PART 3 : DERA

Author: Perigigibts
Lelah bercampur gundah. Jungkook menanggalkan bajunya, pemuda itu berjalan masuk ke dalam ruang yang sempit dan mandi. Dalam peratapannya di bawah air hangat yang merintik jatuh, ia berpikir. Mengapa malam ini tidak ada yang memanggilnya untuk pergi ke atas sana. Mengapa rumah besar ini terasa sepi pula? Jungkook mendesah kasar, dia benci untuk semua ketidaktahuan tersebut. Lalu, tiba-tiba jantungnya berdebar-debar. Nama Taehyung muncul dari benaknya Setelah membersihkan diri, Jungkook segera memakai chemise putih miliknya dan pergi tidur. Hyeon Seok yang sudah ada di sana sejak tadi, sibuk mengaitkan kancing baju. Ia hendak pergi keluar malam ini, tentu bersama pelayan yang lain. Akan ada pesta menyambut musim panas dan pasar malam. Semua orang tentu tidak ingin melewatkan hal tersebut. Ya, mungkin semua orang kecuali Jungkook. Melihat gerik sahabatnya yang aneh, Hyeon Seok kemudian bertanya. “Lebih baik kalau kamu ikut denganku. Akan ada banyak gula-gula, kembang api, dan…” pemuda pendek itu menggantungkan kalimatnya. Kemudian berbalik dari kursi rias di pojok tempat tidur mereka. “Ada soju.” “Kita bisa minum-minum, Jeon.” Jungkook menggeleng, ia hendak menaikan kaki ke atas kasur. “Aku sebaiknya di sini, aku takut apabila malam ini juga aku harus dipanggil.” Mendengar kepatuhan Jungkook itu Hyeon Seok seperti harus mengajarkannya cara bersenang-senang, setiap tahun Tuan Tanah menyeramkan itu akan pergi. Dan ini merupakan momen langka, di waktu yang tepat. Para pelayan bisa keluar rumah dan berpesta. Bagai mencoba membuang garam dari sup yang sudah asin saja kalau sampai tidak ikut. “Oh! Ayolah, Jungkook, itu tidak mungkin…” “Mengapa tidak mungkin?” Tanya Jungkook heran, mengapa rasanya Hyeon Seok tidak peduli tentang ini. Jika mereka ketahuan keluar dan terlihat tidak patuh, orang besar seperti Taehyung pasti akan dengan mudah memecat dan membuat keduanya terlantar. Jungkook tidak ingin mengambil resiko. “Tuan sedang pergi ke luar kota, Jungkook. Dia tidak akan kembali malam ini. Aku tahu ini dari supirnya tadi pagi, jadi malam ini kita harus berpesta. Sebelum kembali bekerja besok… Hm? Bagaimana? Kau masih sangat muda, seharusnya kau juga ikut berpesta…” Walaupun merasa sedikit tersentil oleh kalimat Hyeon Seok, Jungkook tetap menolak dengan halus. Ia malah baru tahu kalau Taehyung sedang pergi keluar kota, pria itu hanya pamit sebentar tadi. Jungkook melihat ujung kakinya di batas selimut, rasanya sungguh dingin. Biasanya tungkainya akan menggantung di udara, merasakan hantaman nikmat dari batang ereksi Taehyung, yang membuat prostatnya berkedut menagih. Jungkook melenguh lagi, entah sudah berapa kali. DIa terus memikirkan Taehyung. “Jungkook, kau tidak usah terlalu mengkhawatirkan Tuan, dia pasti juga sudah menyewa orang lain untuk tidur bersamanya malam ini. Setiap keluar kota, bukan kah itu kesempatannya untuk hidup bebas, tanpa ada siapa pun yang tahu identitasnya, dan melihat wajahnya yang buruk???” “Menyewa orang lain?” Jungkook meneguk ludahnya. “Tentu, aku dengar tempatnya singgah kali ini, banyak terdapat rumah bordil, yang memiliki banyak pemuda cantik sepertimu Jungkook.” Setelah Hyeon Seok mengatakan hal tersebut, Jungkook merasa ucapannya sungguh tidak adil, karena pertama; Taehyung itu tidak buruk rupa. Kedua: Taehyung tidak pernah membuatnya merasa terhina, ya tidak setelah mereka berdua berhasil berhubungan secara ‘manusiawi’. Kata pelacur sedikit menyinggung nya saat ini. Pun jika benar Taehyung keluar dan menemui pemuda lain untuk ditiduri itu haknya, dia tidak peduli. Dia tidak pernah khawatir juga tentang itu. Benar-benar bukan masalah. Tidak ini masalah, Jungkook merasakan sakit. Ia tiba-tiba terusik dan sedih. Hyeon Seok menyebalkan! “Jadi bagaimana? Ayo cepat ganti pakaianmu dan kita berangkat!” Jungkook menggeleng. Ia lalu menarik selimut nya naik, “Aku akan kerja besok, jadi aku akan tidur saja.” “Yakin? Ini awal musim panas, Jungkook!” Ia tersenyum sambil mengangguk, “Um!” Ada raut kecewa di wajah teman sekamarnya itu, namun mau bagaimana lagi, tidak mungkin dipaksa. Pikirannya. “Okay, sampai jumpa besok pagi!” *** Mata Jungkook berat, jam sudah menuju pukul sepuluh. Jungkook menggesekkan kakinya di atas kasur yang terasa dingin. Ia meringkuk di sana dengan nyaman. Nafasnya teratur dan mimpinya sungguh indah. Ia bisa melihat sebuah padang hijau membentang, terdapat berbagai macam ilalang. Dan saat lilin mulai padam, habis meleleh. Cahaya dari rembulan lalu mengganti masuk. “Hey?” Bisik seseorang mengganggunya. Dalam bayangan Jungkook sesosok monster muncul. “Jungkook.” Namanya di panggil makhluk itu! “Nhh…” Jungkook tersadar di sebuah ruangan, matanya masih mengabur. Sampai ia sadar itu adalah kamar tidurnya dan ada wajah di hadapannya saat ini. “Astagah! Tuan T—” “Shh!” Taehyung meletakan jari telunjuknya di atas bibir kenyal pemuda itu. Menghentikan setiap kalimatnya. “Apa yang Tuan lakukan di kamar saya? Bagaimana kalau orang lain sampai tau Tuan disini. Wajah Anda akan terlihat, Tuan!” Taehyung terkekeh. “Sungguh? Apakah itu yang paling mengkhawatirkanmu saat ini? Bukankah seharusnya kamu mengkhawatirkan dirimu sendiri?” Jungkook baru saja bangun tidur, tekanan seksual ini belum bisa diprosesnya secara benar. “Tuan Taehyung, Anda tidak mengerti…” Taehyung menggeleng, lantas meraih punggung tangan Jungkook dan menciumnya. “Kau sangat cantik dengan chemise langsungan begini. Tidak usah khawatir, karena semua orang sedang pergi saat ini. Oh, Jeon malam ini pun saya tidak bisa menahan rindu.” Kata Taehyung sangat lembut, mengalun, dan membuat libido Jungkook menanjak. Tubuhnya mulai tidak stabil, karena ia bisa merasakan tekanan darahnya pun ikut meningkat. Namun Jungkook ingat tadi perkataan Hyeon Seok. Omongan Taehyung saat ini pasti hanya bohong. Hah, dia bahkan sudah tidak bisa lagi membedakan mana rayuan, mana bujukan. Sebelum pulang pun seseorang pasti sudah mencumbu pria itu. “Bukan kah Tuan sedang pergi jauh? Mengapa pulang begitu cepat? Lagi pula di sana pasti Tuan bisa mendapatkan orang lain. Mengapa harus rindu dengan saya?” Taehyung meninggikan ujung alisnya, ia mendapati kalimat lugu Jungkook. Ini kali pertama bahkan nadanya sedikit meninggi. Sesuatu pasti sedang dipikirannya. Pria itu jadi ingin tahu. “Dari nadamu itu terdengar seperti marah. Hm?” Masih dengan kegiatannya, Taehyung kembali mendekat, kali ini bibirnya menyalami pundak kecil Jungkook yang wangi seperti bunga musim panas. “Tidak ada yang marah, T-Tuan…” Ucapnya salah tingkah. Jungkook menjauhkan pundaknya dari genggaman Taehyung, ia bahkan berusaha menghindari pandangan sialan itu. “Tapi kenapa wajah ini dipalingkan? Cemburu kah apabila saya menyentuh orang lain lebih dari kamu?” Taehyung mendorong Jungkook kembali ke kasur, membuat pria itu kini di atas. Mendominasi, dan mengecam segala tindakan sang pelayan. “T-Tuan?” “Manisnya…” Taehyung melerai baju Jungkook naik hingga pusar. Kulitnya yang lembut sedikit membuat sang tuan tanah kesusahan, sampai harus sedikit mencengkram permukaannya lebih keras. Di sisi lain Jungkook menggigit bibir dan menahan nafasnya. Tubuhnya lemah di bawah. Dan mereka seperti kehabisan ruang. Taehyung mulai mengecup perlahan, dari bawah pusar sampai ulu hatinya. Menghembuskan nafas, membuat seluruh tubuh Jungkook menyala. Jantungnya sudah lari-lari dari tadi. Ia bisa merasakan badannya meremang. Kini bibir basah Taehyung mengecup puting Jungkook, menghisap dan memainkannya seperti benda itu adalah kacang polong di side plate nya. Gemas melihat dari tempatnya, Jungkook tampak sudah asik. Pemuda itu terbuai oleh sentuhan-sentuhan kecil Taehyung. Matanya menutup, dan lenguhan tak bersuara, membuka mulut pemuda itu. Benar-benar polos. Taehyung membuatnya kembali kaget, ia menggigit dan menjilat  sampai rasanya sesuatu di bawah tubuh Jungkook mengeras. “Akh! T-Tuan…” Pekik Jungkook sedikit merasa nyeri. Ia pun langsung menutup kembali bajunya. Melipat kaki, memeluk dengkulnya. Sedangkan Taehyung setengah berdiri, di sana dia membuka baju. Memperlihatkan seluruh lekuk pada tubuh, dan ototnya yang padat. Kesan kuat dan dominan, membuat Jungkook ciut. Pria itu kemudian mengambil korek, ia menyalakan lilin kecil di samping nakas Jungkook. “Tuan tidak pantas melakukannya di sini, ruangannya sangat sempit, tempat tidurnya pun kecil…” Larang Jungkook. Namun Taehyung menggeleng kecil, ia menarik pergelangan kaki Jungkook. Membuat tubuh mereka sedekat nadi, menaruh tangannya di samping, dan mengecup kembali pipi gembil Jungkook yang manis itu. Mengapa terasa sangat menyenangkan, mengetahui bahwa pemuda ini sedang cemburu. Taehyung mesem. “Saya kembali hanya untukmu, Jeon.” “Tuan merayu saya…” “Tidak, kali ini saya berkata jujur. Saya kembali karena saya tidak bisa tidur memikirkan kamu, memikirkan ke mana mata ini melihat, apakah ada yang memeluknya? Apakah dia sedang sendirian? Demi Tuhan, saya sangat merindukanmu.” “Tuan percaya dengan Tuhan?” Taehyung hampir tergelak, tapi dia menggeleng. “Tidak sampai saya bertemu kamu.” Apakah musim panas memang sudah tiba? Pipi Jungkook bersemu begitu saja, dia kepanasan. Bibirnya bahkan kelu, ia tak lagi berpikir untuk membalas perkataan Taehyung, karena kalimat per kalimatnya sangat indah juga membakar. Tangan kekar Taehyung beranjak. Menyentuh lagi pipinya, mereka saling berpandangan selama beberapa menit. Terdengar suara dan juga degup jantung entah ini milik Jungkook atau Taehyung, jarak yang dekat ini membuat keduanya berdebar. “Tuan, apa saya boleh menyentuhmu?” Gema ringan Jungkook terdengar dengan serak, karena tenggorokan rasanya begitu kering ketika gugup. Taehyung mengangguk. Ia bisa merasakan jari jemari pemuda Jeon itu menyapa dagu, lalu berpindah ke pinggir mata. Hangat dan lembut. Api pada lilin bergoyang, karena angin kencang berhembus liar melewati sela jendela. Membuat kulit tengkuk Taehyung ikut merinding. “Apa yang sedang kau pikirkan, Jeon?” “Tidak ada yang pernah bertanya tentang apa yang saya pikirkan, Tuan.” “Saya ingin tahu.” Jungkook  kemudian melepas tangannya dari wajah Taehyung. Ia melepaskan satu persatu kancingnya. Melepas celana, hingga tidak menyisakan apapun selain tubuh polos itu. Ia bersimpuh kembali di bawah pandangan sang majikan. Jungkook menoleh ke samping, melihat lilin yang masih menyala. Kemudian memadamkannya. Asap abu tipis lurus naik hilang di udara. Taehyung langsung mengecup bibirnya. Memainkan lidah, menautkan benda itu, ia rakus. Dalam dan basah. Jungkook pun merangkul Taehyung, enggan meninggalkan semua semua ketegangan ini. Jungkook lalu mendorong Tuan Tanahnya itu ke bawah. Bottom on top, ini seperti dalam buku kamasutra yang pernah dibacanya. “Apa saya boleh?” Taehyung tidak menjawab, melainkan hanya meremas pinggang Jungkook. Itu berarti iya. Pemuda itu pun mulai bergerak, membuat gelombang pada pinggulnya, menggesek kelamin mereka. Kasur yang kecil dan rentan tersebut pun bergoyang, pinggirnya bahkan berderit dengan lantai. Taehyung memandang puas, ia menaikkan sudut bibir, bangun setengah duduk. Menjulurkan jarinya ke mulut Jungkook. “Lihat dirimu, Jeon? Bertelanjang di depan tuan mu, kehausan, apa kau sangat merindukan ku? Jawab!”  Taehyung menampar pantat Jungkook keras, di sana ada sengatan yang langsung membuat desahannya kian keras. “Ummh…” Penis Jungkook rasanya sudah sampai di ujung penantian, cairan percum-nya bahkan membanjiri ujung benda tersebut. “Apa seenak itu, Jeon?” Jungkook kian mempercepat tempo. Ia benar-benar tidak sabar, kalimat kotor Taehyung bahkan kian membuatnya semakin mabuk. Badan Jungkook bergetar, ia meraih penisnya. Mengurut cepat, sampai cairan putih itu keluar. Taehyung langsung menangkapnya, ia kemudian bersandar pada rengkuhan pria tersebut. “Mau lagi?” Jungkook mengangguk. “Baiklah, berarti besok pagi seseorang harus membawamu untuk berjalan.” “Tuan tidak adil.” “Dalam mencumbumu atau membuatmu merasa puas…” “Tuan Taehyung!” *** Idenya kali ini memang sudah gila. Tapi, Jungkook sangat senang melihat kembang api pecah di atas langit. Dia melepas topeng berbentuk kelinci, dan memandang cahaya terang dari ledakan bubuk mesiu tersebut. Setelah habis, pemuda itu berlari kecil kembali pada seseorang yang sedari tadi mengekor di belakang seperti bayangan. Sosok tinggi, tegap itu mengenakan topeng harimau. Jungkook yang memilihnya karena terdapat kumis-kumisan lucu. Mereka kemudian berjalan kembali pulang, dari sisi gelap hutan menuju rumah. Tidak pernah disangka ternyata Taehyung mau menemaninya keluar untuk melihat perayaan menyambut musim panas ini. “Tuan, terima kasih mau menemani.” “Kau terlihat bahagia, apakah belum pernah melihat kembang api sebelum ini, Jeon?” “Tidak juga, aku pernah melihatnya sewaktu kecil, namun hanya sekali karena setelah itu tidak ada lagi.” “Langit jadi muram.” Balas Taehyung. Pemuda itu mengaitkan tangan di belakang. Ia kemudian memandang ke atas. “Langit itu seperti hati, tapi langit masih bisa dibaca. Sedangkan perasaan seseorang tidak. Tuan.” Taehyung berhenti sebentar, dia melihat ke arah Jungkook. “Itu kalimat yang bagus, tapi saya ingin tahu bagaimana perasaanmu saat ini Jeon.” “S-saya? Saya sedang merasa senang, Tuan.” “Baiklah.” Jungkook melihat Taehyung yang berjalan pelan memunggunginya. Mereka hampir menyentuh halaman di bagian yang terang. Dan tiba-tiba langkah pria itu terhenti, saat Jungkook memeluknya dari belakang. “Tuan, apa boleh saya menyukai Tuan? Saya merasa sangat bahagia saat bersama dengan Tuan, tapi saya marah ketika Tuan pergi. Saya pun rindu, dan iya… Saya kedinginan malam ini. Saya tidak lagi hangat, jika Tuan tidak di sana.” Tidak sama sekali ada jawaban, perasaan Jungkook mulai tidak baik. Ia bisa merasakan jemarinya yang mengait dipisah. Pelukannya dilepas. Taehyung melihat batas terang dan gelap, yang kini memisahkan taman dan rumahnya. Cahaya dari rembulan itu terbagi, membuat ia sendu juga bisu. “Saya senang mendengar hal tersebut, tapi saya tidak bisa memberikan apapun. Saya ini tuan tanah yang dikagumi orang dan ditakuti. Tidak ada cinta untuk saya Jungkook. Jika saya memberikannya padamu, saya tidak akan pernah sanggup bangkit lagi. Karena kamu pasti terluka.” “Tuan…” “Kembalilah. Pergi. Tinggalkan saya disini.” “Tuan, bukankah jika Tuan sedikit lebih berani, Tuan bisa keluar dari semua keadaan ini. Siapa pun berhak untuk dicintai…” “Saya tidak bisa, Jeon.” “Tuan hanya membuktikan kepada orang lain kalau ini itu yang tersebar adalah benar, jika begini terus, ini tidak adil untuk Tuan.” “Orang lain tidak akan pernah adil dengan perasaannya. Jungkook, kamu di sini untuk melunasi hutangmu. Dan saya harus bertahan di sini untuk rumah dan tanah keluarga saya.” “Tapi…” “Cinta itu tidak ada, Jeon. Perasaan manis ini hanyalah sesaat. Semua orang bisa berkhianat. Mulai besok kamu akan mendapatkan gaji lebih besar, dan pulanglah untuk membayar semua hutangmu.” “Tuan mengusir saya?” “Tidak, saya hanya tidak bisa lagi terlibat denganmu.” Hancur hati Jungkook. “Tuan pernah bilang, seharusnya seseorang tidak pernah sendiri. Tapi Tuan memang pantas sendiri, hati itu sudah berubah menjadi batu.” Tidak Jungkook, hati ini sudah lama menjadi batu sebelum akhirnya kamu datang. Dan membuatnya kembali hidup.  Kehilanganmu akan menghancurkan saya lagi. *** Jungkook benar-benar kacau. Dia tidak lagi bisa menahan emosinya. Pagi tadi seperti kata Taehyung, semua hutang pemuda itu sudah terbayar lunas. Ia berjalan gontai kembali ke rumah. Di desanya semua orang melihat, bergunjing, menatapnya penuh harap. Tapi, hatinya sudah tidak lagi tinggal. Entah mengapa ia bingung. Kenapa pula perjalanannya menjadi lebih ringan meninggalkan tempat kelahirannya tersebut dibanding pergi menjauh dari pria itu. “Jungkook kau tidak apa-apa?” Hyeon Seok menghampiri karibnya itu, kemudian duduk di samping. Menatapnya sedikit gelisah, pasalnya dari tadi yang dilap Jungkook baru segelas, sedangkan ada puluhan lagi yang belum terpoles. “Belakangan ini kamu terlihat muram. Tidak sama seperti sebelumnya, apakah terjadi sesuatu dengan keluargamu? Atau…” “Tidak Hyeon Seok, aku hanya sedang merasa tidak bersemangat saja.” “Hey? Kenapa? Ayolah Jungkook, oh! Apa ini karena Tuan??” “Mengapa?” “Mengapa? Jungkook, seharusnya aku yang bertanya itu. Kau tahu, semenjak rumah ini diisi olehmu, tidak ada lagi ketegangan dan juga siksaan bagi mereka yang harus melayani Tuan setiap malam. Aku heran, mengapa bisa begitu?” Jungkook berpikir. “Apa mungkin Tuan menyukaimu?” “Tidak, dia orang yang tidak punya hati.” Ketus Jungkook. “Ya, itu benar. Dia tidak punya hati, dia tidak pernah memikirkan orang lain selain hartanya. Pasti pemikiran orang itu hanya uang-uang. Lagian bagaimana pula iblis seperti itu dapat menyukai seseorang.” “Hyeon Seok, dia bukan iblis!” Tuan Taehyung bukan lah seorang iblis. Dia sama seperti mereka, dia manusia dan punya perasaan. Jungkook menunduk, jiwanya berteriak membela, namun mulutnya tak berdaya, bahkan untuk berucap sepatah atau dua patah kata. “Mengapa kau jadi sangat marah?” Entahlah. Jungkook kemudian melengos pergi. Dia lari ke taman, dan duduk kesal melihat tanah. Hatinya kembali terasa sakit. Mengapa tidak ada satupun yang bisa mendengar perasaan ini. Mengapa Taehyung terus merayunya kalau dia tidak menyukai Jungkook. Mengapa mereka bercinta, padahal seharusnya itu hanya sekedar seks. Air mata Jungkook jatuh. Sekarang dia bahkan peduli dengan kesan orang lain terhadap pria brengsek itu. Tapi, itu bukan urusannya. Keterlaluan, dia harus meminta bayaran lebih untuk semua ini. Untuk semua tekanan  batin yang didapatnya. Pintu dibuka, lalu Jungkook segera menutupnya lagi. Ia berjalan mendekati sosok yang sedang menghadap jendela. Tirai yang semu tersebut tidak akan membuat ia terlihat dari luar “Tuan salah!” serunya memecah hening. Taehyung belum juga bergeming. “Tuan salah bilang orang lain tidak adil dengan perasaan Tuan, karena sebenarnya yang tidak adil itu Tuan sendiri. Tuan tidak membiarkan mereka tau, dan menjaga mereka. Tuan yang membiarkan diri Tuan dicaci, dihina! Ini bukan salah orang seperti kami jika berucap sembarang.” “Jungkook, berat bagi seseorang untuk percaya. Terlebih seseorang yang keluarganya pernah dikhianati bahkan sampai di bunuh. Memang apa untungnya saya memberi kepercayaan saya pada orang lain. Mereka toh akan tetap begitu, lebih baik seseorang tidak mengenal saya sama sekali.” “Tapi Tuan…” “Mereka semua datang pada saya bukan karena mereka ingin mendapatkan kepercayaan saya, tapi mereka ingin uang. Begitupun kamu, bukan? Uang bisa membayar segalanya. Jangan naif Jungkook, sebelumnya kamu pun hanya bertahan karena ingin uang dari saya bukan?” Jungkook mengepalkan tangannya. Egois Taehyung langsung menudingnya begitu. “Perilakumu hari ini sudah tidak sopan. Pergilah, jangan buat saya marah!” “Kalau Tuan memang tidak peduli, mengapa Tuan memperlihatkan wajah Tuan pada saya? Mengapa Tuan memberi kepercayaan itu pada saya?” Deg. “Tuan, berikan saya kesempatan. Saya tidak bisa menutup kuping seakan saya tidak tahu, padahal Tuan bukan seperti yang mereka bilang.” “Bodoh. Jungkook, kamu bukan anak kecil. Jangan pedulikan saya…” “Tidak, Tuan!” “Brengsek! Jungkook, sebenarnya apa yang kamu mau!” Taehyung mencengkram kuat rahang pelayannya itu. Pipi Jungkook terangkat, membuat matanya kembali menangis. Di situ Taehyung tahu hatinya sedang sakit. Jungkook menitikkan air mata lagi. “Tuan pukul saya saja, setidaknya saya bisa benci Tuan. Karena saya juga tidak mau menyukai Tuan, saya tidak…” “Jungkook, seharusnya kamu tidak menyukai saya…” “Tuan Taehyung…” Krek! Pintu terbuka secara tiba-tiba. Taehyung langsung membawanya masuk ke dalam ruang pakaian. Mencium kasar pemuda itu, dan merobek bajunya. Di luar sana seorang pelayan sibuk meletakan makanan dan segera keluar. “Nhh!” “Kenapa kamu menguji kesabaran saya terus, Jeon?” “Mengapa Tuan jadi tidak sabar karena saya?” Taehyung terdiam. Dia bahkan tidak berpikir ke sana, dan pertanyaan Jungkook sanggup membuatnya sadar bahwa saat ini dia pun sedang kabur dari perasaannya sendiri. Rambut Jungkook dijambak sampai dia mendongkak. Taehyung lalu menggigit lehernya. Menyematkan sebuah tanda di sana sebelum menjilatnya, dia turun perlahan seiring dengan gelombang pada paru-paru yang berusaha meraup oksigen. Jungkook merangkulkan kaki kanannya pada paha Taehyung. Mereka sama-sama berdiri, tapi bersandar di pintu. “Tuan…” Di rak sepatu yang berbentuk kotak panjang, Taehyung menggeser semua sepatunya. Pemuda itu merebahkan tubuh Jungkook di sana, memaksa masuk ereksinya kedalam lubang tersebut. Menggerakkannya dengan kasar, sebagai perwujudan bahwa sang Tuan Tanah sedang marah. Rasanya kering dan sakit. Jungkook menangis. “Tuan, hentikan! Sakit!” Nada Jungkook meninggi seketika. Ia merasa terluka tidak hanya di bawah sana, namun juga hatinya. Mendengar teriakan itu, Taehyung seketika berhenti. Ia tidak ingin melanjutkannya, walaupun benteng ego pria itu sudah menjulang tinggi. Jungkook bangkit, dia mengelap air matanya. Mereka kacau, tapi pemuda itu tetap naik ke pangkuan Taehyung. Suaranya masih gemetar, namun, Jungkook bisa meletakan tangan Taehyung di pinggangnya. Perlahan dan penuh perasaan, Taehyung serasa runtuh, oleh kelembutan Jungkook. Pemuda Jeon itu menatapnya dengan tatapan sendu juga mata yang lebam. Jungkook kemudian meludahi tangannya sendiri, mengoles dubur yang kering, kemudian memasukkan ereksi Taehyung lagi. Perih dan terasa seperti ingin robek saat benda itu masuk. “Tuan, saya ini milik Anda. Lakukan apapun yang Tuan mau.” “Berhenti Jungkook, jangan buat saya simpati. Saya bisa gila.” Racau Taehyung saat keningnya pasrah menyentuh dada Jungkook. “Ngh—ahh!” Jungkook masih menggoyangkan pinggulnya, tubuhnya bergetar, cairan kental sudah melumuri perut taehyung. Taehyung segera mengangkat pipi pantat sang pelayan, gerakannya naik turun, mengurut penis pria itu dengan lubang sempit Jungkook. Nafas Taehyung memburu seiring dengan pinggulnya yang bergerak dengan tempo yang cepat. “Hahh…” Sebentar lagi Taehyung mencapai titik nikmatnya. Satu hentakan terakhir membuat keduanya ambruk ke dalam pelukan masing-masing. *** Rembulan masih penuh, terangnya angkuh. Bersinar merata di Bumi bagian mereka. Taehyung berdiri dari kasur, ia membakar sepuntung rokok. Menyesap lalu, menyemburkan asapnya ke udara. Jungkook terbaring di sana, memeluk bantal, nyaman di balik selimut dan pipinya terlihat suram karena ada sisa genangan dari air mata kering. Membuat pilu tak berkesudahan untuk Taehyung. Dia menalikan robe nilon kebesarannya lalu berjalan ke balkon. Seorang anak, pemuda polos dari desa yang hancur karena hutang, baru saja merebut hal paling berharga dari diri Taehyung. Bahkan, dia sudah membuat Taehyung sedih. Tidak pernah dia merasa begitu kacau, di akhir setiap tahun. Tapi, ini bahkan baru mau memasuki musim panas. Bunga pada halamannya bermekaran. “Tuan?” Suara pelan yang parau itu sangat dekat, Taehyung menoleh. Meraih lehernya dan langsung mengecup bibir mungil Jungkook.  “Kau terbangun?”  Jungkook mengangguk. “Apa yang sedang Tuan pikirkan?” “Kamu.” “Tuan, maafkan saya sudah bersikap lancang, maaf apabila saya tidak—” “Jungkook, maukah kamu jadi milik saya untuk selamanya?” “T-Tuan Taehyung…” “Dan ketika itu terjadi, kamu tidak akan punya jalan untuk pergi.”   TBC

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “PART 3 : DERA”
Beranda
Cari
Bayar
Order