2: The Son of Hades
Titan’s Arena itu panas. Panas sekali.
Dan Titan’s Game biasanya dilaksanakan di akhir musim panas, sehingga cuacanya masih cukup panas dan lumayan membakar.
Duduk diam di kursi penonton dalam Titan’s Arena saja sudah terasa seperti sauna.
Lantas, bagaimana rasanya berdiri di arena yang sesungguhnya?
Rasanya seperti menginjak tanah neraka.
Tanah arena itu berpasir, kering, dan kadang ada butiran pasir yang menggumpal hingga membentuk kerikil-kerikil kecil yang tajam.
Makanya tidak heran kalau banyak Pejuang Titan yang akan terluka dan lecet di sana-sini ketika mereka melakukan latihan terbuka di arena ini.
Dan jika babak penyisihan pertama sudah dimulai, biasanya lukanya lebih parah lagi.
Maka dari itu jarang sekali ada peserta akademi yang berniat untuk mengikuti Titan’s Game karena taruhannya adalah nyawa.
Walaupun sebenarnya hadiah untuk Titan’s Game sebanding dengan resiko gamenya, tapi tetap saja, banyak yang lebih memilih untuk hidup tenang tanpa cacat daripada babak belur penuh luka.
Makanya, jika Titan’s Game sangat berbahaya, bagaimana rasanya menjadi peserta dan harus bertarung di arena?
Jika duduk di Titan’s Arena sudah terasa menyiksa seperti di sauna.
Maka berdiri di arena terasa seperti di neraka.
Dan bagaimana rasanya berdiri di arena dan harus bertempur di arena?
Rasanya seperti terjatuh ke neraka.
*****
Seokjin menatap ke sekitarnya, Sandeul di sebelahnya sudah tersenyum dengan begitu bangga ke arahnya. Anak Dewa Eros itu tersenyum lebar dengan wajah berseri-seri hingga berwarna kemerahan seperti buah persik.
Sementara Seokjin, dia justru merasa kedinginan di tengah cuaca yang sebenarnya tergolong agak panas. Seokjin menarik napas, perlahan dia mengangkat kepalanya untuk menatap Mr. Krakenshield yang masih berdiri di posisinya.
“Tuan Seokjin, kau bisa turun ke arena sekarang.”
Bagus sekali, Mr. Krakenshield seolah memperjelas bahwa saat ini Seokjin adalah salah satu ‘peserta’ dari Titan’s Game.
Walaupun dia hanya berperan sebagai partner latihan, tapi tetap saja dia harus melewati serangkaian pertandingan dan latihan pertandingan agar partnernya dapat menjadi kuat.
Bagus sekali.
Kelihatannya terjun ke dalam Imity Lake masih lebih baik daripada ini.
“Psst! Seokjin! Cepat turun!”
Seokjin menoleh ke arah Sandeul yang baru saja berbisik padanya dengan berisik, pemuda itu menuding ke bawah dengan sikutnya dan tangan yang satu lagi mendorong-dorong tubuh Seokjin.
“Apakah kalau aku mati, ibuku akan bersedih?” gumam Seokjin tidak jelas.
Sandeul mengerutkan dahinya, “Kau cuma menjadi partner latihan, bukan peserta. Santai saja.”
Menjadi partner latihan memang seharusnya bukan masalah.
Tapi masalahnya adalah siapa yang akan menjadi partner latihan Seokjin!
Sialan, Seokjin ingin pulang. Bisakah dia pulang ke rumah mungilnya bersama ayahnya dulu sekarang?
“Seokjin Kim..”
Mr. Krakenshield memanggil lagi dan mau tidak mau Seokjin berdiri, dia memberikan tas dan menendang kaleng colanya agar tidak menghalangi jalan.
Seokjin sama sekali tidak sadar kaleng colanya terjatuh, pasti karena dia terlalu terkejut tadi.
Anak dari Dewi Athena itu berjalan menuju ke tangga untuk turun dengan kepala tertunduk. Sungguh, tidak ada yang ingin Seokjin lakukan selain pulang ke kamarnya, membereskan kamar, dan pergi dari akademi ini.
Suara deheman dari Mr. Krakenshield membuat Seokjin mengangkat sedikit kepalanya, namun setelahnya dia menunduk lagi, meniti anak tangga yang curam untuk turun ke arena satu persatu.
“Baiklah, mari kita lanjutkan ke nama selanjutnya.” Mr. Krakenshield memulai, “Sekarang, nama yang terpilih akan menjadi partner latihan dari runner-up Titan’s Game tahun lalu sekaligus mantan The Titan dua tahun lalu, Jimin Park.”
Seokjin tersenyum miris, seseorang akan mendapatkan monster lainnya. Si perfeksionis dan seseorang dengan keahlian perang terbaik, Jimin Park. Seokjin mendesah pelan, dia sudah tiba di lantai dua dan sedang bergerak untuk menuju lantai satu ketika suara Mr. Krakenshield kembali terdengar.
“Yoongi Min, putra dari Dewa Apollo.”
Dan langkah Seokjin terhenti sepenuhnya.
Kepala Seokjin terangkat, berputar mencoba mencari dimana sosok Yoongi, anak dari Dewa Apollo dan dikenal sebagai sosok yang dingin, serta monster di bagian olahraga panah.
Untungnya, suara kerumunan dan arah kepala mereka membantu Seokjin untuk menemukan dimana sosok Yoongi berada. Dan dia melihat Yoongi, duduk di kursi penonton paling atas, tengah menghela napas dengan wajah bosan seraya berdiri.
Kemudian pandangan Seokjin beralih ke Jimin yang berdiri di arena dengan pakaian gladiator berwarna merah darah.
Dan putra Dewa Ares itu menyeringai dengan begitu lebarnya.
Seokjin bergidik, rasanya seperti melihat dua jenis monster bersatu. Dia berbalik dan berlari kecil menuruni tangga menuju arena, Seokjin tidak mau bertemu Yoongi di tengah jalan.
Ketika Seokjin tiba di lantai satu atau lantai para Pejuang Titan, Seokjin langsung disambut oleh seorang pembantu games yang dikenal dengan nama voithós atau pembantu. Seokjin tersenyum tipis padanya dan dia menarik Seokjin menuju sebuah ruangan.
Seokjin menurut saja karena dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dia pernah menjadi peserta Titan’s Game sebelumnya, tapi dia tidak pernah dibawa ke sisi Titan’s Arena yang ini.
“Ganti pakaianmu,” pria yang menjadi pembantu Seokjin dalam games itu menyodorkan sebuah pakaian gladiator berwarna hitam kelam, sama seperti milik Namjoon, kemudian melemparkan helm besi berwarna sama pada Seokjin.
“A-aku juga akan ikut bertempur?” ujar Seokjin gugup.
Voithós Seokjin mengangguk, “Tentu saja, jika sudah selesai, segera pilih pedangmu. Atau kalau mau, kau bisa memakai pedang yang seharusnya menjadi jatah Namjoon Kim, dia membawa pedangnya sendiri.”
Namjoon memiliki pedangnya sendiri?
Apakah itu berarti itu adalah pedang dari Dewa Hades?
Bagus sekali.
Ibu..
Tolong Seokjin..
Seokjin menahan isakan sedihnya dengan menerima pakaian gladiator yang diberikan padanya kemudian mulai berganti pakaian. Seokjin baru saja melepaskan kaus yang dikenakannya ketika Yoongi masuk ke ruangan yang sama.
“K-kau juga terpilih?” ujar Seokjin basa-basi.
Yoongi mengangguk, terlihat sangat santai. “Yah, bukan masalah, aku ikut Titan’s Game dua tahun lalu. Mungkin rasanya tidak akan terlalu berbeda.”
Ah, ya.
Bagaimana mungkin Seokjin lupa kalau Yoongi termasuk dalam jajaran lima besar teratas dalam Titan’s Game dua tahun lalu?
Yoongi menerima pakaian gladiator berwarna merah darah yang sama seperti yang dipakai Jimin. Kemudian putra Dewa Apollo itu menatap ke arah pembantu gamesnya.
“Ah, bisa tolong ambilkan busurku? Aku ingin memakainya jika diperbolehkan.”
Seokjin melirik ragu-ragu, Yoongi akan memakai busurnya. Busur Apollo.
Sial, seandainya saja Seokjin juga memiliki pedang atau busurnya sendiri..
Seokjin mencoba menahan tangisan sedihnya dengan menyelesaikan berganti pakaian. Seokjin menerima gladiator sandal yang harus dipakainya dan mencari kursi terdekat untuk mengganti sepatunya.
Ketika dia duduk di salah satu kursi, seseorang masuk ke dalam ruangan yang ditempati mereka dan dia adalah Jungkook Jeon, putra satu-satunya Dewi Aphrodite.
“Jungkook?!” pekik Seokjin tidak bisa dicegah. Dia benar-benar terkejut melihat putra Dewi Aphrodite itu berjalan masuk ke dalam ruangan yang sama dengan mereka dengan langkah ragu-ragu.
Jungkook tidak pernah mengikuti Titan’s Game sebelumnya.
Jungkook menoleh dengan gerakan terlampau cepat ke arah Seokjin, senyumnya terkembang saat melihat Seokjin. “Seokjin..”
Seokjin mengerjap dengan cepat, “K-kau.. siapa..”
Jungkook menggigit bibirnya, “Anak Dewa Hermes,” Jungkook meringis, “Aku menjadi partner latihan Taehyung Kim, putra Dewa Hermes.” Jungkook menunduk dengan sedih dan Seokjin merasa ingin ikut menangis bersamanya.
Seokjin menyelesaikan gerakannya untuk memakai sepatu dan dia menerima pedang yang disodorkan padanya. Sementara Yoongi terlihat sedang meneliti busurnya yang berwarna emas.
Itu busur Apollo..
Seokjin memandang Yoongi dengan tatapan iri, sementara dia menunduk menggenggam pedang yang terasa berat di pergelangan tangannya.
“Berbarislah dulu, kalian akan keluar bersamaan setelah semua partner latihan terpilih.” ujar salah seorang staff permainan yang masuk ke dalam ruangan tempat mereka berada.
Voithós Seokjin menggiringnya untuk berdiri di depan pintu keluar dengan Yoongi di belakangnya. Seokjin mencoba menggerak-gerakkan lengannya, membiasakan diri dengan pedang di tangannya.
Ketika akhirnya semua partner latihan sudah terkumpul, staff permainan membuka pintu keluar dan mempersilahkan mereka untuk keluar menuju arena. Seokjin yang berjalan paling depan sedikit mengernyit ketika sinar matahari terasa begitu menyorot matanya saat dia baru menginjakkan kaki di tanah arena.
Seokjin mengerjap untuk membiasakan matanya dengan cahaya matahari dan berjalan perlahan menuju bagian tengah arena tempat Namjoon, sang putra Dewa Hades, berada.
Seokjin menggigit bibir bawahnya dengan ragu, “Hei.” Seokjin menyapa Namjoon dengan suara pelan.
Namjoon mengangguk ringan, dia mengetuk helmnya, mengisyaratkan pada Seokjin untuk memakai helmya.
Seokjin terkejut, dia kelabakan mencoba mengenakan helmnya dan sisi helm yang tajam itu justru membentur tulang pipinya.
“Aw!” pekik Seokjin, dia memakai helmnya kemudian mengusap-usap tulang pipinya dengan wajah cemberut. Tidak menyadari Namjoon melihat itu dan sejak tadi melirik ke arahnya.
“Nah, karena sekarang semuanya sudah berkumpul, kami akan menjelaskan sistematika latihan siang ini.”
Seokjin mendongak ke arah lantai tiga, dia melihat Mr. Holios sekarang berdiri menggantikan Mr. Krakenshield.
“Latihan ini diperuntukkan untuk mengenal partner latihan kalian masing-masing. Kalian diizinkan untuk membawa senjata yang memang kalian miliki. Tapi..” Mr. Holios mengangkat jari telunjuknya ke udara, “Kalian dilarang menggunakan kekuatan kalian yang lainnya. Hanya boleh menggunakan kekuatan fisik kalian saja.”
Seokjin mengucap syukur dalam hati, setidaknya dia akan aman dari sambaran api neraka yang dimiliki Namjoon.
“Lalu, latihan akan dihentikan jika salah satu entah dari partner atau dari Pejuang Titan mengangkat pedang atau senjata mereka ke langit dan melemparkannya. Kami menganggap kalian menyerah jika kalian melakukan itu.”
Bagus, Seokjin akan melakukannya di detik pertama.
“Latihan akan dimulai ketika kalian siap. Sekarang, pergilah ke tiap persegi yang sudah dibuatkan di arena. Bagi para Pejuang Titan yang akan latihan di sesi kedua, diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu.”
Seokjin mengerutkan dahinya, dia menoleh ke sana-sini dan melihat Namjoon sedang berjalan menuju ke sisi kanan arena. Seokjin berlari kecil mengikutinya dengan sedikit tersandung.
Seokjin menunduk dan baru menyadari garis-garis yang dibuat di tengah arena. Ternyata para staff permainan sudah membagi ‘lahan’ untuk bertempur dengan cara membuat garis-garis di sekitar arena.
Seokjin menghindari garis-garis yang sudah dibuat dengan hati-hati, ketika dia berlari menghampiri Namjoon, dia bisa melihat Jungkook yang sedang berjalan dengan ragu-ragu mengikuti Taehyung, serta Yoongi yang sudah berdiri diam di salah satu ‘kotak’ arena dan tengah menyiapkan busur panahnya dengan Jimin di hadapannya yang sudah memegang sebuah pedang besar. Seokjin bisa langsung mengenalinya sebagai Pedang Ares.
Seokjin berlari kecil menyusul Namjoon yang sudah berhenti melangkah, pria itu terlihat menggerakkan otot lehernya, melakukan peregangan tubuh.
Seokjin berdiri dengan kaku, tangannya berkeringat dan pedang yang berat itu terasa semakin berat.
Namjoon menyentuh gagang pedangnya. Seokjin baru sadar kalau sejak tadi pedang Namjoon berada di sarung pedangnya.
Dan ketika Namjoon menarik keluar pedangnya, Seokjin tahu kalau dia pasti akan mati di latihan kali ini.
Pedang Namjoon besar, lebih besar daripada pegang yang dipegang dengan gemetaran oleh Seokjin. Dan mata pedang itu mengeluarkan cahaya berwarna merah seperti api.
“Kupikir kita tidak diperbolehkan memakai kekuatan selain kekuatan fisik!” teriak Seokjin.
Namjoon menunduk menatap pedangnya sendiri, “Aku tidak melakukan apapun, memang ini yang selalu terjadi jika aku menyiagakan pedangku untuk bertempur.”
Seokjin membelalakkan matanya, “Kita akan latihan! Bukan bertempur!” jelasnya panik.
Namjoon mengangkat sebelah bahunya, “Aku tidak melihat perbedaannya.”
Seokjin terdiam, otaknya berputar mencoba memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa berhasil keluar dengan selamat dari latihan ini tanpa terluka.
Mata Seokjin terfokus pada Namjoon yang berdiri di ujung kotak, memperhatikan kuda-kuda yang dipasang pria itu dan sayangnya, Seokjin tidak melihat titik lemah di sana.
Seokjin menggigit bibirnya, masih berusaha memikirkan strategi terbaik untuknya agar dia selamat, namun sebelum dia menemukan strategi yang bagus, genderang sudah berbunyi dan itu berarti latihan sudah akan dimulai.
Seokjin mengangkat pedangnya, berjaga-jaga jika Namjoon tiba-tiba saja menyerangnya.
“Kau boleh menyerangku lebih dulu,”
Dahi Seokjin berkerut saat mendengar ucapan Namjoon, menyerang lebih dulu akan membuat gerakannya dibaca oleh lawan, Seokjin harus berhati-hati atau mungkin saja Namjoon akan mengenali cara bertempurnya.
Seokjin mengeratkan genggamannya ke pedangnya dan mengayunkannya, dia lebih banyak menggunakan tenaga tangan kiri daripada tangan kanannya di ayunannya ini.
Namjoon mengelak dengan sangat sempurna, suara berdenting dua pedang yang beradu terdengar nyaring. Anak dari Dewa Hades itu mengayunkan pedangnya kembali ke posisinya, “Ayunan tangan kiri, kau kidal?”
Pelajaran pertama, Namjoon mampu mengenali serangan lawannya dengan baik. Taktik bertempurnya sangat halus, dia bahkan menghindar dengan begitu luwes hanya dengan ayunan pedang satu tangan.
Seokjin mencatat dengan baik di dalam kepalanya dan mulai mengayunkan pedangnya lagi, kali ini dia menggunakan tangan kanan dan mengincar bagian bawah Namjoon.
Namjoon menghindar dengan sedikit melompat dan menangkis pedang Seokjin. “Ah tidak, kau tidak kidal.”
Seokjin mengayunkan pedangnya lagi, kali ini mengincar bahu, namun berhasil dihindari lagi oleh Namjoon. “Darimana kau tahu?”
“Ayunan tangan kananmu lebih kuat daripada tangan kiri, dan kuda-kudamu jauh lebih baik ketika kau bersiap untuk mengayunkan pedangmu dengan tangan kanan.”
Pelajaran kedua, Namjoon seorang peneliti strategi yang handal.
Seokjin melepaskan tangan kirinya dari pegangan pedang dan memegang pedangnya dengan satu tangan. “Hebat,”
Namjoon memperhatikan ketika Seokjin mengubah caranya memegang pedang, dan dia juga mengubah sedikit kuda-kudanya.
Seokjin melihat keterdiaman Namjoon sebagai kesempatan emas dan dia segera menyerang Namjoon, Seokjin menghunuskan pedangnya dan berhasil menggores pakaian di sisi pinggul Namjoon.
“Teknik anggar,” Namjoon menyeringai, “Menarik.”
Seokjin tersenyum, teknik anggar adalah andalannya dalam bertempur karena gerakannya lebih halus dan cepat. Lawan akan cenderung tidak bisa mengenali kemana arah serangan karena gerakannya yang cepat dan halus.
Mereka terlibat pertempuran yang cukup sengit, Seokjin beberapa kali menangkis serangan Namjoon dan terfokus pada menyerang Namjoon.
Tapi jika dilihat dari manapun, Namjoon tidak terlihat dia bertempur dengan serius.
Seokjin mencoba menyerang Namjoon lagi namun Namjoon berkelit dan menyerang Seokjin lebih dulu, membuat pedang Namjoon menggores lengan atas Seokjin.
“Argh!” Seokjin mendesis, pedang Namjoon melukainya dengan memberi rasa terbakar yang sangat perih. Seokjin menggigit bibirnya menahan perih, darah mengalir dari luka besar di lengan atasnya.
Namjoon menyeringai ke arah Seokjin, jelas terlihat pria itu bisa melihat kekuatan genggaman Seokjin yang melemah karena lukanya dan tangannya yang gemetaran.
Anak dari Dewa Hades itu melangkah maju, mengangkat pedangnya, Seokjin menahan napas, genggamannya melemah karena tangan kirinya yang terkena pedang Namjoon mulai terasa kebas.
Seokjin nyaris menutup matanya saat Namjoon terlihat akan menghantamkan pedangnya ke kepala Seokjin, namun di sepersekian detik terakhir sebelum pedang itu menghantam Seokjin, Seokjin melihat mata Namjoon melebar dan pria itu mengubah arah ayunannya.
Seokjin memalingkan pandangannya seraya menutup mata, dia mendengar suara benturan keras diantara mata pedang dan benda metal lainnya. Seokjin membuka matanya dan melihat Namjoon berdiri di depannya, sangat dekat, dengan pedang yang terhunus dan berada di belakang tubuh Seokjin.
Dengan ragu-ragu Seokjin menoleh ke belakang tubuhnya dan melihat sebuah anak panah emas menancap di tanah. Tak jauh dari tubuhnya, masih berada dalam ‘kotak’ arena mereka.
Anak panah Apollo.
Apakah Namjoon Kim baru saja menangkis anak panah itu untuk Seokjin?
Pedang di tangan Seokjin tergelincir dari tangannya karena darah Seokjin yang terus mengalir, pedang itu terjatuh dengan suara berdenting keras ke atas tanah. Seokjin menunduk menatap pedangnya, kalau dia tidak segera mengangkat pedangnya, maka dia akan dianggap kalah.
Seokjin menunduk, berusaha mengambil pedangnya dengan tangan yang berlumuran darahnya sendiri namun sebelum jari Seokjin berhasil meraih pegangan pedang, Namjoon sudah melempar pedangnya ke udara dan pedang itu terjatuh dengan suara keras di atas tanah berpasir arena.
“Namjoon Kim menghentikan latihan!” suara Mr. Krakenshield terdengar menggaung di telinga Seokjin.
Seokjin mengangkat kepalanya, dia melihat Namjoon menunduk untuk menatapnya dan Seokjin terpaku.
Kenapa dia menghentikan pertempuran mereka?
“Namjoon Kim dipersilahkan keluar dari arena.” Suara Mr. Krakenshield terdengar lagi dan Seokjin melihat putra tunggal Hades itu menoleh ke arah kursi Mr. Krakenshield, mengangguk singkat, dan mengambil pedangnya dari tanah kemudian menyarungkannya kembali.
Sementara Seokjin masih berdiri diam di arena, darahnya menetes di atas mata pedangnya sendiri. Namjoon menyatakan kalau dia menyerah, padahal jika Seokjin tidak sanggup mengangkat pedangnya sendiri, itu akan dianggap sebagai sebuah kekalahan.
Namjoon tidak perlu melempar pedangnya ke udara.
Seokjin menoleh ke arah punggung lebar Namjoon yang semakin menjauh.
Apa maksudnya melakukan tindakan ‘menyerah’ itu?
To Be Continued
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Braven – 25. Bonding
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 9. Synthesis
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 14. Credence
Author: Miinalee -
🔒 One Love 15-0 | 11
Author: _baepsae95
Reviews
There are no reviews yet.