Seokjin’s House

Author: CottonCandytide

Hari ini Seokjin membersihkan seluruh bagian rumahnya, mulai dari mencuci sprei, selimut, menjemur futon, menyikat kamar mandi, mengelap pernak pernik hiasan dan menyusul ulang buku-buku yang berdesakan di rak kayu. Rencananya hari ini Seokjin juga ingin memplitur rak buku kayunya agar tampak lebih cantik dan tidak buluk.

Kring kring kring

Tak perlu menoleh Seokjin sudah tau siapa yang sedang memasuki pekarangan rumahnya. Semoga ia tidak kembali mengacau atau akan ku acak-acak mukanya, Seokjin membatin sambil menginjak-injak spreinya, gerakan kaki Seokjin semakin cepat karena pemuda itu membawa sepedanya masuk dengan senyum cerah terkembang, manis sekali.

“Apa yang sedang kau lihat?” Sapa Seokjin tak acuh

“Seokjin tidak lelah menyuci seperti itu?” Tanya Namjoon polos “Seokjin mau aku bantu tidak?” Seokjin melirik sekilas dan tetap melanjutkan kegiatannya. Namjoon menggulung celananya hingga sebatas lutut

“Seokjin aku bantuin ya, aku ikut masuk nih” 

“Namjoon jangaaan! Ga muat”

“Muat muat, ini wadahnya besar, lagi pula badan kamu kan ramping” 

Namjoon memasukkan kaki kirinya terlebih dahulu dan disusul kaki kanannya, dan benar saja Namjoon hampir kehilangan keseimbangannya, Seokjin dengan sigap menangkap kedua lengan Namjoon hingga keseimbangan Namjoon kembali. 

“Kan apa aku bilang, kau hampir saja jatuh terjengkang”

“Hehe iya, lagi pula ga apa-apa kan ada Seokjin yang tolongin aku” ucap Namjoon sambil memberikan bantuan ekstra. Namjoon melirik Seokjin yang jaraknya kurang dari satu meter, menilik curi-curi pada wajah yang kini sering mampir di pikirannya.

Desa Hang Po memang cantik tapi Seokjin di bawah sinaran matahari pagi hari jauh lebih cantik, batin Namjoon memuji laki-laki yang tidak terlihat peduli padanya namun selalu menghangatkan hatinya.

Jarak sedekat ini mustahil Namjoon tidak menghirup aroma floral nan lembut dari rambut hitam dan halus Seokjin. Pipi gembil yang bersemu diatas putihnya kulit pemuda desa itu, dan bibir gemuk sewarna cherry terkatup rapat, Namjoon gemas.

Bagaimana di desa ini bisa menyimpan manusia seindah secantik ini. Namjoon sedikit menyesal kenapa ia baru terpikir untuk mengunjungi paman dan bibi Kang sekarang.

Seokjin memang ketus, tak mau diajak bicara sampai disangka bisu tapi Seokjin mempunyai hati yang baik dan hangat melalui perhatian-perhatian kecil yang ia berikan. Apakah Namjoon mulai merasakan sebuah rasa? Rasa cinta (?) 

Aawww! 

Seokjin memukul lengan Namjoon, sebenarnya Seokjin memukul Namjoon karena ia merasa malu karena baru sadar sedari ia memegang lembut lengan laki-laki kota itu.

“Jika kau hanya ingin memandangi wajahku dan tersenyum seperti orang gila, saranku lebih baik kau pulang dan membantu Do Hyun menguleni sourdough.” Nada bicara yang Seokjin pakai masih saja ketus tapi Namjoon tak terpengaruh, ia masih asyik menginjak-injak cucian sambil meringis karena pukulan Seokjin yang tidak sakit sama sekali, hanya Namjoon saja yang manja.

“Seokjin jangan marah-marah kan udah aku bantuin ini nyucinya”

“Kau yang keukeuh ya, jangan salahkan aku kalau kulit kaki mu mengkerut” Namjoon tertawa lucu, bukan tertawanya yang lucu tapi Seokjin yang lucu.

“Seokjin”

“Hum” Seokjin menjawab singkat sambil menjemur cuciannya

“Setelah ini kau ada waktu?”

“Waktu untuk apa?”

“Kita keliling Hang Po yuk”

“Apa? Kau sudah mengelilingi Hang Po berkali-kali dan masih ingin berkeliling lagi bersama ku?”

“Iya, kemarin kan sendirian, tidak seru. Kali ini biar ku bonceng Seokjin, gima—?”

“Sorry, aku sibuk mau bersih-bersih rumah, lagipula hari ini aku meliburkan diri, aku ingin me time dan melakukan apa yang ingin aku lakukan.”

“Rumah mu sudah bersih Seokjin, apa lagi yang mau dibersihkan? Sini aku bantu biar cepat selesai”

Seokjin menghela nafas bosannya menghadapi Seoul city namja yang tak berhenti mengganggunya sejak hari pertama mereka bertemu. Seokjin memutar otaknya agar ia tak diajak keliling Hang Po.

“Namjoon”

“Ya?”

“Coba kau lihat sekelilingmu”

Namjoon menoleh ke kanan ke kiri lalu memutar tubuhnya 180°, sampai segitunya. “Kau sudah tahu apa?” Namjoon menggelengkan kepalanya dengan wajah innocentnya. 

“Hmm.. bantu aku cabut rumput”

“Tapi”

“Kalau gitu pergi saja dari sini, masih banyak hal yang ingin aku kerjakan.”

Ya Tuhan galaknya. “Iya iya aku bantuin cabut rumput” Namjoon pun bersungut-sungut mengambil bangku kayu kecil, sarung tangan dan lengkap dengan wadah dari anyaman rotan untuk mengumpulkan rumput liar.

Hari semakin terik, namjoon masih fokus dengan rumput-rumputnya. Sejujurnya Namjoon tak pernah mengerjakan semua pekerjaan rumah ini, untuk apa? Hidupnya sudah punya asisten dari sejak lahir. Namjoon tak perlu bersusah payah, hidupnya sangat mudah tapi kenapa sekarang dia mau-maunya membantu Seokjin, mungkin ia masuk angin makanya dia mau nurut, pikirnya masih sambil mencabut rumput (ga ada hubungannya, Joon!) 

Selesai bergelut dengan rumput kemudian Namjoon membantu Seokjin membereskan rumah, mengelap kaca dan membantu Seokjin menyusun buku ke raknya. 

Seokjin maupun Namjoon sibuk dengan kegiatan masing-masing. Seokjin sibuk menyiapkan makan siang yang agak terlambat. Akhirnya Seokjin memilih menu yang cepat, mudah, dan sederhana andalannya.

Seokjin melepas apron coklat mudanya lalu meletakkan satu persatu makanan yang ia masak dengan senyum puas. Sesekali diliriknya Namjoon yang sedang serius menyusun buku-buku sambil penasaran membolak balik buku dan membacanya beberapa kalimat, dada Seokjin berdebar halus dan hangat. Kenapa Namjoon rela membantunya hanya demi sebuah keinginan mengajak Seokjin mengelilingi desa Hang Po dengan sepeda. Soal jawabannya nanti saja dipikirkan karena yang penting rumahnya sudah rapi, bersih, dan masakan makan siang yang sudah siap.

“Namjoon”

“Ya Seokjin, ada apa? Apa ada lagi yang bisa kubantu?” Jawaban Namjoon mengundang senyum manis Seokjin sambil memberikan isyarat tak ada lagi yang harus dilakukan selain makan siang.

“Ayo makan”

Mata Namjoon berbinar karena perutnya memang sudah minta diisi.

“Ayo!” Namjoon berseru girang. Namjoon menyamankan duduknya  di meja makan yang sudah terhidang masakan sederhana yang jarang ia makan selama ini, tapi Namjoon tidak masalah jika selama yang memasaknya adalah Seokjin maka Namjoon akan memakannya dengan senang hati dan lahap.

“Namjoon-ahh pelan-pelan, nanti kau tersedak.”

“Mm” 

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Tak ada semenit Seokjin menasehatinya. Namjoon tersedak hingga matanya berkaca-kaca menahan sakit. Seokjin langsung menepuk-nepuk punggung Namjoon, memberikannya air, dan satu tindakan Seokjin yang membuat Namjoon terkesiap, Seokjin refleks mengusap air mata Namjoon dengan telapak tangannya yang tidak halus.

Dada yang semula terasa sakit menjadi tak ada apa-apanya karena usapan dari tangan Seokjin. Belum pernah Namjoon diperlukan sedemikian rupa oleh orang lain selain ibunya, Seokjin yang pertama.

“Namjoon-ahh gwaenchana?”

“Iya aku tak apa, sakitnya tinggal sedikit lagi, hanya tinggal nafasku saja yang sedikit sesak.”

“Kau keringatan, sebentar akan ku ambilkan handuk kecil”

Seokjin beranjak secepat kilat dan kembali dengan membawa handuk kecil di tangannya. 

“Ini.. lap keringat di keningmu. Keringatmu seperti butiran jagung”

“Terima kasih Seokjin” Namjoon mengelap keringatnya sesuai apa yang Seokjin perintahkan. Selama ini tak ada yang bisa dan boleh mengatur Namjoon tapi kali ini mau-mau saja ia menuruti apapun yang Seokjin katakan. Aneh!

“Kalau sudah tak sakit lagi ayo habiskan makananmu, sayang sekali ini masih banyak”

“Iya Seokjin, masakanmu terlalu enak untuk aku lewatkan, kira-kira boleh tidak aku meminta tambahan nasi dan kuah sup?”

“Tentu saja boleh. Jangankan kuahnya nanti akan ku tambahkan tahu dan sayurannya untukmu” 

” Terima kasih Seokjin, masakan mu selalu enak! Aku yakin kau bisa menjadi koki terbaik di restoran berbintang”

“Kau berlebihan Namjoon-ahh, sebaiknya lanjutkan makanmu, aku akan mengambilkan mangkuk baru untuk tambahan sup dan nasi.”

Seokjin berdiri menggeser kursinya, bergegas mengambil nasi dan sup. Entah penglihatan Namjoon yang sedikit rabun atau memang itulah kelihatannya, Namjoon melihat Seokjin murung setelah dipuji. Namjoon berpikir apa ada yang salah dengan ucapannya, sungguh Namjoon tak tahu apa-apa, ingin sekali bertanya tapi mulutnya terkunci.

“Ini bukan waktu yang tepat, sebaiknya nanti saja.”

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Seokjin’s House”
Beranda
Cari
Bayar
Order