Part. 9: Couple

Author: blacklunalite

Part. 9: Couple

Namjoon menaikkan sebelah alisnya seraya menatap Seokjin yang terlihat tersenyum puas.

“Apa?” Namjoon bertanya dengan nada yang terdengar agak penasaran.

Seokjin mengangkat tangannya, “Ini cuma dugaan, tapi jika itu berarti tempatnya merujuk pada First Stage, maka mungkin saja di sini.”

“Ya, Seokjin Kim?” suara Selena terdengar menembus seisi ruangan dan dalam sekejap semua orang menatap ke arah Seokjin.

Seokjin menatap Selena dan dia bisa melihat saudara satu ibunya itu tersenyum padanya.

“Jawabannya adalah World’s Peak, tebing yang berada di ujung akademi ini.” Seokjin tersenyum dan dia bisa mendengar dengungan percakapan dari seluruh ruangan.

Selena masih tersenyum, “Alasannya?”

“Jika itu cinta pertama pada Dewa, maka jawabannya adalah Bumi. Karena tidak semua Dewa menikah dan memiliki pasangan. Jika kita mengeluarkan pendapat itu, maka secara otomatis jawaban ‘Olympus’ akan dihilangkan.” Seokjin memulai penjelasannya dengan senyuman bangga.

“Lantas, kita akan berpikir dimanakah Dewa jatuh cinta? Fakta selanjutnya yang kita ketahui adalah mereka tinggal di Olympus dan tidak di tempat lain. Jika Olympus dicoret dari jawaban, maka lokasinya adalah tempat para Dewa singgah, dan itu adalah bumi.”

“Alasan kenapa World’s Peak terpilih adalah karena seperti hadiah yang diberikan yaitu petunjuk untuk lokasi pertandingan pertama, maka sudah pasti itu adalah jalur Dewa turun ke bumi namun di akademi ini.” Seokjin tersenyum puas “Nah, World’s Peak adalah jalur tersebut, dia berada di bagian paling ujung Lightning Forest.”

Senyuman Selena semakin lebar, “Tepat sekali. Tapi lokasi pertandingan bukanlah di World’s Peak, itu terlalu berbahaya.”

Mr. Krakenshield mengangguk setuju, “Walaupun kami mengharapkan pertandingan yang menantang, tapi kami tidak setega itu membuang kalian ke dasar jurang.”

Seokjin mencibir dalam hati sementara Namjoon tertawa di sebelahnya.

“Apa yang lucu?” desis Seokjin. “Dia bermaksud membunuh kita.”

Namjoon menghentikan tawanya, “Oh, aku bukanlah seseorang yang mudah mati. Dan lagi, kurasa ayahku tidak akan senang melihatku di sana, dia pasti akan melemparku kembali ke sini.”

Seokjin mendengus, terdengar jengah. “Ya, ya, terserah.”

“Seokjin Kim, majulah ke depan dan ambil petunjuk untuk pertandingan pertama.”

Seokjin tersentak saat mendengar suara Selena, dia melihat Selena tersenyum seraya memegang sebuah amplop dari kertas yang sudah berwarna kekuningan.

Dengan langkah ragu dia berjalan dan mengambil amplop itu dari tangan Selena. Dia memperhatikan wajah wanita itu dan Selena mendekatkan kepalanya ke telinga Seokjin.

“Babak pertama lebih mudah dari dugaanmu.”

Dahi Seokjin berkerut saat Selena membisikkan itu padanya, dia bermaksud untuk bertanya lebih jauh namun Selena sudah melepaskannya dan menjauh.

Seokjin kembali ke kursinya dengan tangan memegang amplop hadiahnya. Namjoon melirik Seokjin dan amplop di tangannya.

“Apa yang tertulis di situ?”

Seokjin memainkan amplop di tangannya, “Kurasa kita tidak bisa membukanya di sini.”

Namjoon mengangguk setuju, “Kau benar, setelah makan malam nanti, naiklah ke kamarku.”

Sebenarnya Seokjin malas harus kembali ke kamar Namjoon tapi demi petunjuk pertandingan babak pertama, Seokjin harus melakukannya.

*****

Sandeul memperhatikan Seokjin yang terlihat tidak semangat. Sejak tadi sahabat baiknya itu hanya diam seraya memainkan isi piringnya.

“Hei, kau oke?”

Seokjin mendongak menatap Sandeul kemudian mengangguk. “Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.”

Sandeul menaikkan sebelah alisnya dengan gaya tertarik, “Oya? Apa itu?”

Seokjin menjilat bibirnya dengan gugup, dia ingin membahas mengenai penjelasan Namjoon terkait hubungannya dan Hoseok karena Sandeul adalah seseorang yang paling mengerti situasi diantara mereka.

“Apakah menurutmu jatuh cinta bisa terjadi begitu saja?” Akhirnya kalimat itulah yang terlontar dari bibir Seokjin.

Sandeul mengerutkan dahinya, kemudian dia mengangguk. “Tentu saja. Aku bukanlah seseorang yang tepat untuk mengatakan ini, tapi cinta dapat terjadi kapan dan dimana saja. Bahkan jika sebelumnya kau sangat membencinya, kau bisa berubah menjadi sangat mencintainya.”

Seokjin menggigit sudut bibirnya. Berarti sudah jelas jika Namjoon dan Hoseok memang bisa jatuh cinta dan mungkin juga mereka saling mencintai.

Namjoon memang mengatakan bahwa mereka akan selalu jatuh cinta karena memang itulah yang akan terjadi karena itu berada di luar kuasa mereka.

Tapi kebersamaan dan didukung dengan sesuatu yang mengalir dalam darah mereka jelas membuka jalan untuk potensi hal itu terjadi semakin besar.

Bukan sesuatu yang tidak mungkin jika pada akhirnya mereka menjalin hubungan yang serius.

Dan entah kenapa pemikiran itu membuat Seokjin semakin lesu.

“Kudengar kau mendapatkan hadiah untuk lokasi pertandingan tahap satu? Apa hadiahnya?” Sandeul bertanya antusias, “Di pertandingan kali ini aku akan bertaruh untukmu. Aku benar-benar tidak sabar menantikan pertandingan tahap awal minggu depan.”

Seokjin meringis, “Pertandingan ini akan dimulai minggu depan ya? Ternyata umurku sesingkat itu.”

Sandeul tertawa mendengar komentar Seokjin yang menyedihkan. Dia menepuk-nepuk bahu Seokjin dengan keras.

“Seokjinku yang manis, kau tidak akan mati. Kau pasti baik-baik saja.” Sandeul terkikik, “Kurasa Namjoon tidak akan membiarkan partnernya mati dengan mudah.”

Seokjin mendengus, “Jika itu yang terjadi, maka kurasa dia akan benar-benar membantaiku di final. Itupun jika kami berdua masuk final.”

Sandeul tertawa lagi, kali ini lebih keras dan setelahnya tawanya berhenti.

“Putra Ares memperhatikanmu.” Sandeul merendahkan suaranya seraya menatap Seokjin.

Seokjin mengerjap dan kepalanya bergerak untuk mencari sosok Jimin namun Sandeul menahannya.

“Kenapa?” tanya Seokjin saat Sandeul memegangi pergelangan tangannya.

“Auranya terasa berbeda, dia memperhatikanmu bukan karena tertarik. Ada.. sesuatu.” Sandeul menjelaskan dengan nada ragu.

Seokjin tersenyum tipis, kepekaan Sandeul pada perasaan orang lain memang benar-benar sangat hebat.

“Kurasa kau hanya terlalu berhati-hati.” Seokjin menyesap minumannya.

“Tidak, kurasa memang dia memiliki maksud tertentu. Aku selalu melihatnya memperhatikanmu sejak awal masuk akademi. Apakah kau mengenalnya sebelum ini?”

Seokjin menggeleng, “Kau adalah orang pertama yang kukenal di sini.”

Sandeul mengangguk, tapi wajahnya masih terlihat agak ragu. “Hmm, baguslah kalau begitu. Mungkin dia hanya merasa kau menarik sehingga dia memperhatikanmu.”

Seokjin mengangguk, “Ya, tentu saja.”

Sementara itu Namjoon duduk diam di kursinya yang tidak jauh dari Seokjin. Sejak tadi dia memperhatikan bagaimana Seokjin berbicara dengan Sandeul kemudian melirik ke sekitarnya.

Namjoon tidak bodoh untuk tidak menyadari pandangan mendalam yang dilayangkan Jimin pada Seokjin. Jimin menatapnya dengan begitu tajam hingga Namjoon bahkan ragu kenapa Seokjin tidak menyadari itu.

Kemudian ada Taehyung yang duduk di sebelah Jimin dan sesekali dia akan memainkan jemarinya di atas meja seraya menyeringai pada Seokjin kemudian membisikkan sesuatu padanya.

Di sisi lain, Yoongi yang sebelumnya jelas-jelas menunjukkan kelicikannya pada Seokjin justru tidak berbuat banyak. Dia hanya duduk diam di kursinya seraya menghabiskan makanannya.

Amulet Poseidon di leher Namjoon terasa berdenyut dan dia terasa dingin di kulitnya. Seokjin menunjukkan reaksi yang sedikit berlebihan terkait amulet ini sedangkan Namjoon nyaris merasa benda ini tak ada bedanya dengan kalung biasa.

Namjoon memperhatikan Seokjin lagi dan kali ini dia melihat Seokjin sedang fokus menghabiskan makanannya. Senyuman Namjoon muncul begitu saja saat melihat itu.

Namjoon menyadari ada banyak demigod yang kurang suka dengan kehadirannya lantaran dia adalah anak dari Dewa Hades.

Hanya saja, Namjoon selalu bisa melindungi dirinya sendiri.

Tapi Hoseok dan Seokjin tidak.

Namjoon menyadari bahwa Titan’s Game kali ini mungkin akan benar-benar berubah menjadi sebuah pertandingan berdarah.

*****

Seokjin baru saja menyelesaikan makan malamnya dan bermaksud kembali ke kamar ketika dia melihat Namjoon berdiri di koridor, tepat di depan pintu kamarnya.

Namjoon menoleh ke arah Seokjin sementara Seokjin terpaku di posisinya. Pria putra Hades itu sepertinya menyadari kecanggungan Seokjin sehingga dia berjalan mendekatinya.

“Kita perlu mendiskusikan amplop itu.” Namjoon berujar saat dia sudah berada di depan Seokjin.

Seokjin mengangguk, “Ya, aku membawanya.”

“Kalau begitu ambil pakaianmu, malam ini kau menginap di kamarku.”

Mata Seokjin membulat, “Menginap?!”

“Kurasa itu jauh lebih efisien, sebentar lagi jam malam.” Namjoon mengacak rambutnya, “Ambil pakaianmu untuk besok.”

Seokjin menimbang-nimbang sebentar kemudian mengangguk. Dia mengambil pakaiannya lalu berjalan mengikuti Namjoon menuju kamar pria itu.

Ketika mereka berjalan, beberapa orang terlihat memperhatikan mereka dengan penasaran.

Seokjin mendesah malas, rumor diantara mereka tentunya akan semakin kuat jika mereka selalu terlihat bersama seperti ini.

Berlainan dengan Seokjin yang mengkhawatirkan rumor itu, Namjoon justru memperhatikan sekitar dengan sesama. Dia bisa melihat pandangan para peserta Titan’s Game pada Seokjin dan jelas itu bukan pandangan kagum atau senang.

Itu pandangan iri dan benci.

Namjoon terkenal kuat dan dingin. Alasan kenapa dia begitu tertutup adalah untuk menghindari pihak-pihak yang ingin mendekatinya hanya karena kekuatan dan pengaruh Namjoon di jajaran demigod.

Dan sekarang, Seokjin menempati posisi sebagai orang yang paling dekat dengannya selain Hoseok.

Mereka semua paham bagaimana protektifnya Namjoon terhadap Hoseok. Tapi mereka jelas tidak akan menerima begitu saja kedekatan diantara Seokjin dan Namjoon.

Namjoon sudah menyatakan bahwa Hoseok berada di bawah perlindungannya di hari mereka masuk ke akademi. Dan Hoseok sendiri mampu melindungi dirinya dari semua orang yang iri pada posisinya.

Kepala Namjoon kembali terarah pada Seokjin yang berjalan di sebelahnya dengan raut cemberut. Dia harus melakukan sesuatu, tapi kelihatannya jabatan ‘partner Titan’s Game‘ terlalu rendah untuk mendapatkan perlindungan Namjoon.

Namjoon menghentikan langkahnya, Seokjin yang menyadari Namjoon berhenti memutuskan untuk ikut berhenti.

“Kenapa?” tanya Seokjin bingung.

Namjoon menoleh ke arah Seokjin, “Apa kau menyadari bagaimana mereka melihatmu saat ini?”

“Siapa?”

“Para Pejuang Titan lainnya, mereka mengincarmu dalam Titan’s Game kali ini.” Namjoon melangkah lebih dekat menuju Seokjin, “Kurasa mereka akan menghancurkanmu lebih dulu.”

Seokjin bergidik, dia melirik sekitar dengan takut-takut, “Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus berlatih lebih keras?”

“Kurasa itu tidak cukup.”

Seokjin menunduk dengan lesu, dia menghela napas keras kemudian mendongak menatap Namjoon. “Lantas aku harus bagaimana?”

“Aku bisa membantumu selama pertandingan tapi aku tidak bisa menjamin apa yang terjadi di luar pertandingan.” Namjoon menyadari bahu Seokjin yang menegang sehingga dia mengulurkan tangannya dan memijat lembut daerah bahu dan leher Seokjin.

“Kau ingat kasus dengan Yoongi Min? Aku belum menceritakannya padamu, tapi dia bermaksud mengambil amuletmu.” Namjoon mengusap-usap leher Seokjin.

Mata Seokjin membulat, dia menahan diri untuk tidak memekik terkejut. Sebaliknya, dia justru mendekati Namjoon dan berbisik. “Dia melakukan itu?”

Namjoon ingin tertawa melihat raut panik Seokjin, tapi dia menahan tawanya dan mengangguk dengan wajah datarnya.

Seokjin bergerak-gerak gelisah, “Yoongi Min itu anak Apollo. Dia jelas lebih unggul dalam pertandingan daripada aku.”

Namjoon mengangguk, “Kau bahkan langsung tidak berdaya karena permainan pianonya.”

Seokjin mendesah dan mengangguk dengan wajah murung. “Apa yang harus kulakukan?”

“Aku bisa memberikan proteksi untukmu, dan ini lebih mengikat.”

“Huh? Maksudmu?”

“Aku bisa memberikan perlindungan untukmu, aku bisa memberikan sedikit kekuatanku untukmu sehingga mereka tidak bisa menyentuhmu sembarangan.”

Mata Seokjin berbinar seketika, “Benarkah? Kau mau memberikan kekuatanmu?”

“Ya, tapi ada sedikit masalah di sini.”

Dahi Seokjin berkerut, “Apa?”

“Perlindungan ini hanya berlaku untuk keluargaku atau seseorang yang kucintai. Sejauh ini hanya Ibuku dan Hoseok yang memilikinya. Ibuku, karena kami sedarah. Dan Hoseok, karena cintaku padanya.”

Seokjin berusaha setengah mati mengatur ekspresinya agar tidak terlihat jengkel ataupun refleks mengumpat di hadapan Namjoon. “Lalu?”

“Mungkin ini akan bekerja kalau kau menjadi kekasihku.” Namjoon menambahkan dengan santai, “Kurasa kontak fisik akan membuat perlindunganku mengalir kepadamu.”

Mata Seokjin membulat besar, “K-kekasih?!”

Namjoon mengangguk tanpa beban, tangannya yang sejak tadi berada di bahu Seokjin kini turun dan mengusap sepanjang garis lengan Seokjin lalu berhenti di pinggulnya, memberikan sebuah remasan lembut di sana.

Seokjin tersentak, telapak tangan Namjoon yang berada di pinggulnya terasa panas dan seperti mengalirkan sesuatu ke dalam tubuhnya.

Seokjin menggumam pelan, “Wow,”

“Aku mengembangkan kekuatanku agar dapat melindungi orang-orang di sekitarku. Mereka yang kulindungi, tidak akan tersentuh dengan mudah, karena aku akan mengetahuinya. Dan jika mereka menyentuhmu diluar keinginanmu, maka kulit mereka akan terbakar.” Namjoon menunduk menatap tangannya di pinggul Seokjin, “Tapi aku butuh sesuatu yang lebih mengikat kau dan aku daripada ini.”

“Dan itu adalah dengan menjadikanku kekasihmu?”

Namjoon mengangguk.

“Bagaimana dengan Hoseok?”

Dahi Namjoon berkerut, “Ada apa dengan Hoseok?”

“Walaupun ini pura-pura dan hanya untuk kepentingan pertandingan, tidakkah dia akan terkejut mengetahui aku menjadi kekasihmu?” Seokjin mendongak menatap Namjoon.

“Siapa yang mengatakan ini pura-pura?”

Seokjin mengerjap, “Huh?”

“Aku tidak pernah main-main dengan status, Seokjin. Jika aku mengatakan aku akan menjadikanmu sebagai pasanganku, maka itu adalah kenyataan, bukan sebuah kepura-puraan.”

Seokjin mengerutkan dahinya, “Maksudmu, status ini serius?”

Namjoon mengangguk tanpa beban, “Ya, itu serius.”

“Namjoon, apa kau bahkan menyukaiku?” Seokjin menghela napas, dia tidak sadar sejak tadi tangannya mengelus lengan Namjoon yang melingkari pinggulnya.

“Kurasa rasa suka bisa ada karena terbiasa.”

“Tapi di penghujung pertandingan nanti kita akan menghadapi satu sama lain. Apa yang akan terjadi pada kita jika aku menyukaimu dan kau..” Seokjin terdiam sesaat, “..mungkin, menyukaiku?” Seokjin agak menekankan di kata ‘mungkin‘ karena dia tidak yakin Namjoon akan melihatnya seperti itu.

Namjoon menangkup rahang Seokjin, “Kita pikirkan itu nanti. Sekarang, aku hanya ingin memastikanmu tetap hidup selama pertandingan berlangsung.”

Seokjin tersenyum miris, ‘Memastikan Seokjin tetap hidup.’ Ini lebih seperti perjanjian diantara mereka agar Seokjin tetap hidup sampai waktu yang dijanjikan yaitu ketika pertandingan berakhir.

Dan nantinya, mungkin Namjoon berniat untuk menghabisi Seokjin di babak final karena pemenang dari Titan’s Game hanya ada satu.

Seokjin mendongak menatap Namjoon yang masih menatapnya dengan serius. “Baiklah, toh ini akan menguntungkanku juga.”

Namjoon tersenyum, dia mendekatkan kepalanya dan menempelkan hidungnya di rambut Seokjin. “Aku akan menjagamu agar tidak mati di pertandingan.”

Seokjin mengangguk, matanya terpejam secara refleks merasakan Namjoon menempelkan hidung dan bibirnya di rambut Seokjin.

“Tapi dengan satu kondisi,” Seokjin mendorong dada Namjoon perlahan.

Namjoon menurut dan mengambil satu langkah mundur. Dia memperhatikan Seokjin yang menatapnya dengan raut serius.

“Jika kita berhasil lolos hingga ke babak final, aku mau kau tidak mengalah untukku. Lawan aku dengan serius, jika memang kau harus melukaiku, maka lakukan saja.” Seokjin meremas lengan atas Namjoon, “Kau harus menang. Harus.”

Namjoon memperhatikan mata Seokjin dan dia bisa melihat bahwa putra Athena itu serius dengan ucapannya.

Sebenarnya Namjoon masih tidak yakin mengenai dia yang akan melawan Seokjin di pertandingan final, tapi jika itu mampu menenangkan Seokjin, maka Namjoon rasa tidak ada salahnya untuk menyetujui ini terlebih dahulu.

Dan karena itu, Namjoon mengangguk.

To Be Continued

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Part. 9: Couple”
Beranda
Cari
Bayar
Order