Part. 5: Apollo’s Lullaby

Author: blacklunalite

Part. 5: Apollo’s Lullaby

Sejak awal, Seokjin tahu dirinya mampu menganalisis segalanya dengan cepat, dia terkenal sangat pintar ketika Seokjin bersekolah di sekolah biasa. Seokjin ingat dia bahkan nyaris selalu memenangkan lomba terkait ilmu pengetahuan dan juga terkait debat.

Ayahnya sangat menyukai prestasi Seokjin, tapi ayahnya juga selalu mengatakan bahwa terlalu pintar juga tidak baik.

Mulanya Seokjin tidak mengerti, tapi ketika monster pertama itu muncul dan mencoba membunuh Seokjin, Seokjin tahu kenapa ayahnya mengatakan bahwa terlalu pintar itu tidak baik.

Ketika itu sekolah Seokjin sedang mengadakan summer camp, Seokjin tentu saja ikut karena dia memang suka kegiatan outdoor, berada di alam bebas selalu mendatangkan ketenangan tersendiri untuk Seokjin.

Seokjin ingat ayahnya melarangnya untuk ikut tapi Seokjin mengatakan bahwa ini hanya summer camp, Seokjin tidak akan terkena sesuatu hal yang bahaya karena kegiatannya hanya kegiatan standar.

Hari itu Seokjin sedang berenang di danau bersama teman-temannya, danau itu tidak termasuk dalam kegiatan summer camp mereka tapi karena danaunya sangat indah, Seokjin memutuskan untuk ikut berenang bersama teman-temannya.

Mereka bermain dan bermain hingga lupa waktu dan tiba-tiba tercetuslah gagasan untuk berlomba berenang paling jauh. Seokjin memiliki kemampuan berenang yang baik, dia memang bukan yang terbaik di kelasnya, tapi setidaknya Seokjin sedikit lebih baik dibandingkan teman-temannya pada umumnya.

Karena itu Seokjin bertanding bersama mereka, dia berenang sangat jauh dari permukaan dan ketika Seokjin menertawakan teman-temannya yang tertinggal jauh darinya, sesuatu menariknya ke dalam air. Seokjin terkejut, dia begitu ketakutan terlebih lagi ketika dia menunduk untuk melihat apa yang menariknya ke bawah, Seokjin hanya menemukan makhluk aneh dengan ekor ikan, tangan yang berselaput namun memiliki kuku tajam, rambut berkibar yang acak-acakan, dan wajah yang menyeramkan.

Seokjin menjerit, melupakan fakta bahwa hal itu akan membuatnya menelan air danau seraya menendang-nendang ke bawah dengan panik.

Dia tidak ingat banyak, tapi ketika itu Seokjin sangat panik dan ketakutan hingga dia terus-menerus bergerak-gerak dan membuatnya kehabisan napas di dalam air. Seokjin terbatuk dan gelembung udara terakhir keluar dari paru-parunya, dan di ambang kesadarannya itulah Seokjin melihat ayahnya masuk ke dalam air, berenang dengan cepat ke bawah dan menebas makhluk aneh itu dari kakinya.

Seokjin melihat ayahnya melawan makhluk aneh itu dengan pedang yang dibawanya dan walaupun ayahnya berhasil mengusir makhluk aneh itu, lengan ayahnya terluka cukup parah akibat cakaran makhluk itu.

Darah ayahnya merembes keluar hingga air di sekitar tubuh ayahnya berubah menjadi merah pekat. Ayah Seokjin masih menarik Seokjin keluar dari permukaan air dan membawanya ke pinggir danau. Dia bahkan menemani Seokjin ke rumah sakit sebelum akhirnya pingsan karena kekurangan darah akibat luka yang tidak juga menutup.

Dan setelah itu Seokjin sadar bahwa dirinya berbeda, dia adalah demigod, putra Dewi Athena. Dan makhluk yang menyerangnya adalah Siren. Satu diantara sekian makhluk yang mengincar nyawanya.

Dan kejadian itu memberikan luka yang hebat untuk Seokjin dan ayahnya. Itu adalah luka hebat ayahnya yang pertama.

Tapi itu bukan lukanya yang terakhir.

Seokjin tahu itu, dan dia mengingat setiap detailnya.

*****

Seokjin mengelus amulet Poseidon di lehernya, sejak dia mendapatkan amulet dengan kekuatan luar biasa itu, beberapa peserta akademi selalu menatap dengan iri ke arahnya.

Namun karena dia berjalan di sisi Namjoon Kim setelah acara di Olympians Hall selesai, tidak ada yang bahkan berani untuk sekedar menyapa Seokjin dan menanyakan soal amulet luar biasanya.

“Kau yakin tidak akan membutuhkan ini?” tanya Seokjin seraya menatap Namjoon yang berjalan di sebelahnya.

Mereka berdua berjalan melewati Olympians Park untuk kembali ke kamar asrama karena urusan di Olympians Hall sudah berakhir. Beberapa orang memilih untuk pergi ke Atlas World untuk menyelidiki lebih lanjut soal teka-teki hari ini dan beberapa lainnya memilih untuk pergi ke Playground untuk latihan.

“Tentu saja, aku bisa berenang dengan baik.” Namjoon menyahut santai.

“Aku juga, tapi jika dia memberikan kita amulet sehebat ini..”

“Maka seharusnya tantangannya akan lebih parah daripada berenang, kan? Dan terlebih lagi kita juga harus menahan napas selama mungkin.” Namjoon mendesah pelan, “Apa kita akan melakukan tantangan itu di Poseidon Mirror?”

Dahi Seokjin berkerut, “Tidak harus di sana juga bisa. Imity Lake cukup dalam.”

“Ya, tapi tidak seluas Poseidon Mirror.” Namjoon melirik Seokjin, “Kau tidak memiliki bayangan apapun?”

Seokjin menggeleng, “Tidak,”

Namjoon mendesah pelan, “Kupikir putra Athena sangat pintar.”

Seokjin mendelik ke arah Namjoon, “Hei! Apa maksudmu, hah?! Kalau aku tidak pintar, aku tidak akan bisa menjawab pertanyaan darinya!”

Namjoon memutar bola matanya tidak peduli, “Ya, ya.”

Seokjin mendecih, dia melipat tangan di depan dada kemudian melanjutkan langkah kakinya namun dia terhenti. “Apa sejak awal kau memang sudah tahu jawabannya?”

“Apa?”

“Jawaban pertanyaan dari Selena tadi. Kau yang memancingku untuk menjawab dengan pertanyaanmu soal apakah aku bisa berenang atau tidak.” Seokjin menatap Namjoon, “Darimana kau tahu aku sering pergi ke rumah musim panas dengan dananu?”

Namjoon berdecak, “Untuk seorang putri Athena, kau memang sangat bodoh. Aku hanya memancingmu untuk mengingat memori soal saat kau berenang, dan ternyata kau sendiri yang memiliki memori terkait danau.” Namjoon menoleh ke arah Seokjin, “Aku tidak tahu soal rumah musim panas dengan danau, tapi aku tidak sebodoh itu untuk tidak menduga bahwa pastinya kau pernah berenang di danau.”

“Kenapa begitu?”

“Ingat kelas gym kita di Playground? Kau cukup dikenal sebagai perenang yang cepat, kecepatan seperti itu jelas didapat bukan dari latihan di kolam renang yang tidak terlalu panjang, kau pasti pernah berenang atau berlatih di tempat yang jauh lebih luas daripada kolam renang, makanya aku bisa sampai kepada kesimpulan bahwa kau mungkin saja pernah berenang di danau.”

Seokjin terperangah kemudian dia bertepuk tangan dengan wajah kagum. “Kau yakin kau putra dari Dewa Hades?”

Namjoon mendelik ke arah Seokjin dan Seokjin langsung memasang senyum polos tak berdosa. Namjoon mendesah pelan dan memalingkan pandangannya dari Seokjin, “Ibuku seorang professor, mungkin ini menurun darinya.”

“Wow, hebat sekali. Pantas kau sangat pintar.” Seokjin mengangguk puas. “Kapan pertama kalinya kau sadar kalau kau berbeda?”

Namjoon melirik Seokjin, “Ketika usia tujuh tahun. Aku membakar ruang bermainku.”

Seokjin terkesiap, “Kau membakar ruang bermainmu?”

Namjoon mengangguk dengan santainya, “Ibuku sudah tahu kalau ayahku berbeda, tapi dia tidak mengira aku akan ‘sangat berbeda’, aku menyelidiki soal diriku dan tanda lahir di tubuhku, dan ternyata aku memang anak Dewa Hades.”

Dahi Seokjin berkerut, “Tanda lahir?”

Namjoon mengatupkan mulutnya, “Itu bukan sesuatu yang ingin kubicarakan.”

“Kenapa?”

Namjoon menggeleng, “Tidak ingin saja.”

“Namjoon,”

Namjoon dan Seokjin menoleh dan mereka melihat Hoseok sedang berdiri tak jauh dari mereka seraya memeluk beberapa buku. Hoseok berjalan menghampiri mereka dengan senyum lebarnya.

“Hai, kalian sudah selesai latihan? Kudengar hari ini ada latihan di Olympians Hall.” Hoseok memperbaiki posisi buku-buku di pelukannya.

Namjoon mengambil tiga dari empat buku di pelukan Hoseok, “Darimana?”

Hoseok mengerjap, “Ya?”

“Kau habis darimana?” Namjoon menunduk menatap buku-buku yang sudah dia ambil dari tangan Hoseok, “Atlas World?”

Hoseok mengangguk, “Ada sesuatu yang ingin kucari tahu.”

Seokjin ikut melirik buku-buku di tangan Namjoon dan sebagian besar buku membahas soal dewa Olympus dan juga beberapa makhluk mitologi.

“Apa lagi Hoseok? Bukankah itu sudah cukup?” tanya Namjoon. “Berhenti melakukan ini, kau bagian dari kami, itu sudah cukup.”

Dahi Seokjin berkerut saat mendengar ucapan Namjoon.

‘Apa maksudnya?’

Hoseok terlihat seperti ingin memukul Namjoon dengan sisa buku di tangannya namun dia melirik ke arah Seokjin dengan hati-hati.

“Jangan pikirkan ucapannya, dia memang suka berbicara seenaknya.” Hoseok berujar kepada Seokjin seraya menuding Namjoon dengan buku di tangannya.

Namjoon berdecak, “Kau butuh koleksi bukuku lagi?”

Hoseok berpikir sebentar kemudian mengangguk, “Mungkin,”

Namjoon mengangguk pelan, “Kalau begitu naiklah ke atas kapan saja.”

Okay,” sahut Hoseok tanpa beban kemudian dia mengulurkan tangannya ke arah Namjoon, “Kembalikan, aku mau kembali ke kamar.”

Namjoon menunduk, menatap buku-buku di tangannya. “Aku akan mengantarmu ke kamar.”

Seokjin membulatkan matanya, ‘Tunggu, apa?!’

Namjoon menoleh ke arah Seokjin, “Latihan berikutnya besok, kita diminta pergi ke kantor Mr. Krakenshield setelah lunch break, kutunggu di depan Trapezaria besok.” Namjoon mengangkat sebelah tangannya, “Sampai ketemu besok.”

Kemudian dia berjalan pergi bersama Hoseok yang berjalan di sebelahnya, meninggalkan Seokjin yang terperangah.

“Apa-apaan sih dia?” gerutu Seokjin sebelum kemudian dia melanjutkan langkahnya menuju asrama dengan langkah menghentak.

*****

Malamnya, Seokjin pergi makan malam dengan Sandeul seperti biasanya, namun kali ini pandangan Seokjin entah kenapa selalu terpaut pada Namjoon.

Putra Dewa Hades itu duduk lima meja dari meja tempat Seokjin duduk, dia makan sendirian dan terlihat tidak keberatan sama sekali akan fakta itu.

Seokjin mendecih, “Kenapa dia tidak mengajak Hoseok saja untuk makan bersama?”

“Hmm? Jin, kau bilang apa?” tanya Sandeul seraya mendongak untuk menatap Seokjin, dia mengusap saus pasta yang berada di sudut bibirnya dengan ibu jari.

Seokjin menoleh ke arah Sandeul, “Apa? Aku tidak bicara padamu.”

Sandeul mengerutkan dahinya, “Lantas? Kau bicara pada siapa?”

Seokjin menggeleng, “Bukan siapa-siapa.” Seokjin menunduk menatap makan malamnya dan mengaduknya dengan tidak berselera, kemudian tiba-tiba saja dia tersadar akan sesuatu dan segera mendongak menatap Sandeul.

“Sandeul!”

Sandeul tersedak karena suara Seokjin mengejutkannya, “Apa sih?” ujar Sandeul seraya mengambil gelas berisi air minumnya.

“Kau pernah bilang padaku kau bisa merasakan perasaan cinta dan sayang yang berada di dalam diri manusia, kan? Makanya kadang kau suka iseng membantu mereka, benar?”

Sandeul mengangguk.

Seokjin tersenyum puas, dia memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan Sandeul. “Kalau begitu, bisa kau periksa perasaan apa yang berada di sekitar Hoseok dan Namjoon?”

Sandeul mengerjap, “Hah?”

Seokjin mendesis, “Aish, jawab saja.”

Sandeul melirik ke arah Namjoon, “Namjoon itu berbeda, aku tidak bisa membaca perasaannya dengan mudah. Entahlah rasanya seperti ada aura tertentu yang menutupnya dari dunia luar.” Sandeul menatap Seokjin, “Memangnya kenapa? Kau berencana mengencani si putra Hades?”

Seokjin melempar wajah Sandeul dengan serbetnya, “Bukan, bodoh!”

Sandeul menepis serbet dari wajahnya dengan kesal, “Lantas apa?”

“Aku cuma mau tahu sebenarnya ada hubungan apa diantara Namjoon dan Hoseok.”

Sandeul menghela napas, “Oh, itu. Hoseok selalu mengatakan mereka teman, lagipula bagi Hoseok Namjoon itu berharga. Aku tidak tahu kenapa tapi Hoseok selalu mengatakan kalau tidak ada Namjoon, dia tidak akan berada di sini.”

Dahi Seokjin berkerut, “Apa maksudnya?”

Sandeul mengangkat bahu, “Aku juga tidak tahu.” Sandeul meraih garpunya dan melanjutkan makan malamnya yang tertunda. “Mungkin pada akhirnya mereka memang memiliki hubungan khusus? Entahlah. Biarkan saja, itu hak mereka.”

*****

Seokjin baru saja melewati pintu depan asrama mereka ketika dia melihat Yoongi sedang bersandar di dinding seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

“Yoongi?” ujar Seokjin tanpa sadar.

Yoongi menoleh dan tersenyum tipis saat melihat Seokjin, “Hei, aku menunggumu.”

“Menungguku? Untuk?” tanya Seokjin bingung.

“Lagu, kau lupa?”

Seokjin mengerjap dan dua detik berikutnya dia menjentikkan jarinya. “Ah! Benar juga!”

Yoongi tertawa, “Ayo, kebetulan living room sedang kosong.”

Seokjin mengangguk dan berjalan mengikuti Yoongi memasuki living room mereka, Yoongi segera berjalan menghampiri piano dan duduk di sana sementara Seokjin duduk di sofa tunggal yang berada di dekat piano.

“Kau ingin memainkan lagu apa untukku?” tanya Seokjin.

“Hmm, dengarkan saja.” ujar Yoongi seraya tersenyum lebar kemudian dia membuka penutup tuts piano dan mulai menempatkan jemarinya di atas piano.

Seokjin menopang dagunya seraya memperhatikan Yoongi menggerakkan jemarinya dan mulai menekan tuts piano. Lagu yang mengalun terdengar begitu halus dan lamban, membuat Seokjin terhanyut di detik pertama dia mendengarnya.

Seokjin tersenyum, rasanya damai sekali ketika dia mendengarkan lagu yang dimainkan oleh Yoongi. Dia merasa matanya memberat, memberat, dan semakin memberat hingga akhirnya tertutup. Kepala Seokjin jatuh terkulai di sandaran lengan sofa dan napas teratur berhembus keluar darinya.

Yoongi menghentikan gerakan jarinya saat Seokjin sudah benar-benar tertidur di sofa. Dia memutar tubuhnya menjadi menatap Seokjin yang sudah pulas, “Lagu ini namanya Apollo’s Lullaby.”

Yoongi menghela napas pelan, dia membungkuk memperhatikan wajah Seokjin yang tertidur dengan damai. “Tidak kusangka anak Athena akan sangat careless seperti ini.” tangan Yoongi terulur dan menyentuh amulet Seokjin yang berada di lehernya.

“Kurasa tidak masalah kan, jika aku mengambilnya darimu? Toh kau memiliki Namjoon, dia pasti bisa memenangkan semua pertandingan dengan mudah.” Yoongi bergerak untuk melepaskan amulet dari leher Seokjin.

“Hentikan,”

Yoongi terhenti, dia menjauhkan tangannya dan menegakkan tubuhnya, dia tersenyum saat melihat siapa yang baru saja menghentikannya. “Namjoon Kim, sangat langka melihatmu berada di living room biasa.”

Namjoon menatap Yoongi dengan tajam, “Jadi ini tujuanmu memintanya menemuimu?”

Yoongi menarik napas dan menghembuskan napasnya dengan keras. “Bukan, ini bukan alasan awalku. Tapi karena Seokjin memenangkan hadiah yang luar biasa, tujuanku pun berubah.”

Namjoon menyipitkan matanya.

“Bukan hanya Seokjin yang bisa menggunakan otaknya, Namjoon Kim.” Yoongi melipat tangannya di depan dada, “Tapi kau hebat juga bisa menduga bahwa tujuanku berubah.”

“Aku sudah tahu sejak melihat caramu menatapnya.” Namjoon berujar datar, dia melangkah mendekati Seokjin dan membungkuk di hadapan Seokjin, “Dan apapun itu yang ada di pikiranmu, sebaiknya kau hentikan.”

“Kenapa?”

Namjoon menyelipkan tangannya di punggung dan belakang lutut Seokjin kemudian mengangkat tubuh Seokjin dengan mudah. “Karena aku tidak akan membiarkanmu melakukannya.”

Yoongi tersenyum miring, “Sepertinya Seokjin bukan sekedar partner bagimu?”

“Jangan melewati batas.” Namjoon menyahut dan berjalan melewati Yoongi.

Yoongi terdiam kemudian dia tersenyum miring, “Hades dan Athena. Menarik sekali.” Yoongi mendesah pelan sebelum kemudian dia berjalan keluar dari living room.

Sementara itu tanpa Yoongi sadari, sejak tadi Jimin diam mendengarkan percakapan mereka dengan berdiri di balik salah satu dinding living room. Dia memperhatikan saat Yoongi berjalan dengan santainya keluar dari living room hingga akhirnya menghilang di balik tangga.

Jimin menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan kemudian dia menggeleng pelan.

“Butuh bantuan?”

Jimin menoleh dengan cepat dan melihat Taehyung sedang tersenyum padanya.

“Tidak, Taehyung. Aku tidak butuh bantuan.” Jimin menyahut seraya menggeleng pelan.

“Oh, benarkah? Tapi aku bersedia membantumu dengan senang hati. Mana yang ingin kau mulai lebih dulu? Seokjin?” Taehyung menyeringai, “Atau Yoongi?”

Jimin menghela napas, “Tidak, Taehyung.”

Taehyung mengangkat bahunya tidak peduli, “Terserahmu saja, yang jelas kau tahu aku akan selalu membantumu. Apapun itu.” Taehyung tersenyum kemudian dia berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Jimin yang masih berdiri diam.

“Aku tahu, Taehyung..” bisik Jimin. “Tapi kali ini.. biarkan aku melakukannya sendiri.”

To Be Continued

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Part. 5: Apollo’s Lullaby”
Beranda
Cari
Bayar
Order