“Sepertinya kau tidak mewarisi sifatnya,” Changmin ingin mengucapkannya, namun kalimat itu seolah kembali tertelan olehnya. Pangeran jangkung bermata hazel itu mendesah, menahan pedih yang tiba-tiba membuncah dalam hatinya yang terlanjur beku puluhan tahun lalu.
“Tapi sungguh, kalian mirip sekali,” lirih Changmin tiba-tiba, membuat Sungmin mendongkak dan balas menatapnya dengan wajah bingung.
“Mirip?” Sungmin bertanya bingung.
Changmin tersenyum getir, ia bermaksud mengatakan sesuatu saat suara lain menginterupsi.
“Max, hentikan.”
Suara Apollo. Sungmin mendongkak, dan benar saja, pangeran tampan bermata ruby itu berdiri di ambang pintu. Dengan senyum khasnya yang mengembang, pangeran itu melangkah masuk.
“Helios sudah pergi, kan?” tanya Yunho sambil memastikan keadaan di sekelilingnya.
“Sudah. Helios keluar untuk mengantarkan Az…“
Mendengar jawaban singkat Changmin, cengiran tanpa dosa terbentuk di wajah Yunho. Meski ia tidak tahu kalau jawaban Changmin bersimpangan dengan perkiraan dalam otaknya. “Aku tidak berdosa. Az yang menawarkan bantuannya dengan sukarela. Haha,” gelaknya canggung, sedikit merasa bersalah. Tapi ia harus melakukannya, ada sesuatu yang harus ia katakan pada Sungmin, dan Helios tidak boleh tahu. Sebagai tangan kanan Ares, posisi Helios sangat berbahaya bagi rencana mereka. Dan di saat-saat seperti ini, bantuan Az sangat dibutuhkan.
“Pasti Az pura-pura mengantuk, kan? Dan memaksa Helios mengantarnya ke kamar,” tebak Yunho asal.
Kening Changmin mengerut, sepertinya ia bisa menebak jalan pikiran kakaknya.
“Aku rasa yang tadi bukan akting. Wajah Az pucat –benar-benar pucat. Mungkin bocah itu kekurangan asupan.”
“What??” Yunho mendelik mendengarnya.
“Kubilang – Az tidak akting, hyung.”
Sungmin menatap Eros dan Apollo bergantian –mencoba mencerna obrolan abu-abu mereka. Meski pada akhirnya ia tetap mengerutkan dahi –tidak mengerti.
Yunho menarik kursi di sisi Sungmin dan duduk di sana. “Ada Luna, kan? Kenapa Az sampai kekurangan makanan?? Apa Luna tidak memberinya makan??”
“Kau mau gadis itu mati kehabisan darah, hyung? Sadar atau tidak, ini juga karena salahmu, Apollo putra Zeus,” Changmin terkekeh, mencemooh. Tentu saja, tugas memberi makan anak Methuselah berdarah murni macam Az bukanlah perkara mudah, harus diemban oleh dua atau tiga gadis pilihan. Tapi ini?? Luna menanganinya seorang diri.
“Kalau saja kau tidak memperlakukan Victoria semaumu, istrimu itu tidak akan kabur dan Luna pasti masih memiliki partner untuk tugas sucinya.”
Yunho mendengus. “Kenapa jadi aku yang dihakimi?? Kau pasti tahu alasan aku melakukan itu, Eros the Gold Prince!” balas Yunho tidak mau kalah. Ia tidak punya urusan dengan Victoria, gadis itu mundur secara sukarela saat ia menceritakan tentang keberadaan istri sejatinya – Jaejoong.
Changmin memutar bolamatanya. Mulai risih saat pembicaraan mulai merembet pada masa lalu mereka. “Oke-oke, berhenti membahas Victoria. Kau menakuti Sungmin.”
“Kau yang mulai!” dengus Yunho kesal.
Sungmin –yang sejak tadi memasang tampang bingung, makin melongo mendengar ucapan Eros. “A-aku tidak takut!” protesnya cepat. Pipinya bersemu, malu.
Melihat perubahan ekspresi Sungmin, Changmin bertepuk tangan sambil tertawa. Wajah seorang pria cantik bertubuh pendek tiba-tiba muncul dalam memorinya.
“Haha! Kau pasti dapat sikap itu dari Jiyong! Yuri sama sekali tidak feminim, demi Valar!” gelaknya sambil memegangi perut.
Mata Sungmin membulat bingung.
Jiyong? Yuri?
“Max!!”
“Ups, sorry.” Changmin membungkam mulutnya saat itu juga, sebelum hal lain terbongkar tanpa sengaja dari bibirnya.
“Kau sudah makan, Min?” tanya Yunho lembut, nada suaranya berubah cepat saat ia berpaling pada Sungmin.
Sungmin menggeleng polos, dan menyumbang satu senyum lagi di bibir Changmin –sebuah senyum kerinduan.
“What?? Apa pelayan tidak mengantarkan makanan untukmu??” Yunho mendelik marah. Bukan, ia tidak marah pada Sungmin. Yunho marah pada pelayan yang mungkin akan membuat Jaejoong mengurangi jatah ciuman perminggunya.
“Bukan begitu. Ares sudah datang pagi-pagi sekali. Aku baru selesai mandi dan dia langsung mengajakku kemari,” jawab Sungmin jujur sembari mengusap perutnya.
“Astaga.” Yunho menggeleng prihatin. Ia memang tidak terlalu berharap Ares akan berubah sikap demi Sungmin, tapi ini… “Apa Ares masih suka bersikap kasar padamu?” tanya Yunho khawatir. Dan gelengan lembut kepala Sungmin cukup membuatnya sedikit tenang.
“Kau mengikuti nasihat kami, kan? Turuti saja kemauan bocah setan itu,” sambung Changmin serius.
Dan sekali lagi, Sungmin mengangguk. Tentu saja ia menuruti nasihat Apollo dan Eros, meski terasa berat dan terkadang membuatnya tidak nyaman, tapi ia sudah merasakannya sekarang, menjaga mood pangeran bermata Terran berdampak sangat baik untuk dirinya sendiri.
“Bagus.” Changmin mengangguk puas.
“Kalau perlu, rayu dia. Bukan tidak mungkin Ares mengabulkan semua keinginanmu, selama itu tidak mengusik harga dirinya,” Yunho memberikan petuah sesat untuk yang kesekian kalinya. Meski hal seharam apapun bisa dihalalkan kalau sudah menyangkut urusan Ares –sang Putra Mahkota.
Sungmin mengangguk lagi. Menunjukkan kalau ia mengerti meski ia tidak berniat melakukan semua yang dikatakan Eros dan Apollo padanya.
Yunho bertopang dagu sambil memandangi wajah Sungmin, menikmati gurat-gurat samar wajah Jaejoong di sana.
“Oh iya, aku ingin menanyakan sesuatu, Min…” Yunho teringat akan niat awalnya menemui Sungmin di sini. Ia sempat bertukar pandang dengan Changmin sebelum kembali bertanya, “Aku dengar kau punya saudara…”
Sungmin membalas tatapan Yunho dengan wajahnya yang lugu. Ia mengangguk sedih, merasakan kerinduan demi kerinduan yang dipendamnya sekian lama kembali membuncah. “Aku punya enam saudara laki-laki,” jawabnya tanpa sadar, dengan pandangan yang seolah tengah mengenang. Wajah-wajah saudaranya seolah muncul satu demi satu di depan matanya.
Yunho memandang Sungmin sendu. “Kau pasti merindukan mereka kan?” tanyanya hati-hati. Kali ini Sungmin mengangguk dengan ekspresi kosong, membuat Yunho tercekat oleh suaranya sendiri dan kesulitan melanjutkan kata-kata.
Seolah mengerti perasaan kakaknya, Changmin melanjutkan kata-kata Yunho. “Kau masih bisa bertemu mereka, Sungminnie. Jangan takut.”
Sungmin mendongkak cepat. Jantungnya berdegup cepat menunggu penjelasan kata-kata Eros. Apa ia masih bisa bertemu dengan saudara-saudaranya?? Jaejoong-hyung? Kibum-hyung? Hyukkie, Wookie, Taemin, Henry??
“Kalau kau bisa merayu Ares di saat yang tepat, kau bisa membawa mereka kemari untuk tinggal bersamamu.”
Sungmin menahan nafas mendengarnya. Ia sudah menduga, perkaranya tidak akan keluar dari pusara kekuasaan Ares. Meski terdengar mudah, tapi melakukannya yang sulit. Luar biasa sulit.
“Kau bisa memintanya pada Ares, dengan lembut dan di saat yang tepat,” sambung Yunho.
Lagi-lagi, Sungmin hanya mengangguk –kehilangan mood untuk bertanya dan berharap lebih jauh saat permasalahan sudah melibatkan Ares.
Melihat keraguan di mata Sungmin, Yunho kembali meyakinkan remaja Terran itu, “Percayalah, Min. Kau pasti bisa melakukannya. Ares sampai membawamu makan bersama anggota keluarga kerajaan, di meja utama istana, sama artinya kau bisa membuat Ares melakukan hal-hal lain demi dirimu.”
Sungmin bergidig mengingatnya. Makan bersama anggota kerajaan bukan sesuatu yang menakjubkan, hal itu justru berubah menjadi hal yang ditakutkan Sungmin.
“Kau Terran pertama yang pernah makan di meja itu. Lebih-lebih, bersama Raja dan anggota keluarga kerajaan lainnya. Astaga. Aku masih ingat ekspresi Afrodit saat Ares membawamu duduk di sisinya tanpa memperdulikan Seohyun! Tuhanku, huahahaha!” Changmin tertawa kesetanan, ia nyaris tersedak kalau saja Yunho tidak melemparnya dengan buku. Ekspresi para wanita di meja makan malam itu seolah menjadi hal terlucu yang pernah dilihatnya seumur hidup.
“Tutup mulutmu, Max. Cih!”
“Kenapa sih, hyung! Kau juga suka melihat ekspresi para wanita malam itu, kan?? Dan jangan lempar buku Az! Aku yang kena imbasnya, hyung!! Itu buku kesayangannya sejak dua puluh lima tahun yang lalu!!”
“Diam bocah!” gerutu Yunho –mati-matian menahan tawa demi harga dirinya.
Sungmin memandangi pertengkaran dua kakak-adik itu canggung. Ucapan Eros membuatnya harus berpikir lebih keras dari biasanya.
Buku kesayangan Az sejak dua puluh lima tahun yang lalu.
Sungmin benar-benar melongo dan kalimat itu terus berputar di dalam kepalanya.
“Az? Sejak dua puluh tahun lalu?” Sungmin bertanya bingung.
“Eh?” Yunho dan Changmin bertukar pandang, lalu tersadar dengan kalimat mereka yang membuat Sungmin kebingungan.
Sungmin memandangi wajah Eros dan Apollo bergantian, mengharapkan jawaban.
“Kau tidak berpikir kalau rotasi usia antara Terran dan Meth itu sama ‘kan, Min?”
Sungmin memandangi Apollo lalu menggeleng bingung.
“Tentu saja kami lebih awet muda, Sungminnie,” sambung Changmin.
Sungmin berpaling pada Changmin, masih tidak mengerti.
“Coba tebak usiaku, Min.” Yunho kembali menarik perhatian Sungmin. Pemuda Terran itu memandanginya seksama sebelum menjawab polos,
“Dua puluh empat? Dua puluh lima?” Sungmin menerka-nerka. Ia menggunakan usia kakak pertamanya karena wajah Apollo tampak sebaya dengan Jaejoong.
Yunho tersenyum, lalu menggeleng.
“Itu usia remaja tanggung dalam perhitungan Meth,” jelas Yunho. “Dan usiaku lima puluh, Min.”
Sungmin tercekat.
“Dan aku empat puluh,” sambung Changmin. “Poseidon dan Helios hanya berbeda bulan, usia mereka empat puluh lima tahun. Az, Athena dan Ares tiga puluh lima tahun. Dan sang Magnae, Hades, usianya tiga puluh tahun.”
Mendengar penjelasan Changmin, bukannya mengerti, Sungmin justru menggeleng tidak percaya. “T-tapi wajah kalian??”
“Sudah kubilang kami lebih awet muda, Min…”
“Meth bisa mencapai usia dua ratus sampai dua ratus lima puluh tahun. Dan di awal seratus tahun, biasanya wajah kami sama seperti Terran yang berusia tujuh belas sampai tiga puluh lima tahun. Tergantung pada keadaan tubuhnya berhenti di usia mana.” Changmin menjelaskan pelan-pelan. “Kau sudah mendapat jawabannya sekarang, kan? Wajah Yunho-hyung berhenti menua dua puluh lima tahun yang lalu, sedangkan aku berhenti menua enam belas tahun yang lalu. Itulah alasannya kenapa kami terlihat muda di mata kalian. Dan itu alasannya kenapa wajah Ares bisa tampak lebih tua dari kami meski sebenarnya kamilah kakak Ares, bocah itu baru berhenti menua delapan tahun lalu. Mungkin karena dia terlalu banyak urusan, haha.”
Sungmin memutar otaknya makin keras, berusaha menelaah penjelasan demi penjelasan Eros. Saat ia mengerti sedikit demi sedikit, hanya satu hal yang langsung mengganjal di hatinya.
“Jadi, aku akan menua dan mati lebih dulu dari Athena?” tanya Sungmin panik.
Mendengar itu, Changmin tertawa lagi. Beruntungnya ia hari ini, bisa tertawa berkali-kali karena melihat hal yang baik, bukan menertawakan sesuatu yang buruk.
“Jangan memasang wajah seperti itu, Sungminnie! Aku jadi ingin memakanmu, for the Valar!”
Yunho tersenyum geli melihat kepolosan Sungmin. Tadinya ia ingin menggoda Sungmin dengan tidak memberitahukan hal yang satu ini, tapi melihat wajah malang Sungmin, Yunho tidak tega melakukannya.
“Beruntungnya, penuaan dan segala macam masalah usia kaum Terran itu tidak berlaku padamu, Min.” Yunho beringsut mendekati Sungmin. “Boleh kulihat kalung zamrudmu?” izinnya sebelum mengulurkan tangan ke depan dada Sungmin.
Sungmin mengangguk, ia tetap mengeluarkan bandul kalungnya meski masih tidak mengerti maksud perbuatan Apollo. “Itu milik Athena,” jelasnya cepat.
“Aku tahu, tapi sekarang kalung ini milikmu.” Yunho melirik Sungmin dan mendesah sendu saat ditemukannya titik-titik kebahagiaan dalam mata pemuda Terran itu saat ia menyebut nama Athena. “Di situlah istimewanya, Min.”
“Istimewanya? Apanya?”
“Athena pasti pernah menjelaskan soal kalung ini kan? Kau tahu kalau ini kalung mate?”
Sungmin mengangguk.
“Apa kau tahu istimewanya kalung ini?”
Kali ini Sungmin mengeleng.
“Athena memberikan kalung ini padamu, sama seperti namanya, ‘Mate’, artinya Athena memberikan banyak hal yang ia punya untukmu lewat kalung ini. Hatinya, usianya, kewarasannya, dan pengabdian perasaannya untukmu. Meski semua akan lebih memberat pada Athena sebagai orang yang memiliki kalung ini.” Yunho mengusap bandul zamrud yang sedikit retak dari dalam itu –Diam-diam merasa iba pada adiknya. Tidak mungkin benda magis ini retak hanya karena dilempar. Dipukul dengan kapak pun belum tentu benda ini akan hancur. Hanya hal-hal lain yang lebih kuat yang sanggup menghancurkan bandul Mate ini dari dalam.
Changmin mengamati wajah bingung Sungmin sebelum bicara, “Itu adalah kalung magis. Belum ada Meth yang bisa memecahkan rahasia kalung itu. Hanya Ratu Agung yang tahu, karena dia yang membuatnya,” jelas Changmin. “Kalung itu punya daya magis yang menakjubkan. Hanya pangeran dan putra mahkota yang bisa memiliki benda itu, dan benda itu bisa berubah menjadi keajaiban bagi pemiliknya.” Samar, seulas senyum pahit terukir di bibir pangeran bermata hazel itu. “Atau bahkan bencana—“
“Berhenti disitu, Max,” cegah Yunho cepat. Ia melempar pandangan mengancam pada adiknya sebelum kembali beralih pada Sungmin. “Intinya, berapa usiamu sekarang?”
Sungmin memandang linglung sebelum menjawab lirih, “Enam belas…”
“Jadi, mungkin sampai delapan puluh tahun mendatang, wajah dan tubuhmu tetap di usia itu. Enam belas tahun.”
oOoOoOoOo
“Tidak ada jalan lain.”
Zhoumi membalik tubuh Az agar punggung gadis kecil itu bersandar di dadanya. Setelah itu ia melipat lengan bajunya sampai ke siku. Zhoumi membuka mulut Az, dilebarkannya rongga kecil itu sebelum ia menyodorkan lengannya mendekat ke bibir Az.
Zhoumi menunggu beberapa saat, namun gadis kecil itu masih tidak merespon.
“Az?” Zhoumi menunduk, ia menggeser posisi Az menyamping agar ia bisa melihat ke dalam mulut kecil itu.
Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat dua taring yang membalik tertidur di langit-langit mulut Az.
Zhoumi sudah sering menemani Az makan, ia ingat hal apa saja yang dilakukan Luna dan Victoria saat mereka memberi ‘makan’ putrinya. Termasuk saat Az tidak mau merespon.
Setelah berpikir sejenak, Zhoumi memutuskan untuk memasukkan telunjuknya ke dalam mulut Az, bermaksud menarik taring-taring yang tertidur itu dengan jemarinya.
“Helios?”
Zhoumi menarik jarinya keluar, belum sempat menyentuh satu taring pun. Ia mendongkak dan menemukan seorang gadis cantik berambut pirang melangkah mendekatinya.
“Seorang pelayan bilang kau mencariku.” Gadis itu mendekat, keningnya mengerut saat ia menyadari tubuh Az limpung bersandar pada Zhoumi. ”Azhie kenapa??” tanyanya panik.
“Dia belum makan,” jawab Zhoumi sedikit mengeram –kesal. “Demi Tuhan, Luna! Jangan bilang kau lupa memberinya makan!”
Luna –Meth muda berambut pirang itu melotot mendengar ucapan Zhoumi. “Aku tidak lupa!” balasnya cepat –setengah marah. Luna merebut Az dari pangkuan Zhoumi, lantas ia duduk di atas tempat tidur Az dan memutar posisi gadis kecil itu menghadap ke arahnya.
Lupa? Lucu sekali. Memberi makan Az sudah menjadi tugas mulia yang dibebankan langsung oleh Ratu Agung padanya! Bagaimana mungkin ia lupa!
Zhoumi mengeram. Ia bangkit dan berdiri agak jauh –merasa tidak nyaman duduk di dekat Luna saat gadis cantik itu membuka dua kancing teratas di bajunya.
Luna mengatup wajah mungil Az. Dengan kedua jempolnya, ia mengangkat bibir atas Az dan mengintip ke dalam rongga mulut putri asuhnya. Gadis kecil ini sampai tidak sadarkan diri, ia pasti tidak mendapat asupan sejak terakhir kali Luna memberinya makan. Dan itu seminggu yang lalu!
“Kenapa tidak membawa Az padaku??” tanya Luna kesal.
Mata Zhoumi membulat mendengar keluhan Luna. “Itu ‘kan tugasmu! Kalau dia tidak pingsan, aku mana tahu Az sudah makan atau belum!” sahut Zhoumi, tidak terima disalahkan.
Tidak sempat membalas ucapan Zhoumi, Luna hanya menghela nafas. Ia mengulurkan jari telunjuknya ke dalam mulut Az. Lalu dengan sengaja, ia menekan ujung jarinya di sudut taring Az yang meruncing, membuat kulit jarinya tergores dan bulir-bulir darahnya menetes di dalam mulut Az.
Luna mengerjap saat hangat bercampur pedih menjalar di ujung telunjuknya.
Luna tidak membiarkan Az mengulum jarinya terlalu lama. Ia memalingkan wajahnya untuk memberikan akses yang lebih luas, lalu dengan gesit, digiringnya kepala mungil Az mendekat ke lehernya yang sudah terekspos sejak tadi.
Zhoumi memperhatikan dengan seksama. Bagaimana Az memendam taringnya ke dalam ceruk leher Luna dan Luna yang tetap mengusap punggung Az meski sambil meringis menahan sakit.
Pemandangan yang sudah sering ia saksikan dalam diam, meski begitu banyak tanda tanya yang tidak kunjung menghilang dari otaknya.
“Pelan-pelan, Az…” bisik Luna di tengah ringisan pedih. Diusapnya dada kecil Az lamat-lamat, bermaksud menenangkan gadis kecil itu dan mencegah cegukan. Luna merengkuh tubuh mungil Az dengan sebelah tangan saat Gadis Kecil Methuselah itu mencengkeram pinggang bajunya erat.
Luna bukan takut akan kehabisan darah demi putri asuhnya, ia justru lebih takut Az akan tersedak karena menghisap darahnya dengan tergesa-gesa.
“Maaf, Helios…” lirih Luna sembari memejamkan mata –kehabisan tenaga. “Aku melihat Azhie bersama Vic tiga hari yang lalu. Jadi kupikir ia sudah makan dari Vic…” Luna memeluk tubuh Az erat saat cengkraman Az di pinggangnya mengendur, dan gadis kecil itu tertidur.
Az kecil pasti kelaparan… Hanya dengan memikirkan itu, Luna semakin tenggelam dalam rasa bersalah. Ia tidak sadar Zhoumi tengah memandangnya dengan wajah blank.
“Victoria?” tanya Zhoumi bingung. “Victoria kakakmu? Istri Yunho-hyung?”
“Ya, itu dia. Vic…” jawab Luna lirih. Meski kepalanya berkedut nyeri, Luna masih bisa menangkap raut bingung Zhoumi.
“Jangan tanya aku. Aku sendiri tidak tahu,” sambungnya cepat sebelum Zhoumi bertanya macam-macam. Tentu saja ia tidak tahu bagaimana kakaknya –Victoria, muncul tiba-tiba setelah menghilang selama empat tahun. Dan mungkin sekarang kakak sulungnya itu sudah menghilang lagi.
Zhoumi bungkam, ia terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak sadar sepasang mata cokelat Luna memandang lirih ke arahnya.
Luna tersenyum getir sebelum berkata; “Kalau kau menyia-nyiakan aku setelah kita menikah nanti, mungkin aku akan melakukan hal yang sama seperti Vic…” Luna sendiri tidak tahu bagaimana kalimat itu bisa meluncur dari mulutnya. Kata-kata itu seolah mengalir selaras dengan perasaannya.
Zhoumi menatap Luna tanpa ekspresi, keningnya mengerut.
“Kalau begitu, lebih baik aku tidak menikahimu,” sahut Zhoumi dingin. Ia tidak ingin memberikan harapan, tidak ingin menjanjikan apapun, karena ia sudah terikat pada satu janji yang mengekang nyawanya.
“Kemari, dia kelelahan,” Zhoumi mengangkat tubuh putrinya dari pangkuan Luna, dibersihkannya bercak-bercak darah yang mengotori sudut bibir Az. Lalu dengan penuh perhatian, Zhoumi menidurkan tubuh Az di atas selimut tebal berwarna keemasan, diusapnya keringat dingin yang membasahi kening dan wajah Az. Ia sama sekali tidak berpaling pada gadis yang mengharapkan perhatiannya sejak tadi. Zhoumi sudah terbiasa mengabaikan sorot terluka dimata Luna –Sang Kandidat Istrinya.
“Kugendong kau sampai ke kamar. Biar kubantu membersihkan luka di lehermu itu.”
oOoOoOoOo
TBC…
You must be logged in to post a review.
Reviews
There are no reviews yet.