Sugar, Baby – 4

Author: Narkive94

Seokjin segera bangun dari kursinya saat melihat notifikasi HP-nya, berisikan pesan dari kontak bernama ‘Daddy Ganteng’, yang dinamai oleh Namjoon sendiri kemarin, menyuruhnya untuk segera ke ruangannya. Ia pun masuk setelah mengetuk pintu, mendapati Namjoon sedang duduk di sofa yang berada di sebelah kanan pintu, dengan seseorang mengenakan jas di depannya.

“Hai, sini.” Ucap Namjoon sambil menepuk tempat di sebelahnya dan Seokjin pun duduk disana. “Kenalin, Pak Han, lawyer yang ngurusin kontrak kita.”

Seokjin lalu menjulurkan tangannya pada pria, yang ia perkirakan, berusia 55 tahun itu. “Kim Seokjin.” Ucapnya pelan.

“Baik, Tuan Kim, disini saya sudah memasukkan ketentuan yang kemarin diberikan pada saya. Silahkan diperiksa.” Pak Han lalu memberikan Namjoon dan Seokjin masing-masing satu dokumen dengan nama mereka di atasnya. Setelah masing-masing membaca dan menandatangani dokumen tersebut, sang pengacara kembali memasukkan dokumen itu ke dalam tasnya. “Kalau begitu selamat bergabung dalam kontrak. Jika ada pertanyaan dapat langsung menghubungi saya. Saya permisi dulu, selamat siang.” Ucapnya sambil berdiri dan keluar setelah bersalaman dengan Namjoon juga Seokjin.

“So, we are official. Mulai hari ini kamu pulang bareng aku, ya.” Ucap Namjoon sambil menatap Seokjin.

“Oh hm hari ini aku masih harus part-time. Harus ngajarin part-timer baru.”

“Oh, okay. Mau diantar?”

Seokjin menggeleng. “Sendiri aja. Lagian jalannya kecil, mobil kamu ga bisa masuk.”

“Kalau gitu mulai besok pulang sama aku, okay?”

Seokjin mengangguk. “Aku balik kerja, ya.”

“Wait.” Namjoon lalu berjalan menuju mejanya dan mengambil sebuah map dan memberikannya pada Seokjin. “In case kalau ada yang nanyain kamu ngapain kesini. Pelajari juga ya, mulai bulan depan kita apply teknik marketing baru.”

Seokjin tersenyum menerima map itu, ternyata Namjoon sudah memikirkan solusi sebelum Seokjin bahkan sempat bertanya. Hal terakhir yang Seokjin inginkan adalah orang-orang curiga tentang hubungan mereka. “Thank you. See you, Namjoon.”

“See you, Seokjin.”

“Lo ngapain tiba-tiba masuk ke ruangan Pak Namjoon?”

Baru saja Seokjin mendaratkan pantatnya di atas kursi, Jimin sudah mencecarnya dengan pertanyaan. Ia baru akan membuka mulutnya saat tiba-tiba ada suara di belakang mereka.

“Iya, lo ngapain ke ruangan Pak Namjoon? Dia ngasih apa?” Hara yang muncul tiba-tiba membuat Seokjin dan Jimin sedikit terkejut.

Seokjin lalu menunjukkan map yang ia bawa dari ruangan Namjoon. “Strategi marketing sosial media yang baru. Dia nyuruh gue pelajarin dulu.”

“Kenapa langsung ke lo ya bukan ke gue dulu? Kan gue manager lo.”

“Karena Kak Seokjin yang megang sosial media. Daripada ke lo terus baru ke Kak Seokjin, mendingan Pak Namjoon kasih sekalian ke Kak Seokjin, kan?” Jawab Jimin. Hara terlihat berpikir sebentar sebelum menghela nafasnya dan berjalan kembali ke mejanya.

“Mak lampir tuh emang, muncul tiba-tiba, kaget kan gue.” Bisik Jimin sambil memperhatikan Hara dari mejanya. “By the way nih, Kak, dari sumber gossip terpercaya gue-”

“Kim Taehyung.”

“Iya, Kim Taehyung. Katanya Kak Hara tuh iri sama lo.”

Seokjin yang sedari tadi sibuk membaca map di genggamannya menatap Jimin bingung. “Kenapa gue?”

“Soalnya dari awal lo masuk, Pak Namjoon selalu merhatiin lo setiap ada rapat seluruh divisi. Terus juga katanya dia baik banget sama lo. Kak Hara sampai insecure posisinya diambil sama lo.”

Seokjin terkekeh pelan. “Pak Namjoon bahkan ga kenal gue, Jim. Ga mungkinlah. Lagian Pak Namjoon baik sama semua orang. Kita juga beberapa kali papasan sama Pak Namjoon dan perlakuannya ke gue sama lo sama. Terus kenapa ngerasa iri ke gue doang?”

Jimin hendak membuka mulutnya sebelum akhirnya menutupnya kembali, merasa bahwa Seokjin benar. Jika ada satu hal yang membuatnya senang bekerja di perusahaan ini adalah sang pemilik perusahaan yang selalu menghargai setiap kerja keras karyawannya dan tak pernah pelit untuk memberikan senyumnya saat berpapasan dengan siapapun.

“Iya, sih.” Ucap Jimin mengalah dan kembali ke pekerjaannya.

 

Pria yang lebih tinggi terlihat tertawa senang dengan kantong belanja penuh di dua tangannya sambil menaiki anak tangga, sedang yang satunya tak henti memberikan lelucon sejak mereka turun dari mobil. Namun candaannya terhenti saat mereka sampai di lantai tiga, tempat dimana apartemen Seokjin berada, karena sang pemilik apartemen baru saja mengunci apartemennya dengan gembok.

“Bu-”

“Sudah lewat dua minggu dari perjanjian, Seokjin. Barang-barang kamu akan saya jual untuk membayar hutang sewa. Besok mungkin pemilik barunya akan datang. Saya lelah berurusan dengan kamu dan seluruh hutangmu.” Ucap ibu pemilik apartemen dingin lalu berjalan menuju tangga.

Seokjin terduduk lemas di depan pintu apartemennya. Ia bukannya lupa tentang tenggat bayar hutangnya, namun merasa tidak enak jika harus meminta kepada Namjoon. Astaga, memalukan sekali. Namjoon tak hanya mendengar bahwa Seokjin menunggak sewa apartemennya, namun juga ia ditendang dari apartemennya sendiri. Hatinya semakin mencelos saat Namjoon menaruh kantong belanja yang dibawanya di dekat Seokjin dan berlari menuruni tangga. It’s over, gumamnya dalam hati,

Seokjin memejamkan matanya, memikirkan bagaimana caranya untuk ia dapat kembali mendapatkan tempat tinggal, atau minimal, mendapatkan kembali baju-bajunya. Mungkin setelah ini, ia akan tinggal sementara di apartemen Jimin. Ia lalu membuka matanya saat mendengar suara kunci di sebelahnya. Dilihatnya Namjoon sedang membuka gembok berikut pintu apartemennya.

“Kamu lagi ngapain?” Tanya Seokjin bingung.

“Buka pintu apartemen kamu.” Jawab Namjoon santai. “Aku udah bayar semuanya ditambah biaya sewa satu tahun.” Lanjutnya saat melihat alis Seokjin mengernyit. Namjoon lalu membawa masuk beberapa kantong belanja lalu melihat Seokjin yang masih terdiam pada posisinya tadi. “Boleh tolong bantu bawa belanjaannya? Tanganku cuma ada dua.”

Seokjin mengangguk dan segera mengambil kantong belanja yang tersisa dan menaruhnya di counter dapurnya. Ia lalu menatap Namjoon, menggigit bibirnya karena merasa tak enak pada pria itu.

“Rumah kamu  bagus.” Puji Namjoon setelah melihat sekeliling rumah Seokjin lalu duduk di kursi yang terletak di dekat counter dapur. Matanya lalu tertuju pada Seokjin yang menundukkan kepalanya. “Seokjin?” Panggilnya.

“Namjoon, maaf.” Ucap Seokjin pelan.

Namjoon lalu menarik Seokjin sehingga kini ia berada di antara kakinya. “Maaf kenapa?”

“That was embarrassing. Terus jadi ngerepotin kamu.”

“Look at me.” Namjoon meraih dagu Seokjin dan membuatnya menatapnya. “Kamu seharusnya minta ke aku kalau butuh apapun. Aku caretaker kamu sekarang, jadi please kalau ada apa-apa langsung ke aku, okay?”

“T-tapi aku ga pernah ngasih kamu apa-apa.”

“What? You want to have sex?”

Seokjin terkejut dan mengerjapkan matanya atas pertanyaan Namjoon barusan. Sejauh ini, mereka tak melakukan apapun lebih dari berpelukan dan sesekali mencium pipi saat berpamitan. Ia lalu menarik nafasnya sebelum menjawab, “Iya.”

Tak seperti dugaannya, Namjoon malah tertawa kencang. Seokjin menatapnya bingung dan tak mengatakan apapun sampai tawa Namjoon reda. “Bercanda.” Ucapnya. “Don’t have sex with anyone kalau kamu ga mau, apalagi karena alasannya uang.”

“Even for you?”

“Especially for me.”

Seokjin tertegun, tak menyangka bahwa Namjoon akan bersikap demikian. Seumur hidupnya, ia tak pernah tidur dengan orang selain kekasihnya, itupun dilakukannya setelah beberapa kali berkencan. Ia bersyukur karena meski tak pernah terucap, Namjoon mengerti bahwa dirinya belum siap.

“Sekarang boleh masak? Aku udah laper.” Ucap Namjoon manja, membuat Seokjin tersenyum.

“Oke.”

“Namjoon, udah jadi.” Panggil Seokjin pada Namjoon yang sedang menonton TV. Awalnya, Namjoon membantunya di dapur, lalu Seokjin mengusirnya karena Namjoon tak tahu apapun soal memasak sehingga ia beralih menonton TV sambil menunggu makanan mereka matang.

Mata Namjoon membola saat melihat meja makan yang telah penuh dengan masakan yang dari baunya saja sudah menggoda selera. Satu piring bulgogi dan kimchi jjigae, lengkap dengan nasi panas dan side dish tersedia di atas meja. Dengan semangat, Namjoon menyendokkan kuah kimchi jjigae ke mulutnya, sementara Seokjin menunggu responnya.

“Gimana? Enak?” Tanya Seokjin saat Namjoon tak mengucapkan apapun. Khawatir masakannya kurang enak, Seokjin ikut menyendokkan kimchi jjigae ke mulutnya.

“It tastes like…. home.” Ucap Namjoon kemudian.

“Oh syukurlah, kirain ga enak. Kamu kangen sama ibumu di US ya?”

Namjoon tersenyum lalu melanjutkan makannya dengan lahap bahkan sampai menambah nasi berkali-kali. Seokjin tersenyum puas, senang masakannya disukai oleh Namjoon.

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Sugar, Baby – 4”
Beranda
Cari
Bayar
Order