Sugar, Baby – 7

Author: Narkive94

Seokjin baru saja akan meletakkan tasnya di mejanya saat matanya menangkap sosok seorang pria duduk di sebelah Jimin dan mengobrol dengannya. Jimin yang menyadari kedatangannya menoleh lalu memutar kursinya, “Kak, ini Jungkook, new hire buat social media design yang lo minta beberapa bulan yang lalu.” Ucapnya kemudian.

“Thank, God, akhirnya ada orang. Seokjin.” Seokjin menjulurkan tangannya yang disambut oleh Jungkook sambil tersenyum. Pria itu terlihat lucu dengan dua gigi kelinci menyembul dari balik senyumnya. “Oh iya, kita ada quarterly meeting ya, semua divisi ikut. Yuk ke pantry sekarang.” Lanjutnya kemudian sambil mengambil sebuah buku catatan beserta pulpen.

“Aku juga, Kak?” Tanya Jungkook.

“Iya, semua. Yuk.” Seokjin lalu berjalan terlebih dahulu, diikuti Jimin dan Jungkook di belakangnya.

Pertemuan perempatan tahun rutin diadakan untuk mengetahui perkembangan beserta rencana setiap divisi ke depannya. Pantry yang luas disulap menjadi ruang presentasi, dengan kursi memenuhi area pantry agar semua pegawai dapat duduk menyaksikan presentasi yang sedang berlangsung. Seokjin sengaja mengambil tempat duduk di baris paling luar, tidak mau merepotkan jika nanti di tengah presentasi ia harus ke kamar mandi, sedang Jimin dan Jungkook duduk di sebelahnya.

Acara dimulai dengan sambutan dari Namjoon dan dilanjutkan dengan presentasi manajer setiap divisi. Seokjin sesekali mencuri pandang ke arah Namjoon yang duduk di bangku khusus, tak jauh darinya. Jika boleh memilih momen paling atraktif Namjoon menurut Seokjin, adalah saat ini, saat ia sedang berkonsentrasi memperhatikan slide di depan ruangan dengan matanya yang tajam. Bagaimana bisa seseorang terlihat begitu mengintimidasi saat ia hanya diam seperti sekarang ini? Pikiran Seokjin buyar saat Namjoon menatap matanya, tersenyum sekilas karena menangkap basah Seokjin yang menatapnya lebih lama dari seharusnya. Seokjin yang salah tingkah langsung mengalihkan pandangannya kembali ke depan, mencoba mengabaikan Namjoon yang terhibur akibat tingkah canggung Seokjin.

Pembicara terakhir adalah Hara, manajer marketing. Pertemuan ini sudah berjalan hampir setengah jam dan membuat Seokjin sedikit mengantuk. Bosan dan juga penasaran, matanya akhirnya terarah kembali ke arah Namjoon yang tak diduganya sedang memperhatikannya dari tadi. Mereka bertatapan lama sampai Namjoon mengedipkan sebelah matanya, tersenyum saat Seokjin membulatkan matanya dan dengan panik melihat sekitar, memastikan bahwa atensi semua orang sedang berada di depan, bukan kepada sang pemilik perusahaan yang berusaha menggodanya.

“Bagaimana menurut Bapak?” Tanya Hara kemudian, membuat seluruh karyawan menatap Namjoon dan menunggu jawabannya.

“Good. Mulai bulan depan, seperti yang kita semua tahu, kita akan mulai delivery service ke rumah-rumah. Saya harap untuk social media-” Namjoon memotong omongannya, mencoba mencari staff social media yang jelas-jelas ia tatap dari tadi, dan tersenyum saat menatap Seokjin. “Untuk social media, kita jalanin iklan seperti yang sudah kita diskusikan beberapa hari yang lalu, okay?”

“Baik, Pak.” Jawab Seokjin tersenyum.

Diskusi apanya, bukannya beberapa hari yang lalu Bapak minta saya peluk terus?’ Seokjin berucap dalam hati, namun tetap mencoba untuk menampilkan ekspresi datar seolah ia mengerti maksud sang pemimpin perusahaan.

 

 

Seokjin mengetuk pintu ruangan Namjoon dan masuk saat mendengar suara Namjoon mempersilahkannya masuk dari dalam. Di tangannya terdapat beberapa lembar kertas yang baru saja ia cetak, berisi desain iklan yang Namjoon minta kemarin. Namjoon meminta Seokjin untuk meminta approval langsung darinya, bukan dari Hara, yang tentu saja membuat Hara protes pada awalnya namun mengalah karena Namjoon meminta langsung pada Seokjin.

“Pak, minta approval.” Ucap Seokjin meletakkan kertas-kertas di tangannya di atas meja Namjoon.

Namjoon menaikkan alisnya, “Oh we are in workplace mode sekarang?” Ia pun mengambil kertas yang ditaruh Seokjin di atas mejanya saat Seokjin tak menjawab. “You know what, babe? You need to relax.”

“Namjoon, dua minggu ini feels like hell. Aku dikejar-kejar product, sales, dan Hara. Approve aja itu, please?”

Namjoon beranjak dari kursinya dan berjalan ke depan Seokjin lalu menangkup kedua pipinya. “Mau cuddle?”

Seokjin mengangguk dan menuruti saat Namjoon menarik tangannya ke sofa dan menyuruhnya duduk. Ia mengunci pintu ruangannya sebelum bergabung dengan Seokjin dan memeluk tubuhnya.

“Kenapa dikunci?” Tanya Seokjin.

“Biar ga ada yang ganggu.”

Seokjin tersenyum lalu menyandarkan kepalanya pada dada bidang Namjoon sementara tangannya menggenggam tangan Namjoon dan memainkan jarinya.

Sentuhan Namjoon yang awalnya bertujuan untuk menenangkan Seokjin berubah menjadi hal yang lain saat Namjoon terpikirkan sesuatu; sudah lama ia dan Seokjin tidak bercinta. Memang, Seokjin lebih sering menginap di rumahnya namun ia akan langsung tidur seketika wajahnya menyentuh bantal. Kasihan sekali, Seokjin pasti lelah beberapa hari ini dengan beban pekerjaannya.

Perlahan, tangan Namjoon yang bebas menyentuh perut Seokjin pelan dan mulai naik ke arah dadanya saat Seokjin hanya diam. Jarinya lalu melingkari puting Seokjin dari luar kemejanya, dan bagaikan sengatan listrik, Seokjin menggeliat merespon sentuhan Namjoon.

“Namjoon..”

“Shh.”

Tangan Namjoon yang lain melepaskan genggamannya pada tangan Seokjin lalu menyentuh pahanya. Ia meremas paha dalamnya sebelum menyentuh tengah celana Seokjin, ‘membangunkan’ isinya.

Sementara tangan yang satu menggoda di bagian bawah, tangan yang satunya membuka kancing kemeja biru muda yang dikenakan Seokjin. Dengan cepat Namjoon memasukkan tangannya ke balik kaos putih tipis yang Seokjin kenakan di balik kemejanya, membuat Seokjin membusungkan dadanya saat tangan Namjoon kontak langsung dengan putingnya.

“Namjoon, please?” Mata Seokjin berkaca-kaca, mereka baru saja mulai namun ia sudah sangat berantakan ulah sentuhan Namjoon.

“Please what, baby?” Namjoon tersenyum menggoda, satu tangannya berhasil masuk ke dalam celana, membuat Seokjin menggigit bibirnya.

“Touch me.”

“I am touching you.” 

Tepat saat Namjoon mengakhiri kalimatnya, ia menyentuh ujung kepala Seokjin yang sudah mulai basah. Seokjin langsung menutup mulutnya saat ia tak sengaja berteriak.

“Ruangan ini soundproof, aku mau denger suara kamu, it’s okay.”

Namjoon lalu mengurut penis Seokjin tanpa ampun demi mendengar suaranya yang seperti nyanyian. Seokjin seksi di setiap hal yang ia lakukan, tak terkecuali lenguhannya yang selalu memancing gairah Namjoon. Kesal dengan terbatasnya gerakannya di balik celana Seokjin, Namjoon lalu melepas pakaian itu, meninggalkan Seokjin hanya dengan atasan yang ia kenakan sehingga ia punya lebih banyak akses untuk menyentuh Seokjin bagaimanapun yang ia mau.

“Ahh… Namjoon, please. Oh God, Namjoomh please- ahh- fuck me.”

Namjoon meraih dagu Seokjin dan menciumnya sebelum  turun ke lantai. Ia lalu mencari sesuatu dari laci meja, lalu tersenyum saat mendapatkan sebotol pelumas beserta kondom terletak di ujung laci.

“Kamu punya gituan di sana?” Seokjin bertanya heran, bisa-bisanya Namjoon menyimpan sesuatu seperti itu disana sementara ia sering bertemu kolega bisnisnya di tempat yang sama.

“Well, I prepared everything. Siapa tahu kamu tiba-tiba minta pas lagi di ruangan aku.” Namjoon mengedipkan matanya sementara Seokjin menepuk bahunya pelan sebelum tertawa.

“You are weird.”

“I am.” Ucap Namjoon sebelum memasukkan seluruh bagian Seokjin ke dalam mulutnya. Selain ahli menggombal, Namjoon juga mampu mengirim Seokjin ke surga dengan mulutnya. Seokjin melenguh kencang karena Namjoon sangat tahu apa yang harus ia lakukan dengan lidahnya. Sementara itu, Namjoon melumuri tiga jarinya dengan pelumas dan mempersiapkan Seokjin di bawah sana, memastikan Seokjin nyaman dengan semua sentuhannya.

Saat ia merasa Seokjin sudah siap, Namjoon lalu berdiri dan melepaskan celananya, membebaskan bagian bawahnya yang sudah sesak dari tadi. Seokjin menitikkan air liur saat menatap Namjoon, menahan keinginan untuk menyelesaikan Namjoon dalam mulutnya karena mereka tak punya waktu banyak atau semua orang akan bertanya tentang keberadaan Seokjin di dalam ruangan Namjoon.

Namjoon duduk bersandar di sofa, menyuruh Seokjin untuk duduk di atasnya. Seokjin menuruti, memegang bahu Namjoon sebelum memasukkan Namjoon ke lubangnya. Seokjin menggigit bibirnya, tak pernah terbiasa dengan ukuran Namjoon, sementara Namjoon menunggu dengan sabar dan membantu Seokjin menggerakkan pinggulnya saat Seokjin mengangguk padanya. Perlahan, ruangan itu hanya dipenuhi suara desahan dan tamparan antar kulit yang memabukkan.

Namjoon kemudian berdiri tiba-tiba, membawa Seokjin dalam tangannya dan berjalan ke arah jendela. Ia lalu menyandarkan tubuh Seokjin di sana, di belakangnya terdapat pemandangan perkotaan lengkap dengan gedung pencakar langit dan langit yang mulai memerah. Seokjin memeluk erat leher Namjoon, mendesah kencang saat Namjoon bergerak lebih cepat, menumbuk titik sensitifnya.

“Look at you, Seokjin, being fucked by your boss in his office. Untung ruanganku ada di lantai 30, kalau enggak, everyone can see you, Petal.” Namjoon menggerakkan pinggulnya dengan tajam terutama pada akhir kalimatnya. Ia pun tersenyum karena Seokjin tampaknya menikmati aksinya barusan.

“Oh suka ya? Kamu suka dilihat semua orang, Petal? Tell everyone that you’re mine?”

Seokjin menggeleng cepat. “Enggak, ga suka. Mhh Namjoon, please..”

“Please what, baby? Use your words.”

“Ahh oh God there! Mmhh Namjoon.. Nam-ahhh please…”

Namjoon melumat bibir Seokjin lalu mengocok penisnya seirama dengan gerakan pinggulnya. Seokjin menggigit bibirnya saat ia sampai, dan Namjoon tak masalah. Ia lalu menyusul setelah beberapa dorongan terakhir dan menurunkan kaki Seokjin, bibirnya tak lepas dari bibir manis yang membuatnya candu.

Setelah nafas mereka kembali, Namjoon mengambil tisu basah yang ia taruh di laci meja dan menggunakannya untuk membersihkan sisa sperma di perut dan dada mereka. Ia lalu membuang semua tisu beserta kondomnya ke tong sampah dan membantu Seokjin merapikan baju beserta rambutnya yang mencuat ke segala arah.

Namjoon mengecup bibir Seokjin sebelum ia keluar dari ruangannya. Ia lalu teringat sesuatu kemudian berkata, “Seokjin, desainnya ada revisi ya, nanti aku email.”

Seokjin menatapnya tak percaya dan menggeleng sebelum keluar dari ruangannya. ‘Sudah dipuaskan, approve kek desainnya.’ Gumam Seokjin dalam hati.

 

Saat Seokjin kembali ke mejanya, semua rekannya telah bersiap untuk pulang, bahkan beberapa sudah tak lagi di tempat. Seokjin melirik jam di dinding, menyadari bahwa ia dan Namjoon terlalu lama berdua sampai tak sadar bahwa ini sudah waktunya pulang.

“Kak Seokjin, lo ga papa? Lo lama banget di dalam. Pak Namjoon marah, ya?” Tanya Jungkook khawatir.

“Ada sedikit revisi.” Jawab Seokjin singkat.

“Mau dibantuin, Kak?” Tawar Jimin yang meski telah merapikan barang bawaannya, ia tak masalah jika harus berada di kantor lebih lama lagi.

Seokjin menggeleng. “Ga papa. Lo balik duluan aja, sedikit kok revisinya.”

“Okay, gue sama Jungkook balik kalau gitu. Semangat, Kak!” Ucap Jimin sebelum meninggalkan Seokjin diikuti dengan Jungkook di belakangnya.

Seokjin lalu duduk dan membuka laptopnya. Ia lalu menyesali menyuruh Jimin dan Jungkook pergi, karena revisinya tak sedikit seperti yang ia kira.

Reviews

There are no reviews yet.

Be the first to review “Sugar, Baby – 7”
Beranda
Cari
Bayar
Order