Part. 8: The Olympians First Love
Seokjin selalu ingat saat-saat dia terluka, entah itu karena terantuk kerikil, terpeleset, ataukah terjatuh dari tangga, ayahnya akan selalu berada di sana.
Seokjin terkenal clumsy sejak dulu.
Dia terbiasa dengan kecelakaan-kecelakaan kecil yang kadang akan membuat ayahnya tertawa dan membantu Seokjin berdiri. Ayahnya selalu mengatakan bahwa sifat ceroboh dan clumsy Seokjin menurun darinya karena memang ibunya bukanlah sosok yang ceroboh.
Seokjin yang memang tidak pernah mengenal ibunya jelas saja mengira bahwa itu benar.
Ketika Seokjin kecil, dia selalu menganggap ibunya adalah sosok perfeksionis yang sempurna. Karena ibunya selalu nampak begitu hebat dan berwibawa, bahkan ayahnya selalu mengatakan bahwa ibunya merupakan satu-satunya sosok yang mencintai ayahnya dengan tulus.
Karena memang sejak dulu ayah Seokjin terkenal ceroboh, dia juga tidak luar biasa, dia berasal dari keluarga biasa dan pekerjaannya juga tidak menghasilkan pendapatan yang fantastis.
Ayahnya sangat biasa.
Dia adalah ssok manusia yang dapat ditemui dimanapaun di seluruh lingkungan.
Sejak awal, Seokjin sudah curiga kenapa ibunya yang kelihatannya begitu sempurna memilih ayahnya yang polos dan ceroboh?
Jangan katakan Seokjin tidak pernah menanyakan itu, Seokjin menanyakan padanya.
Seokjin pernah bertanya pada ayahnya kenapa ayah dan ibunya bersama.
Dan saat itu jawaban ayahnya adalah bahwa ibunya menemukannya.
Seokjin tidak pernah mengerti maksudnya.
Ayahnya hanya mengatakan bahwa ibunya menemukannya diantara sekian manusia yang berada di sana. Dan ayahnya juga mengatakan bahwa dia sangat bahagia karena ditemukan oleh ibunya.
Ayahnya bilang itu takdir.
Takdir manis yang membuat mereka bisa bertemu dan akhirnya bersama.
Ayahnya bilang itu diatur oleh Tuhan.
Tapi Seokjin tidak pernah percaya pada kebetulan.
Oleh karena itu dia selalu percaya bahwa mereka bisa bertemu karena ibunya memang merencanakan itu semua.
Dan akhirnya, setelah sekian tahun lamanya, Seokjin menyadari bahwa perkiraannya itu benar.
Bahwa pertemuan di antara ayah dan ibunya memang sejak awal direncanakan oleh ibunya.
*****
Ketika Seokjin membuka matanya, dia tidak melihat bayangan wajah khawatir ayahnya yang biasanya selalu berada di sana ketika dia terluka. Sebaliknya, Seokjin justru melihat seorang healer yang sedang sibuk melarutkan sesuatu ke dalam sebuah gelas tinggi.
“Oh, kau sudah bangun?” healer itu bertanya dengan santainya seraya mengaduk isi gelas.
“Yah..” bisik Seokjin serak. “Apa yang terjadi?”
“Oh, bukan masalah, bahumu mengalami dislokasi dan retak, aku sudah mengembalikannya kembali ke posisi semula, tapi untuk bagian retaknya, kurasa masih butuh beberapa waktu lagi sampai dia kembali ke keadaan semula.” Healer itu menjelaskan dengan lancarnya kemudian menyodorkan gelas tinggi itu ke arah Seokjin, “Minumlah, ini akan meredakan nyeri.”
Seokjin mengangguk pasrah dan menyesap isi gelas itu perlahan-lahan, untungnya rasanya tidak terlalu buruk dan Seokjin bisa menelannya dengan cepat.
“Namjoon Kim sejak tadi menunggumu sadar di sini, tapi dia harus pergi karena sekarang sudah saatnya makan malam.”
Dahi Seokjin berkerut, “Namjoon?”
Healer Seokjin mengangguk pelan, “Malam ini kau harus beristirahat di sini, besok sebaiknya kau tidak mengikuti kelas. Kudengar besok hanya latihan strategi dan bukan latihan fisik, jadi sebaiknya kau pergi saja ke sana.”
Seokjin mendengus, terdengar malas, “Masih ada latihan lagi? Setelah latihan itu menghancurkan tubuhku?”
“Hmm, teknisnya, Titan’s Game memang nyaris seperti pertarungan hidup dan mati. Kau beruntung karena cedera itu hanya membuat tulangmu retak.”
Seokjin memutar bola matanya, itu adalah alasan utama kenapa dia tidak mau mengikuti pertandingan tahunan ini. Seokjin mau berada di akademi ini tanpa dibalut perban-perban seperti ini.
Seokjin melirik bahunya yang terbalut perban tebal, “Apa aku bisa menggerakkan tanganku?”
“Tidak,” healer Seokjin merapikan selimut Seokjin dengan cekatan, “Kusarankan untuk tidak menggerakkan tangan kirimu selama beberapa hari. Mulai besok seorang healer akan membantumu mengganti perban dan pakaianmu tiap pagi dan malam hari.”
“Oh, aku akan mendapat seorang healer untuk membantuku?”
“Tentu saja, Dewi Athena bisa marah kalau kami tidak mengurus putranya dengan baik.”
Seokjin mendesah pelan, “Kurasa itu tidak akan terjadi.”
Healer Seokjin tersenyum padanya, “Jangan meremehkan ibumu.” ujarnya kemudian dia pergi meninggalkan Seokjin di tempat tidurnya.
*****
Seokjin berjalan dengan perlahan dan hati-hati seraya menyusuri koridor menuju tempat diadakannya latihan kali ini, Olympians Hall. Dia menghela napas pelan saat semua orang menatapnya dengan pandangan kasihan, penasaran, dan juga sedih.
Seisi akademi sudah mengetahui kabar mengenai dirinya yang dibanting dengan begitu keras oleh Namjoon dan ditendang oleh Jimin. Sekarang mereka sudah menetapkan bahwa Seokjin bukanlah sosok yang ahli dalam bertempur dan bahkan banyak yang mengatakan bahwa kemampuan Athena tidak menurun sedikitpun kepadanya.
Kaki Seokjin terus melangkah, berusaha mengacuhkan berbagai dengungan suara orang-orang yang membicarakannya. Walaupun sebenarnya diantara semua rumor itu ada satu rumor yang benar-benar membuat Seokjin berpikir, yaitu rumor yang mengatakan bahwa Namjoon adalah orang yang begitu panik ketika Seokjin terbaring tidak sadarkan diri di tengah lantai arena.
Bahkan kabarnya Namjoon terlihat murka.
Seokjin tidak mengerti alasannya pria itu menjadi murka karena sebenarnya dia adalah orang pertama yang melukai Seokjin dengan membantingnya. Lantas kenapa dia malah terlihat murka karena Seokjin terluka parah akibat duel?
Pria itu benar-benar sulit ditebak.
Seokjin menghela napas dan melanjutkan langkahnya, namun tiba-tiba dia melihat Hoseok yang sedang duduk di bingkai jendela yang ada di koridor. Seokjin tersenyum dan berjalan menghampiri Hoseok, “Hai,”
Hoseok mendongak dan tersenyum saat melihat Seokjin, “Hai, Seokjin.”
“Sedang apa?” tanya Seokjin.
Hoseok mengangkat bukunya, “Tugas,”
Seokjin tertawa kecil, “Aku tidak masuk kelas hari ini, kurasa nanti setelah bahuku sembuh, aku akan mati berdiri saat mengetahui jumlah tugas yang harus kuselesaikan.”
Hoseok tertawa pelan, “Kau benar.” Hoseok menoleh ke belakang Seokjin, “Dimana Namjoon? Kalian tidak bersama?”
Seokjin menggeleng, “Mungkin dia sudah berada di Olympians Hall.”
Hoseok mengangguk pelan, “Begitu..”
Seokjin menggigit bibirnya kemudian dia berdehem, “Hoseok, ada yang ingin kutanyakan..”
Hoseok tersenyum, “Tanyakan saja.”
“Sebenarnya.. apa hubunganmu dan Namjoon?” tanya Seokjin ragu-ragu. “Maksudku, dia partnerku sekarang dan aku tidak mau itu memunculkan kesalah pahaman diantara Namjoon dan.. well..” Seokjin mengedikkan bahunya, “.. kekasihnya.”
Hoseok mengerjap dan detik berikutnya dia tertawa, “Aduh, Seokjin, kenapa kau lucu sekali?”
Seokjin mengedip dengan cepat, “A-apa? Kenapa?”
Hoseok menyudahi tawanya kemudian tersenyum lebar, “Aku memang mencintai Namjoon. Tapi cinta yang kuberikan untuknya bukanlah cinta yang seperti itu. Namjoon adalah penyelamat hidupku, aku mencintainya sebesar aku mencintai diriku sendiri. Tapi apapun yang terjadi, aku tidak tertarik menjalin hubungan asmara dengannya.”
“Kenapa?” tanya Seokjin langsung.
“Karena aku tidak pantas untuknya.” Hoseok mengedip dengan jenaka, “Dia putra Dewa Hades, dan aku adalah anak dari istri Dewa Hades, jika dilihat dari manapun, aku memang seharusnya menjadi kekasih Namjoon, benar?”
Seokjin merasa tidak enak mendengar itu, tapi karena memang itulah kenyataannya, Seokjin akhirnya mengangguk.
Hoseok tersenyum, “Memang seperti itulah yang semuanya katakan ketika aku dan Namjoon pertama kali tiba di sini. Namjoon membantuku, dia bahkan mengizinkanku tinggal di kamarnya selama dua minggu pertamaku di sini.”
Seokjin membulatkan matanya, “Kau tinggal bersama Namjoon?!”
Hoseok mengangguk dengan polosnya, “Ya, dan setelah itu aku juga sering menginap di kamarnya. Namjoon memang teman yang baik.”
Seokjin terpaku, dia merasa bahwa seharusnya jika memang Hoseok tidak terlibat hubungan asmara dengan Namjoon, mereka tidak sedekat itu.
Maksud Seokjin, menginap bersama itu jelas terlalu intim bagi siapapun!
“Kenapa kau masih di sini?”
Seokjin tersentak, dia menoleh dengan gerakan cepat dan melihat Namjoon sedang menatapnya dengan dahi berkerut dalam.
Hoseok tersenyum dan melambai dengan ceria ke arah Namjoon, “Hai, Namjoon!”
Namjoon tersenyum dan membalas sapaan ceria Hoseok dengan menangkap tangan Hoseok yang masih melayang di udara dan meremasnya lembut. “Hei, sedang apa?”
Dan kali ini dahi Seokjin yang berkerut. Interaksi itu, lagi-lagi, terlalu ‘akrab’ untuk urusan teman.
“Aku sedang membaca buku referensi untuk tugasku. Mungkin setelah makan malam aku akan mampir lagi ke Atlas World untuk menyelesaikan ini.”
Namjoon memiringkan kepalanya, raut wajahnya menunjukkan ekspresi tidak suka. “Bagaimana kalau kau mengerjakannya di kamarku? Aku kurang suka mendengar kau akan menghabiskan sisa waktu sampai Atlas World tutup sendirian.”
Seokjin menjatuhkan rahangnya. Dia benar-benar tidak percaya bahwa Namjoon dan Hoseok hanya berteman jika interaksi mereka sedekat ini.
Hoseok terdiam, dia meletakkan kepalan tangannya di bawah dagu dan berpikir. “Oke, nanti setelah makan malam aku ke kamarmu.”
“Makan malam bersamaku saja, Hoseok.” Namjoon menyarankan dengan santai.
Dan kali ini Seokjin mendengus tidak percaya.
Hoseok mencintai Namjoon. Dan kelihatannya Namjoon juga mencintai Hoseok. Hanya orang bodoh dan buta yang tidak bisa melihat itu.
Dan pemikiran itu entah kenapa membuat Seokjin agak kesal, dia tidak sadar kalau dia baru saja mengetuk-etuk sepatunya ke lantai dengan tidak sabar.
Namjoon menoleh ke arah Seokjin, “Kenapa?”
Seokjin mendelik ke arah Namjoon, “Bukankah seharusnya kita pergi latihan?” desis Seokjin.
Namjoon menaikkan sebelah alisnya saat mendengar nada ketus Seokjin, tapi kemudian dia kembali menatap Hoseok. “Nanti malam, oke? Mau kujemput di kamarmu?”
ASTAGA, APA-APAAN INI?!
Seokjin tidak tahan lagi, dia memutar bola matanya dengan wajah bosan luar biasa. Sebenarnya apa sih yang dia lakukan di sini? Kenapa dia malah harus terjebak dengan berdiri iam mendengarkan rencana kencan orang lain dan dianggap sebagai angin lalu oleh keduanya?
Yah, Seokjin memang tidak semempesona anak-anak Aphrodite, tapi dia jelas masih ‘terlalu’ mempesona untuk jadi hiasan dinding diantara percakapan Hoseok dan Namjoon. Seokjin memainkan bibirnya dengan wajah cemberut dan bosan luar biasa.
“Oh, boleh. Aku akan menunggumu nanti.” Hoseok menoleh ke arah Seokjin, “Seokjin, mau ikut makan malam bersama kami?”
Seokjin menatap Hoseok dan amarahnya yang sudah berada di ujung lidah langsung tertelan kembali saat melihat senyuman Hoseok.
Astaga, pria itu memiliki kemampuan untuk membuat semua orang menyayanginya. Karena astaga, demi Zeus, siapa yang bisa menolak senyuman sehangat mentari itu?
Seokjin menggeleng pelan, “Aku akan makan malam dengan Sandeul.”
“Anak itu memang benar-benar teman dekatmu ya? Kau selalu bersamanya.” Namjoon berujar seraya menatap Seokjin.
Seokjin menoleh ke arah Namjoon, “Ya, tentu saja. Sandeul sahabat terbaikku sejak aku berada di akademi ini.” Seokjin mendesah pelan, “Namjoon, bisakah kita segera pergi ke Olympians Hall? Kakiku mulai pegal dan bahuku sakit.” rengek Seokjin.
Namjoon mengangguk kemudian dia menatap Hoseok, “Sampai ketemu malam nanti.”
Hoseok mengangguk, dia melambaikan tangannya pada Namjoon dan Seokjin, “Ya, semoga sukses dengan latihannya.”
Namjoon melanjutkan langkahnya sementara Seokjin tergesa-gesa mengikuti langkah lebar Namjoon. Seokjin melirik Namjoon yang berjalan dengan wajah serius. “Hei, Namjoon..”
Namjoon melirik Seokjin, “Hmm?”
“Apa kau dan Hoseok sepasang kekasih?” tanya Seokjin langsung.
Dahi Namjoon berkerut, “Apa kau menduga itu karena ayahku adalah Hades dan ibu Hoseok adalah Persephone?”
“Tidak juga, tapi kalian terlihat dekat.”
Namjoon menghela napas pelan, “Aku mencintai Persephone, dan keturunannya. Itu tidak bisa dicegah, itu ada dalam darahku. Darah Hades yang mencintai Persephone ada dalam nadiku dan itu membuatku mencintainya.”
Seokjin tertegun, biasanya dia sangat ahli dalam mengolah kalimat-kalimat cerdas seperti yang diucapkan oleh Namjoon namun entah kenapa kali ini dia tidak sanggup mengatakan apapun.
Karena semua kesimpulan dari kalimat itu hanya menuju ke satu hal,
Namjoon mencintai Hoseok. Dan hebatnya, Hoseok juga mencintai Namjoon.
*****
Ketika mereka tiba di Olympians Hall, nyaris seluruh kursi yang disediakan sudah terisi, Namjoon meraih pergelangan tangan Seokjin dan menariknya menuju sudut kursi yang masih kosong. Dan baru saja Seokjin meletakkan bokongnya ke kursi, Mr. Krakenshield dan Selena sudah melangkah masuk ke dalam Olympians Hall.
Seokjin menatap saudara seibunya itu dengan pandangan datar, Seokjin sedang berada dalam mood yang jauh dari bagus hari ini. Dia hanya ingin segera menyelesaikan latihan ini, makan malam, kemudian tidur.
“Baiklah, kali ini kita akan melanjutkan latihan strategi. Dan seperti yang sebelumnya, kalian akan diberikan teka-teki dan kali ini, tidak ada hadiah.” Mr. Krakenshield menatap seisi hall dan menyeringai saat melihat wajah-wajah bingung di dalam ruangan itu.
“Karena hadiahnya adalah petunjuk untuk pertandingan pertama atau First Stage Titan’s Game kali ini.” Selena menyambung dengan kalem.
Seokjin melirik Namjoon dan Namjoon tengah mengangguk-angguk dengan santai. Dan Seokjin mendesah pelan. Dia sedang tidak mood untuk berpikir dan dia malah disuguhkan dengan sesuatu yang membutuhkan konsentrasi tinggi seperti ini.
“Baiklah, kurasa kalian semua sudah sangat penasaran apa kiranya teka-teki kali ini.”
Seokjin mengangguk asal, dia benar-benar ingin segera pulang dan tidur.
Selena tersenyum dan dia tertawa geli saat melihat Seokjin yang malas-malasan di atas kursinya.
“Dimana cinta pertama para Dewa Olympus?” ujar Selena.
Seokjin mengerutkan dahinya, setiap Dewa memiliki pasangan yang berbeda, bahkan ada yang memiliki banyak istri atau suami. Mereka tidak terbiasa memiliki satu pasangan. Dan terlebih lagi, mereka semua berasal dari Olympus, tapi kenapa itu berkaitan dengan tempat diadakannya pertandingan babak penyisihan awal?
Dahi Seokjin berkerut semakin dalam, mood buruk dengan pertanyaan yang sulit benar-benar suatu kombinasi penghancur hari yang sempurna. Dia menoleh ke arah Namjoon dan melihat bahwa pria itu sedang berpikir, wajahnya serius dan dia terlihat seperti memikirkan banyak hal.
“Ada ide?” tanya Seokjin.
Namjoon menggeleng, “Tidak sama sekali.”
Seokjin mendesah pelan, “Aku juga.” Dia memainkan kakinya kemudian menatap Namjoon, “Apa Hoseok sering menginap di kamarmu?”
Namjoon mengerutkan dahinya dan menatap Seokjin, “Pertanyaan itu tidak memiliki korelasi dengan pertanyaan yang diajukan oleh saudaramu yang berdiri di depan sana.”
Seokjin mendengus dan memalingkan pandangannya ke depan, “Aku hanya bertanya.”
“Lebih baik kau pikirkan jawaban pertanyaan ini daripada kau hanya menanyakan hal yang aneh-aneh.”
Seokjin memasang wajah cemberutnya lagi kemudian dia kembali menatap Namjoon. “Kudengar kau sangat panik saat aku pingsan kemarin, apa itu benar?”
“Ya,”
Wow, jawaban itu diucapkan dengan begitu cepat dan mendadak.
Seokjin berdehem, “Kenapa?”
“Karena kau partnerku, dan aku tidak mau partnerku mati sebelum hari pertandingan.”
Seokjin memejamkan kedua matanya dan menahan diri untuk tidak menjerit frustasi. “Oh, baiklah. Bisa diterima.”
Namjoon mengangguk, “Hei, apa menurutmu teman baikmu itu tahu apa jawaban dari pertanyaan ini?”
Seokjin menaikkan sebelah alisnya, “Sandeul? Jelas tidak. Lagipula dia hanya anak Dewa biasa sama seperti kita, dia tidak pernah pergi ke Olympus dan dia..” Seokjin tertegun.
Namjoon mengerutkan dahinya saat Seokjin berhenti berbicara, “Kenapa? Ada yang salah?”
Seokjin menoleh ke arah Namjoon, sebuah senyum tipis muncul di bibirnya. “Kurasa.. aku tahu jawaban dari pertanyaan ini.”
To Be Continued
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Closer pt. 2 (NC)
Author: _baepsae95 -
🔒 Sugar, Baby – Special Ch
Author: Narkive94 -
🔒 Braven – 29. Fractured
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 26. Deception
Author: Miinalee
Reviews
There are no reviews yet.