Zhoumi bergumam, mulai membuat rencana-rencana kecil untuk persiapannya selama 9 bulan kedepan. Ia akan berlatih semakin keras lagi, waktu yang tersisa hanya sampai upacara pengangkatan Raja dan Putra Mahkota baru. Semua rencana ini akan berjalan lancar, selama perkiraan mereka tidak meleset –terutama perkiraan tentang kelahiran Putra Mahkota yang baru.
“Kau benar-benar yakin Sungmin sedang mengandung Pangeran Penerus?” Zhoumi tiba-tiba bertanya.
Kening Kyuhyun mengerut mendengarnya. Ia mengangkat tangan kirinya untuk mengusap perut Sungmin, dan sebelah tangannya yang lain masih belum melepas tangan Sungmin. Kyuhyun diam tidak menjawab selama beberapa saat. Tangan kirinya masih sibuk mengusap perut Sungmin, seolah mencari jawaban pertanyaan Zhoumi disana. Saat satu hentakan lembut bertemu dengan telapak tangannya, senyum Kyuhyun melebar.
“Aku yakin,” jawab Kyuhyun mantap dengan senyum bangga terkembang di wajahnya.
“Bah. Bayi-bayi itu bahkan belum mendapat ‘asupan wajib’ mereka, tapi disini kau dengan sombong meyakini satu diantara mereka adalah Penerus Tahta.”
Oh.
Mata Kyuhyun membulat. Ia baru ingat tentang ini.
Kyuhyun meremas tangan kiri Sungmin dengan kedua tangannya, membuat tangan mungil pemuda Terran itu tengelam di dalamnya.
Tentu ada kekhawatiran tersendiri mengingat Sungmin masih harus melewati fase pemberian ‘asupan wajib’ untuk bayi-bayi mereka. Fase tersulit karena Kyuhyun yakin rasanya pasti akan menyakitkan sekali bagi Sungmin.
“Soal asupan wajib itu… Kuharap taring putrimu tidak menularkan penyakit apapun pada anak-anakku, hyung…” Kyuhyun terkekeh pelan, bermaksud menghapus kekhawatirannya dengan sedikit candaan.
Meski sebenarnya tidak terdengar lucu karena Ares benar-benar tidak berbakat melawak, Zhoumi tetap menyunggingkan senyumnya. “Tolol,” cibirnya pelan. “Kau pikir siapa yang memberimu ‘asupan wajib’ dulu? Kalau Az menularkan penyakit. Berarti yang ada di punggungmu itu bukan tanda lahir Putra Mahkota, tapi kudis!”
Kyuhyun hampir tersedak mendengarnya. Lalu, dua kakak-beradik itu saling bertukar tawa. Sejenak, ketegangan di dada mereka masing-masing terasa mengendur. Hanya saat berdua mereka bisa terbuka seperti ini. Dua sisi yang jarang terlihat dari dua pangeran ini, Kyuhyun yang tempramen dan selalu memasang ekspresi keras, dan Zhoumi yang selalu tenang dan tampak terlalu pendiam. Dua orang yang selalu tampak sebagai sosok anti-sosial, bisa begitu akrab dan saling terbuka saat mereka bersama.
Mungkin karena banyaknya kesamaan itu yang membuat mereka seakrab ini. Terluka karena sama-sama ditinggalkan oleh Nana mereka, dan merasakan kekecewaan yang dalam –juga pada orang yang sama.
“Aku masih tidak mengerti kenapa kau mati-matian membela bocah ini. Apa perlahan-lahan kau mulai masuk ke dalam jebakan Apollo, eh?”
“Jahat sekali tuduhanmu, hyung. Kau pikir aku sebodoh itu, hmm?” Kyuhyun mencibir. “Aku hanya akan mengangkat bocah ini. Persetan dengan rencana Apollo atau kekasihnya.” Kyuhyun terkekeh sinis. Harga dirinya yang tinggi menolak mentah-mentah tuduhan Zhoumi tentang jatuh ke jebakan Apollo. Ia mengenal Sungmin bukan karena rencana Apollo, ia juga jatuh cinta pada pemuda Terran ini bukan karena rencana Apollo dan Jaejoong. Valar mengirimnya lebih dulu untuk bertemu Sungmin, sedikit lebih awal dari rencana Yunho dan Jaejoong untuk mempertemukan mereka. Kyuhyun tahu, semua ini murni karena Valar telah menakdirkan dirinya dan Sungmin untuk bertemu.
Kyuhyun menyeringai samar. Cih, mereka pikir ia tidak tahu? Diam-diam merencanakan pemberontakan dengan memanfaatkan keberadaan Sungmin. Jangan harap mereka bisa memanfaatkan Sungmin selama Terran ini berada di bawah pengawasannya. Sebenarnya, Kyuhyun tidak keberatan apalagi bermaksud untuk menghalang-halangi rencana pemberontakan Apollo dan Jaejoong. Tentu ia akan sangat senang kalau kakak sulungnya itu berhasil menggulingkan kekuasaan Zeus –orang kedua yang paling dibencinya di Methuselah ini. Yang membuat dirinya tidak berkenan adalah, tindakan mereka yang memanfaatkan keberadaan Sungmin. Paman macam apa yang rela meletakkan keponakannya di posisi berbahaya seperti ini??? Membuat Sungmin tampak seperti benda jaminan atas taruhannya untuk memerdekakan seluruh kaum Terran. Memang benar, ada Kyuhyun disini untuk mencegah hal-hal buruk terjadi pada Sungmin, termasuk rencana pembunuhan pasca kelahiran Pangeran Penerus. Namun tetap saja, Kyuhyun benci cara Apollo dan Jaejoong mempertaruhkan nyawa Sungmin demi kepentingan mereka.
Sejak tadi Zhoumi memperhatikan ekspresi Kyuhyun. Benar, ia berada di pihak Kyuhyun dan Kyuhyun tidak mungkin memandangnya sebagai musuh. Tapi tetap saja ada perasaan berdesir yang aneh saat ia melihat Kyuhyun menyeringai sendiri. Mengerikan.
“Biar kutebak, Kyu. Kau sedang merencanakan sesuatu yang jahat untuk kakakmu sendiri, huh?”
“Tidak terlalu jahat, hyung. Aku hanya akan mengingatkan mereka,” sekali lagi, Kyuhyun menyeringai. “Salah sekali kalau mereka berpikir bisa main-main denganku.” Setelah itu, Kyuhyun tertawa sinis. Zhoumi yang berdiri jauh dibelakang ikut tertawa bersama Kyuhyun, meski sebenarnya ia menyembunyikan perasaan ‘berdesir’nya dalam-dalam.
“Uhng…”
Kyuhyun tertegun, ia dan Zhoumi spontan terdiam. Genggamannya di tangan Sungmin ikut mengerat. Barusaja ia mendengar suara lenguhan pelan, suara lembut yang pasti bukan milik Zhoumi. Apa barusan Sungmin melenguh???
Kyuhyun memperhatikan wajah Sungmin lebih seksama. Saat kepala Sungmin bergerak pelan, Kyuhyun mendelik kaget. Dadanya berdegub kencang. Refleks ia mengangkat satu tangan untuk mengusap kening Sungmin. Serasa jantungnya hampir copot saat kepala Sungmin tiba-tiba bergerak tadi. Ada perasaan aneh yang membuncah didadanya, antara tenang dan senang…
“Min?” panggil Kyuhyun lembut. Ia mengusap punggung tangan Sungmin dengan jempolnya, seolah bermaksud membantu Sungmin tersadar.
“Kenapa Kyu? Sungmin sudah sadar?”
Kyuhyun menggeleng tidak menjawab. Ia masih terus mengusap kening dan punggung tangan Sungmin. Kyuhyun memanggil-manggil pelan. Meski merespon, Sungmin masih belum membuka matanya. Pemuda terran menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, lalu ia mulai bernafas dengan tergesa-gesa, kelopak matanya yang tepejam bergerak-gerak gelisah.
“H-hyung-ah—“ Sungmin mengigau samar, suaranya serak.
“Sungmin?” Kyuhyun menangkup pipi Sungmin dengan satu tangan. Ia menepuk-nepuk wajah mungil itu perlahan sambil terus memanggil nama Sungmin, berusaha membangunkan selirnya dari mimpi buruk.
“Hyung-ah!” Sungmin mengerang lebih keras. Dari matanya yang masih terpejam, baris-baris bulir airmata mengalir. Nafas Sungmin makin memburu, sambil terus menyebut hyungnya, Selir muda itu mulai terisak.
Kyuhyun hanya termangu melihat Sungmin yang terisak dalam tidurnya. Ada nyeri yang tiba-tiba menyayat dan menusuk-nusuk di dalam dadanya. Ia ingin Sungmin berhenti menangis, tapi bagaimana cara menghentikannya???
“Kyuhyun, perlu kupanggilkan dokter sekarang?”
“Jangan hyung.” Kyuhyun menjawab cepat begitu ia melihat tanda-tanda Sungmin akan membuka mata.
“Hyung-ah…” bisik Sungmin lirih. Ia mengerjap lemah, lampu ruangan yang terlalu terang menyakiti pandangannya, membuatnya kembali memejamkan mata. Sungmin mengerang, kepalanya terus berkedut nyeri. Ia berusaha meremas kepalanya namun seseorang menahan tangannya dan menolongnya dengan memijit-mijit pelan keningnya.
Sungmin merintih, merasa begitu lemah berada di bawah usapan tangan besar ini. Rasanya begitu familiar, membuatnya teringat saat-saat dulu Jaejoong-hyung mengurusnya dengan begitu sabar saat ia jatuh sakit. Jaejoong-hyung selalu mengusap keningnya lamat-lamat saat sakit kepala menyiksanya dan membuatnya tidak bisa tidur.
Apa ini Jaejoong-hyung?
Sungmin terisak. Meski belum mampu membuka mata, kesadarannya mulai pulih sedikit demi sedikit.
Kyuhyun menggigit bibirnya yang nyaris berdarah, ia tengah menahan luapan emosi yang menghentak-hentak di dadanya. Menyaksikan Sungmin yang tersedak ditengah isak, lalu terbatuk-batuk sebentar dan kembali menangis, membuat sesuatu meraung di dalam hati Kyuhyun.
“Jae-hyung…” Sungmin bergumam, kali ini memanggil nama Jaejoong.
“Sungmin…” Kyuhyun bangun, lalu ikut berbaring di sisi Sungmin. Perlahan, dengan penuh kehati-hatian, diangkatnya kepala selir muda itu untuk dipindahkan ke dalam dekapannya. Kyuhyun memeluk selirnya dengan sebelah tangan. Temperatur tubuh Sungmin yang tinggi membuatnya khawatir. Tadi setidaknya demam Sungmin sudah turun, tapi entah mungkin karena mimpi buruk dan beban pikiran selir muda ini yang membuat demamnya kembali naik.
‘Apa mungkin karena Sungmin merindukan keluarganya?’ Kyuhyun mendesah getir. Ada sesal dan perasaan bersalah saat ia menyadari hal ini. Biar bagaimanapun Sungmin masih di bawah umur saat ia dipisahkan dari saudara-saudara angkatnya, hal itu pasti menggoreskan kenangan buruk yang tidak terlupakan di hati Sungmin yang masih belia. Dan Kyuhyun bersumpah untuk menebusnya kali ini, ia tidak ingin sesuatu yang lebih buruk terjadi kalau ia membiarkan Sungmin menanggung beban pikirannya sendiri.
Kyuhyun mengusap kening Sungmin sebelum meninggalkan satu kecupan lembut disana, “Aku akan membawa mereka kemari. Jangan menangis, Min…”
Mendengarnya, Zhoumi sontak melotot, “Kyuhyun! Jangan main-main lagi!” tegurnya setengah mengeram. Dulu mereka sempat repot karena Kyuhyun memutuskan untuk memboyong Sungmin ke istana secara tiba-tiba. Setengah mati Zhoumi berusaha untuk menutupi semua jejak yang mungkin ditinggalkan oleh adiknya. Lalu kali ini Kyuhyun bermaksud melakukan tindakan yang lebih berbahaya! Membawa Jaejoong atau adik-adiknya ke istana??? Zhoumi tidak akan membiarkan seseorang atau siapapun mengendus rencana mereka yang tertutup rapat selama ini. “Aku tahu kau mencintai bocah ini, tapi kumohon… Bersabarlah…”
Kyuhyun menggeleng. “Biar aku yang mengurusnya. Serahkan saja padaku, hyung. Sekarang tolong panggilkan dokter.”
Zhoumi baru akan membantah, namun ia menahan diri saat disadarinya Kyuhyun sudah sepenuhnya berkutat dengan Sungmin. Pangeran bermata sitrin itu meringis masam, membantah pun percuma. Kyuhyun sudah menemukan orang lain untuk dicintainya –setelah kematian Ratu Hera. Meskipun tampak sangat berhati-hati, Zhoumi sudah menduga kalau adiknya tetap akan berani melakukan hal nekat seperti ini.
Zhoumi berbalik, “Akan kupanggilkan dokter,” ucapnya lirih sebelum menghilang keluar kamar.
Kyuhyun hanya melirik Zhoumi lewat sudut matanya. Setelah pintu ditutup dari luar, ia kembali terfokus pada Sungmin.
Mata yang sedikit membengkak itu mengerjap-ngerjap lemah. Kyuhyun tahu, Sungmin tengah berusaha untuk tersadar dan kembali padanya. Kyuhyun mengulurkan tangannya, lalu jemari besarnya mulai bergerak lembut, merapikan helai-helai rambut di wajah Sungmin yang basah oleh keringat.
“Sungmin-ah…” panggilnya sayang, bersamaan dengan mata Sungmin yang perlahan terbuka –sadar.
“Hyung-ah?” Sungmin masih memanggil lirih, matanya sempat mencari kesana-kemari dengan gerakan lelah. Namun bukan Jaejoong-hyung yang ditemukannya, melainkan Meth besar bermata safir, pemandangan yang menyadarkan Sungmin sepenuhnya bahwa…
…Ia tidak berada dirumah…
“Hyung-aaah!” Sungmin memberontak, bergerak gelisah dan berusaha keluar dari pelukan Kyuhyun. “Jaejoong-hyung! Hyung!” serunya lagi, lalu kembali terisak.
“Sungmin!” Kyuhyun memeluk Sungmin lebih erat lagi, takut kalau-kalau Sungmin akan menyakiti dirinya sendiri. “Tenang, Min. Aku akan membawa mereka kemari. Tenang!”
Sungmin tidak bisa mencerna kata-kata Kyuhyun awalnya. Ia sibuk menangis, meratapi nasibnya. Namun Kyuhyun tidak menyerah, sampai Sungmin sedikit menangkap ucapannya. Sampai Sungmin balas menatapnya dengan wajah heran bercampur harap.
“Kau akan –hik” Sungmin balas menatap Kyuhyun dengan mata berkaca-kaca, “Membawa Jae-hyung kemari???”
Kyuhyun mengangguk mantap. Tanpa sadar wajahnya sudah kembali kaku seperti biasanya. “Dengan satu syarat…”
Sungmin diam, selir itu hanya memandangi Kyuhyun dengan wajah lugu, yang dianggap Kyuhyun sebagai respon ‘ya’.
“Aku akan membawa Jaejoong dan satu adikmu kemari, untuk menemanimu…” Kyuhyun menurunkan wajahnya, agar jarak diantara ia dan Sungmin menipis. “Aku akan melakukannya, asal mulai besok kau tinggal di Istanaku.”
oOoOoOo
Jaejoong menatap malam dari balik jendela kamarnya. Di luar begitu gelap, sangat berbahaya kalau Minho pulang sekarang lalu seseorang memergokinya berjalan tengah malam di Distrik kaum Terran. Mungkin karena itu juga Jaejoong menyuruh Minho bermalam di rumahnya, dengan sedikit paksaan karena pemuda Meth itu awalnya bersikeras kembali malam ini juga. Jaejoong tahu, pemuda Meth itu masih bingung atas semua hal yang diceritakan padanya siang tadi. Meski wajahnya tenang, Jaejoong tahu, Minho sudah tidak sabar ingin menginterogasi ayahnya. Lebih baik memang kalau ia mendengar semua ini dari ayahnya sendiri. Minho pasti akan lebih percaya.
“Hyung-ah. Aku menunggu ceritamu,” suara itu menegur Jaejoong dari lamunannya, membuat Jaejoong tersenyum gugup dan mengalihkan pandangannya dari suasana di luar jendela.
“Key, Taemin dan Henry sudah tidur? Apa Hyuk sudah membawakan makanan untuk Meth itu?”
“Sudah,” jawab Kibum cepat. “Dan hyung, jawab pertanyaanku. Jangan mencoba untuk mengalihkan pembicaran!”
Jaejoong tertawa hambar mendengarnya. Sudah ia duga, adiknya yang cerdas ini tak mungkin dikelabui dengan cara murahan seperti ini. Untuk kesekian kalinya, Jaejoong menatap sendu wajah pemuda yang sudah tujuh belas tahun ini diasuhnya. Yang selama tujuh belas tahun ini mengisi hidupnya yang tidak pernah tua, menemaninya melalui suka-duka dan bersama-sama menyembunyikan keberadaan Sungmin.
Hanya dengan memperhatikan garis-garis halus di wajah Kibum, seulas senyum bangga terukir di wajah Jaejoong. Cantik. Siapa yang mengira bocah kumal berusia lima tahun yang dipungutnya dulu bersama Yuuri –akan tumbuh menjadi pemuda setampan ini sekarang??? Ucapkan terimakasih pada mata coklat yang dibawa Kibum sejak lahir, mata cantik yang membuat Jaejoong bersama Yuuri berkomplot mengumpulkan anak-anak bermata coklat lain kala itu, berpikir bahwa bocah-bocah bermata coklat ini akan tumbuh menjadi pion-pion yang kelak akan membantu mereka memerdekakan kaum Terran. Pemikiran yang terasa egois jika dilihat dari beberapa sisi. Namun mereka terpaksa melakukannya, tanpa menunggu persetujuan dari bocah-bocah ini saat mereka masih begitu lugu.
“Hyung-ah…” tegur Kibum membangunkan Jaejoong dari lamunannya. Ia menatap Jaejoong dengan tidak sabar, ia menunggu jawaban tapi kakaknya ini malah sibuk menerawang jauh.
“Haha, mianhae Key~” Jaejoong berusaha mengatur ekspresi, sebisa mungkin tidak memperlihatkan pada adiknya bahwa ia sedikit gemetar sekarang. “Aku hanya… A-aku tidak tahu kalau aku harus membongkarnya secepat ini…” ucap Jaejoong kembali berbasa-basi.
“Hyung-ah… Jawab dengan jujur…” Kibum balas menatap Jaejoong sendu. Suara degub jantungnya berpacu cepat. Jujur, dari hati terdalamnya, ada suara kecil yang berbisik padanya untuk tidak bertanya. Tapi Kibum mengabaikan hal itu. Ia harus mengetahui kenyataannya, sepahit apapun itu. “Kami ini, bukan adik kandungmu kan?” Kibum bertanya, getir dihatinya masih tampak meski mati-matian ia berusaha memasang wajah tegar.
Jaejoong berpaling ke arah lain, terlalu merasa bersalah untuk membalas tatapan mata Kibum. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab lirih, “Ne…”
Hening. Dua pemuda bermata coklat itu sama-sama terdiam. Jaejoong dengan perasaan sedih dan bersalah, sedangkan Kibum… Sudah sejak tadi Kibum mempersiapkan diri untuk mendengar ini, namun tetap saja… Pemuda ini terhenyak sesaat Jaejoong mengakuinya secara langsung.
‘Mereka bukan adik Jaejoong…’
Kibum tertawa getir saat kalimat itu menggema di kepalanya. “Lalu bagaimana kami bisa berkumpul disini???” Baru ia sadari arti keganjilan keluarga mereka selama ini. Tujuh pemuda bersaudara, enam bermata coklat dan satu bermata hitam yang langka. Orangtua sehebat apa yang bisa menghasilkan 7 anak dengan mata-mata indah ini??? Dan Kibum mendapatkan jawabannya sekarang. Ini bukan keberuntungan satu keluarga, tapi dari awal mereka memang tidak bersaudara…
“Aku akan menceritakannya dari awal, tapi kau tidak boleh bertanya atau menyela sampai aku selesai menjelaskan, oke?”
“Ya. Ayo ceritakan, hyung.”
Jaejoong memandang wajah Kibum sekali lagi, “Dulu sekali, aku mengenal seorang bocah Meth,” sambil menerawang ke dalam mata adiknya, Jaejoong mulai bercerita, “Tidak seperti Meth pada umumnya, bocah yang wajah dan penampilannya hampir sebaya denganku ini begitu ramah, ia memandang Terran dengan mata yang sama seperti ia memandang kaumnya. Kami bersahabat dekat, banyak hal yang kami bagi bersama. Masa lalu, kisah sedih, kisah bahagia, rahasia, sampai informasi yang seharusnya tidak ia beritahu pada Terran seperti aku. Kami bermain dan berbagi banyak hal bersama, juga tumbuh menjadi remaja bersama-sama. Ia menceritakan banyak hal tentang Meth, tentang kerajaan dan tentang kota yang belum pernah kulihat. Ia bahkan bercerita tentang sejarah fenomenal kaum kita,” Jaejoong memutus ceritanya, ia memandang Kibum yang tampaknya mendengarkan dengan seksama sebelum kembali melanjutkan, “Saat itu usiaku masih lima belas tahun. Untuk pertama kalinya aku tahu, kalau dahulu kaum kita pernah melakukan pemberontakan besar. Dipicu karena terbunuhnya seorang selir yang selamat setelah melahirkan putra mahkota. Pemberontakan yang sempat menggoyahkan kekuasaan raja Methuselah ke-19. Meskipun pemberontakan ini berhasil dihentikan dan hampir separuh kaum kita dibunuh hanya karena mengetahui detail kejadian ini, tetap saja aku yang mendengarnya jadi berpikir-pikir dalam hati. Insiden ini tertutup rapat dan jejaknya dihapus dengan begitu bersih. Jangankan kaum kita, Meth sendiri menyembunyikan ini dari keturunannya. Hanya beberapa orang yang tahu. Karena itu aku berpikir, pasti kaum Meth khawatir sekali kalau kelak akan muncul pemberontakan lagi. Aku dan kakakku memang berambisi untuk memerdekakan kaum kita sejak lama, jauh sebelum aku mendengar cerita tentang sejarah pemberontakan ini. Tentu saja setelah mendengar hal ini, semangat kami kembali muncul menggebu-gebu. Dibantu dengan Meth yang ada dipihakku itu, kami mulai membuat rencana-rencana kecil, yang terus berkembang seiring meningkatnya semangat kami. Dengan jasa kakakku yang mengorbankan tubuhnya untuk mengabdi menjadi selir seorang Menteri baik hati, kami berhasil masuk ke Istana. Bukan di Istana utama, hanya di kawasan Menteri dan itupun aku tidak diizinkan berkeliaran. Dan kau sudah melihat anak kakakku dari hubungannya dengan Menteri itu hari ini, dia keponakanku.” Jaejoong masih menjelaskan panjang lebar.
Kibum mengangguk, ia menangkap dengan jelas apa yang dijelaskan Jaejoong. Meski ada satu hal yang terasa mengganjal di dadanya, tapi biar ia tanyakan hal itu nanti. “Lalu?”
“Dimulai dari dua puluh tahun yang lalu, kami mulai berani menjalankan rencana demi rencana nekat itu. Aku, kakakku, Meth itu, dan dibantu oleh beberapa orang yang sepandangan dengan kami, mulai membuat satu perkampungan kecil yang tampak normal jika dilihat sekilas. Terran-terran dewasa dan remaja yang tidak tampak spesial menghuni dan berinteraksi dengan normal di kampung itu. Tanpa ada yang tahu, kami mulai mengumpulkan dan menyembunyikan senjata di sana. Mulai dari senjata untuk berperang darah, sampai senjata berupa bocah-bocah bermata coklat, kalian…”
Kibum ternganga. Bibirnya yang biasa rewel mengomentari ini-itu seolah dikunci paksa kali ini. Ia benar-benar tidak dapat berkata-kata lagi. Jadi mereka ini… senjata?
Jaejoong tahu apa yang dipikirkan Kibum sekarang, bocah ini pasti marah, siapapun akan marah kalau mereka dimanfaatkan dengan semena-mena. “Mianhae, Kibum-ah. Aku sendiri sudah menawarkan diri menjadi pion untuk merongrong Meth dari dalam, kuharap kau mengerti dan sekarang kumohon berpikir jernih, Kibum-ah…”
Kibum hanya mengangguk bingung, di kepalanya ia sudah bisa mencerna penjelasan Jaejoong, namun hatinya masih terus menentang, membuatnya makin bingung. “Tolong lanjutkan, hyung. Aku masih mendengarkan.”
Jaejoong menatap Kibum ragu, namun alih-alih tetap melanjutkan kisahnya, “Kau sendiri tahu, bocah-bocah bermata coklat pun masih sulit ditemukan. Karena itu kakakku memaksakan diri untuk memperbanyak jumlah bocah-bocah bermata coklat, dengan mengawini seorang pemuda bermata coklat dan dengan harapan ia akan melahirkan keturunan yang bermata sama. Kami tidak pernah menduga kalau apa yang kami dapatkan lebih dari apa yang diharapkan, mungkin Tuhan menunjukkan bawah DiriNya mendukung usaha kami.” Jaejoong tersenyum pedih. “Kakakku melahirkan bayi laki-laki bermata hitam, sama seperti mata Selir Raja yang dibunuh karena selamat pasca melahirkan Pangeran Penerus.”
Kibum tercekat untuk kesekian kalinya. “Sungmin…” bisiknya lirih, setengah tercekat. Ia tahu kalau mata hitam dan coklat memiliki tingkat spesial yang berbeda, namun ia baru mendengar tentang ini sekarang. Mungkin karena ia memang belum pernah melihat pemuda terran bermata hitam selain Sungmin.
Melihat respon Kibum, Jaejoong tersenyum getir. “Ya, Sungmin. Seumur hidup, aku tidak pernah menemukan orang lain yang memiliki mata hitam kecuali keponakanku itu… Jujur, kami terkejut sekaligus senang saat kelahiran Sungmin. Tapi tentu ada rasa takut yang sangat, mengingat mata hitam Sungmin masih melegenda sampai sekarang. Muncul kekhawatiran-kekhawatiran kalau sampai ada Meth yang menemukan Sungmin. Kalau mereka sampai menangkap bayi Sungmin kala itu, kami akan kehilangan pion terbaik, dan rencana kami akan gagal total,”
“Lalu bagaimana kita bisa sampai disini? Aku tidak merasa ini adalah perkampungan kecil yang hyung maksudkan tadi…”
“Memang bukan,” Jaejoong menunduk, mengatur nafas untuk menceritakan titik-titik akhir insiden lima belas tahun yang lalu. “Menteri yang mengawini kakakku sangat baik hati, setelah kelahiran putranya pun, ia masih menolong kami. Ia meminta Yuuri menjadi guru bela diri putranya, sekaligus sebagai pengasuh. Tentu hal ini sangat menguntungkan, karena hal ini kami bisa terus tinggal di istana meskipun kakakku bukan lagi seorang selir. Kami tinggal di istana dan kakakku mengabdi pada Menteri itu, namun hanya sampai Sungmin lahir. Kami memilih untuk tinggal di luar istana, karena kesehatan kakakku yang melemah dan demi menyembunyikan Sungmin. Semua berjalan lancar, namun itu hanya berlangsung sampai usia Sungmin beranjak tiga minggu…”
Jaejoong dan Kibum kini saling berpandangan. Kibum dengan rasa penasarannya dan Jaejoong dengan perasaan getir di dadanya.
“Entah dari mana kabar tentang perkampungan kami terbongkar dan sampai ke telingan Zeus. Dan malam itu, kampung diserang oleh pasukan Meth. Meth yang berada di pihak kami sudah mengabari sedikit lebih awal, jadi kami sempat menyelamatkan beberapa anak-anak walaupun tidak semua bisa selamat, Kakakku Yuuri bersikeras untuk tinggal dan menghalau Meth agar pasukan pembunuh itu tidak menyadari pelarian kami. Aku sudah memaksanya untuk ikut, tapi apa mau dikata… Tidak ada waktu untuk berdebat. Aku dan kakakku Tiffany yang tengah mengandung Henry dan Taemin berhasil membawamu, Sungmin, Eunhyuk, dan Ryeowook pergi dari desa. Dibantu dengan Meth yang ada di pihak kami –Yunho. Kami berhasil sampai ke Hutan Tengah Methuselah dan tinggal untuk sementara waktu di rumah kecil yang sudah disiapkan Yunho jauh-jauh hari.” Jaejoong memainkan menatap buku-buku jarinya, bibirnya gemetar. “Esoknya, aku baru mendapat kabar bahwa semua yang tinggal didesa tidak ada yang selamat. Satupun. Termasuk kakakku, ibu Sungmin. Hanya kita yang selamat, Kibum-ah. Kau, aku, Eunhyuk, Ryeowook, Sungmin, dan Tiffany selama ini kalian anggap sebagai ibu kandung kalian.”
Kibum tercenung. Penjelasan panjang ini membuatnya pusing, terlebih kalimat-kalimat yang terakhir itu. Ia sudah menduga bahwa Tiffany yang sudah meninggal lima tahun lalu –bukanlah ibu kandung mereka. Tapi pengakuan Jaejoong bahwa Tiffany adalah kakakknya… Dan kenyataan bahwa Jaejoong sudah tahu tentang rencana ini sejak dua puluh tahun lalu…
“Tiffany-umma… kakakkmu? Bagaimana mungkin???” Kibum menahan keningnya dengan satu tangan. Penjelasan ini benar-benar membuatnya pusing.
“Dia kakakku, Kibum-ah. Lima belas tahun yang lalu, usiaku sudah beranjak ke-24. Kalian tidak sadar wajahku tidak berubah sejak lima belas tahun yang lalu, mungkin karena itu kalian mempercayai aku sebagai kakak sulung kalian…”
Kibum menggeleng bingung, “Bukan –aku bukan tidak sadar…” lalu pemuda itu menangkup wajahnya dengan kedua tangan. “Aku tidak pernah mencoba untuk memikirkannya. Karena aku percaya padamu… Bagaimana mungkin…”
“Mianhae…” Jaejoong berbisik lirih, ia ingin memeluk adiknya, namun rasa bersalah itu terlalu dalam. “Mianhae Kibum-ah…”
Kibum masih menggeleng. Matanya memanas namun ia menahan buncahan emosi itu mati-matian. “Jawab-hyung, jangan membuatku bingung. Kenapa selama lima belas tahun ini kau tidak menua? Kau bukan Terran, huh??? Setahuku hanya Meth yang awet muda!” tekan Kibum sedikit mengeram.
“Kibum-ah…” Jaejoong menatap Kibum nanar. Sebelah tangannya melayang ke kerah bajunya yang sedikit terbuka. Diremasnya bandul ruby yang melingkar di lehernya erat-erat, berusaha mendapatkan ketenangan dari sana. Rupanya malam ini ia memang harus menceritakan semuanya. Semua, tanpa ada yang tersisa.
“Semua ini karena kalung rubi ini, Kibum-ah…” Jaejoong meraih kalungnya keluar dan menunjukkannya pada Kibum. “Sekarang, aku akan menceritakan tentang Meth muda yang ada di pihak kami itu…”
oOoOoOoOo
Ruang itu temaram. Hanya sebuah lampu hias redup, ditambah kilau emas dan permata yang tertoreh di dinding-dinding yang membantu menerangi ruangan itu.
Ruangan yang luas, meski hanya terbagi menjadi dua bilah yag dipisahkan sekat transparan. Dari balik sekat itu, tampak dua bayangan yang tengah duduk di satu kursi. Seorang wanita dewasa dengan gadis kecil duduk di atas pangkuannya.
“Vic, apa ini sakit?” suara di balik tirai itu bertanya lirih.
“Ti-tidak, Yang Mulia. La-lanjutkan saja,” jawab suara lain, terdengar gugup.
Hening. Selama beberapa saat yang terdengar hanya helaan nafas seorang wanita dan suara kecipak mulut seseorang.
“Vic?”
“Ne? Apa Yang Mulia sudah selesai?”
“Belum… Berhenti memanggilku Yang Mulia!” seru kesal suara nyaring seorang bocah.
“T-tapi—“
“Kemarin kau janji akan bersikap biasa kan!”
“N-ne.”
“Kalau begitu jangan panggil Yang Mulia lagi!”
“Ne.”
“Bagus, hehe. Vic… Punggungku gatal, usap dong?”
“Ne, Heiza-gun.”
“Vic!”
“N-ne?”
“Aku tidak suka nama itu! Panggil yang benar! Panggil seperti biasanya, aish!”
“M-mianhae, Az—“
“Aku benci! Jangan canggung di depanku, nanti aku nangis nih! Hiks!”
“N-ne, mianhae, mianhae…” Victoria menjawab tergagap. Ia buru-buru mengusap punggung kecil Az, bermaksud mengalihkan topik pembicaraan dan menyembunyikan rasa segan yang mengembung di dadanya. Bagaimana bisa ia bersikap biasa saat ia tahu gadis kecil yang duduk di pangkuannya kini adalah Ratu Agung??? Ratu Methuselah yang sesungguhnya!
“Kau takut padaku, Vic?” tanya Az tiba-tiba, suaranya terdengar lirih –begitu sedih.
Victoria mendelik mendengar pertanyaan barusan. “S-sedikit,” jawabnya takut-takut. Ia tidak mungkin berdusta, pasti bocah ini membaca pikirannya barusan.
Gadis kecil itu mengulurkan tangannya dan menarik kedua ujung bibir Victoria ke atas. “Kalau tidak takut, jangan memandangku begitu, Vic-to-ri-a!” Az mendengus kesal.
“A-aku sedang belajar, Azhie~” Victoria menjawab jujur, lalu tertawa canggung. Jawaban jujurnya itu membuat Az mengembungkan pipi kesal.
“Az janji mau menceritakan tentang sesuatu kan? Bagaimana kalau kita bercerita sambil bersantai di kamar?” saran Victoria, setengah bermaksud mengalihkan kecanggungan mereka.
“Oh iya ya~” Az terkekeh dengan khas ‘bocah-tujuh-tahun’nya. Ia bergelayut manja pada Victoria, “Aku mau bercerita tentang… hnggg…” Az tampak berpikir sejenak, memilih topik yang paling menyenangkan menurutnya. Begitu gadis kecil itu menemukan topik yang tepat, ia tersenyum lebar, “Aku mau bercerita tentang… Bumi!” lalu Az bertepuk tangan, bangga pada topik hebat (menurutnya) yang dipilihnya sendiri.
Victoria tidak berkomentar, meskipun jujur ia bingung. Kata ini terdengar tidak asing, tapi rasanya Victoria tidak pernah mendengar cerita tentang –Bumi.
“Tapi aku mau susu dulu, buatkan susu dong Vic~~”
oOoOoOoOo
TBC
You must be logged in to post a review.
Reviews
There are no reviews yet.