“Aku mencintaimu, Sungmin-ah,” lirih Kyuhyun sembari mengecup bibir Sungmin dalam-dalam dengan penuh penghayatan. Lidah Kyuhyun nyaris menyusup masuk saat bersamaan terdengar helaan nafas panjang.
Kyuhyun membuka matanya, kaget. Ia mundur dan melepas Sungmin dari rengkuhannya.
Sungmin tersadar penuh dan balik memandangnya dengan mata besar yang membulat kaget.
S-sejak kapan anak ini tersadar?! Kyuhyun mendelik.
Jangan bilang… Jangan bilang kalau Sungmin mendengar—
“Cinta?”
Oh. Valar!
Mata Kyuhyun makin membulat, terlalu shock untuk mengatakan apapun. Sungmin yang tak kalah kagetnya hanya bisa memandang Kyuhyun dengan wajah bingung.
Beberapa saat mereka saling memandang, sama-sama bingung harus berbuat apa. Sampai akhirnya Pangeran Bermata Safir itu mendengus, pipinya merona merah. Namun Kyuhyun terlalu angkuh untuk menunjukkan rasa malunya. Buru-buru ia bangun dan membenahi pakaiannya. Sial, harusnya ia tidak berbaring terlalu dekat dengan Sungmin. Ia jadi benar-benar lepas kontrol! Dan lihat sekarang, Pemuda Terran itu beringsut menjauh dan memandanginya seolah ia telah melakukan kejahatan.
Tanpa Kyuhyun sadari, justru dirinyalah yang terus memandangi Sungmin.
Sungmin beringsut mundur, semakin risih saat Kyuhyun terus memandanginya tanpa berkedip. Ekspresi wajah Kyuhyun yang seram seolah-olah tengah menudingnya. Apa tadi Kyuhyun memerintahkan sesuatu dan ia tidak mendengarnya? Ia benar-benar hanya mendengar kata ‘cinta’ secara samar dan tidak mengingat yang lainnya. Kyuhyun sekarang menatapnya makin ganas, membuat Sungmin mengerut makin ketakutan. Bagaimana kalau Kyuhyun marah karena ia tidak mendengar kalimat barusan?
“A-ada apa? K-kau bilang apa tadi?” tanya Sungmin dengan takut-takut, suaranya mendesis pelan. Tidak ada salahnya mencoba, lebih baik ia berinisiatif untuk bertanya sebelum Kyuhyun benar-benar marah.
“Huh?” Kyuhyun terkejut saat Sungmin tiba-tiba bertanya. Ia menelan ludah. Tangannya gemetar dan buru-buru ia melempar pandangan keluar jendela. Mendengar suara Sungmin setelah sekian lama membuatnya semakin linglung. Ditambah lagi dengan ucapannya barusan…
‘Aku mencintaimu, Sungmin-ah…’
Pipi Kyuhyun bersemu makin merah. Semakin salah tingkah mengingat kalimat kelewat romantis yang entah kenapa bisa keluar dari bibir iblisnya.
“B-bukan apapun!” elak Kyuhyun setengah membentak. Ia menggeleng-geleng gugup dan gerak matanya berlarian kemana-mana. “Aku tidak mengatakan apapun! Lupakan saja apa yang kukatakan barusan!” tanpa sadar Kyuhyun menyentak kasar. Dan diam-diam di dalam kepalanya, Kyuhyun mencari cara untuk menutupi kejadian memalukan ini.
“Dan –Dansepertijanjimu,mulaibesokkauharustinggaldiistanakukarenasaudaramuakandatangbesok,” rentet Kyuhyun gugup. Ia buru-buru berbalik setelah melirik wajah bingung Sungmin untuk yang terakhir kalinya, lalu melangkah keluar kamar. Tanpa Kyuhyun tahu, Sungmin yang polos tidak terkejut dengan pengakuan cintanya tadi. Bocah Terran itu justru lebih terkejut –sekaligus takut saat terbangun dan menemukan wajah Kyuhyun begitu dekat dengan wajahnya.
Terlebih…
Kening Sungmin makin mengerut.
Apa yang dikatakan Kyuhyun barusan, sih?
.
.
.
oOoOoOo
.
.
.
Balai kecil di sayap kanan istana tampak ramai siang ini. Beberapa abdi Meth dan pelayan berdarah Terran sibuk keluar masuk dengan membawa barang-barang antik milik Ratu. Belasan prajurit juga sibuk membantu memasang gorden baru yang dibawa dari Kerajaan Timur.
Tiga hari lagi, balai ini akan digunakan untuk pertemuan rutin bagi Ratu, para istri Menteri, dan istri-istri dari pembesar kerajaan. Dan Aphrodit, sebagai pemimpin jalannya pertemuan, tidak menginginkan sedikitpun cacat dalam acaranya.
“Pelan-pelan, Terran!” seru Aphrodit kesal saat dilihatnya dua Terran pria membawa guci antiknya secara sembrono. Hampir saja ia menampik kepala dua Terran itu kalau saja ia tidak ingat mereka tengah membawa barang kesayangan miliknya.
Aphrodit mengangkat tangannya dengan gaya memerintah.
“Pelan-pelan! Letakkan disana!” teriaknya lagi sembari menghentak-hentak kasar. Dan karena sentakannya, dua pelayan Terran itu hampir— nyaris menjatuhkan guci yang mereka bawa. Namun suara dan delikan mata Aphrodit yang jauh lebih menakutkan lagi membuat keduanya mati-matian menahan beban berat sang guci, sampai akhirnya mereka berhasil meletakkan benda besar itu tepat di posisi yang diinginkan Heechul.
Heechul memutar pendangannya, mengawasi pekerjaan seluruh pelayan lalu mulai memerintah, kesana dan kemari. Tanpa disadari oleh Heechul, seorang Meth dengan jubah menteri berdiri tak jauh darinya, melangkah mengikuti langkahnya, dan sesekali tersenyum getir saat Heechul membentak para pelayan.
“Apa kau menemukannya?” tanya sosok itu tiba-tiba, kalimatnya yang lantang dan ambigu sukses menarik perhatian Heechul.
Sang Ratu berbalik, dan spontan mendengus begitu ia menemukan Menteri Han berdiri tak jauh di belakangnya. Ia melirik Menteri itu dari ujung rambutnya hingga ke ujung sepatunya dengan ekspresi merendahkan.
“Pergilah. Kalau kau ingin main tebak kata, lakukan saja dengan pelacur Terran.”
Hangeng tersenyum hambar mendengarnya, entah kenapa ia merasa seperti mendengar nada kecemburuan disana.
“Pelacur terran?” Hangeng terkekeh, berpura-pura memasang ekspresi geli. “Aku tidak pernah tidur dengan wanita manapun. Hanya satu inang yang pernah kubuahi dan itu pun hanya demi memiliki penerus, Minho-ku.”
“Apa itu ada urusannya denganku?” Heechul menyahut ketus, tanpa memandang Hangeng dan melanjutkan kegiatannya.
“Aku bertanya apa kau sudah menemukan kebahagiaan sejati itu? Dengan menjadi Ratu?” Hangeng bertanya lagi. Sejenak senyap terdengar, baik Hangeng maupun Heechul sama-sama terdiam.
Sampai Heechul kembali bersuara, bukan— bukan untuk menjawab pertanyaan Hangeng. Tapi untuk kembali berteriak dan memerintah para pelayan dengan suara yang makin melengking.
Dari pendengaran Hangeng, tingkah dan jeritan melengking Heechul justru terdengar seperti pernyataan denial. Wanita itu menolak untuk menjawab pertanyaannya.
“Tsk! Pergilah! Kalau kau bosan, cari saja wanita di tempat lain! Kau mengganggu pekerjaanku, Geng!”
Hangeng berdiri tertegun, hatinya berdesir.
Geng…
Heechul pasti tidak sadar memanggilnya begitu.
Heechul memang mengusirnya, namun sebentar saja—sebentar saja.
Hangeng melangkah mendekat, tepat di belakang Heechul agar ia bisa membisikkan kalimat itu tanpa orang lain ikut mendengarnya.
“Demi menjadi permaisuri raja, dua puluh lima tahun yang lalu aku dibuang oleh wanita yang kucintai.”
Heechul bergeming, bulu kuduknya merinding. Entah karena hangat nafas Hangeng yang berhembus tepat di belakang tengkuknya, atau karena hal lain—
“Bagiku, wanita itu adalah yang terakhir. Tidak ada yang lain.”
Kali ini, Heechul lah yang tertegun. Namun begitu sang Ratu tersadar dan berbalik. Menteri Han sudah menghilang dari pandangannya.
.
.
.
oOoOoOo
.
.
.
“Yun?” panggil Jaejoong ragu-ragu.
“Uhum!” Yunho buru-buru membuka cadarnya untuk menunjukkan senyum genitnya. Tapi dengan cepat senyumnya sirna, karena Jaejoong sama sekali tidak merespon. Balas tersenyum pun tidak. Yunho bisa menangkap kelam dalam mata kekasihnya, dan saat itu juga… Ia tahu sesuatu telah terjadi.
“Boo? Ada apa?”
“Kita bicarakan di dalam, Yun,” ujar Jaejoong lesu. Ia melirik ke sekelilingnya, mengawasi kalau-kalau ada seseorang yang melihat mereka. “Perhatikan jarakmu, tunggu sampai aku masuk ke dalam rumah dan kau boleh menyusulku. Oke?”
Yunho mengerutkan kening, justru merasa bingung. “Tapi adik-adikmu? Mereka sedang keluar? Tidak biasanya…”
Jaejoong tidak menjawab, ia hanya menggeleng sedih dan melangkah meninggalkan Yunho. “Cepatlah,” ujarnya sebelum melangkah kembali menuju rumah.
Yunho menatap punggung kekasihnya yang semakin menjauh dengan wajah bingung. Ada apa?
Begitu sosok Jaejoong lenyap di balik pintu, Yunho mengawasi keadaan sekitarnya. Memastikan keamanan sebelum berjalan menuju pintu rumah Jaejoong.
Apa maksud ekspresi itu? Hanya dengan melihat wajah suram Jaejoong, Yunho tahu kekasihnya sedang terbebani oleh sesuatu. Tapi apa?
Sembari mendorong pintu kayu di hadapannya, Yunho menggeleng kuat-kuat. Ia tidak boleh berpikir yang tidak-tidak, ia harus tetap tenang agar tidak ada kesalahan apalagi sampai berbuat ceroboh. Tidak. Tidak boleh.
Yunho masih bisa menenangkan gemuruh di batinnya, namun begitu pintu rumah Jaejoong terbuka lebar, pangeran bermata ruby itu terkesiap.
Tidak hanya Jaejoong, ada lima orang lain duduk menyambutnya begitu pintu terbuka.
Yunho melempar tatapan bingung kepada Jaejoong, namun kekasihnya itu hanya terdiam dengan ekspresi sendu.
‘Apa… Maksudnya ini?’
Yunho berkedip. Sekali. Dua kali. Namun kelima sosok itu tetap berada disana. Lima sosok yang untuk pertama kalinya –ia tatap secara langsung.
Yunho melangkah masuk. Matanya masih terpaut pada satu demi satu paras cantik pemuda-pemuda bermata coklat itu, sebelum ia beralih pada Jaejoong. Ditatapnya sepasang manik coklat itu dengan ekspresi penuh tanya. “Boo— Apa-apaan ini?”
“Duduklah, Yun…” Jaejoong menarik kekasihnya masuk, lalu segera ditutupnya pintu rumah mereka.
Yunho menurut, sambil terus mengawasi kelima ‘adik’ Jaejoong, ia melangkah dan beringsut duduk.
“Yun, perkenalkan. Dari sebelah kanan ke kiri –Eunhyuk, Keybum, Taemin, Ryeowook, dan Henry.” Jaejoong memulainya dengan tersenyum hambar. Sejujurnya, bibirnya terasa kelu. Dan situasi ini terasa begitu canggung. Ditambah lagi dengan ekspresi keruh Yunho dan aura suram kelima adiknya, rasanya ia ingin menyerah saja…
Namun pada akhirnya, Jaejoong tetap memaksakan diri. Menarik senyum di wajahnya dan melanjutkan, “Dan ini…” ujarnya pelan sembari menunjuk Yunho. “Adalah Pangeran Apollo, Jung Yunho, dan kekasihku.”
Tidak ada respon. Hanya helaan nafas, terutama dari Yunho yang terkesiap atas pernyataan Jaejoong barusan.
Tidak tahan melihat ekspresi bingung Yunho yang terus menatapnya dengan penuh tanya, Jaejoong akhirnya menyerah.
“Sebulan yang lalu, Putera Menteri Han datang kemari…”
Mendengar itu, Yunho mendelik, nyaris tersentak. Bagaimana mungkin Minho mengetahui tempat ini??? Apakah ini ulah Menteri Han? Atau Menteri Muda itu bermain dengan Hades hingga ke tempat ini???
Pertanyaan demi pertanyaan berkelebat di dalam benaknya. Namun Yunho menahan diri, dan membiarkan Jaejoong melanjutkan kalimatnya tadi.
“Entah siapa yang mengirimnya kemari. Tapi Minho mengingat wajahku, ia bahkan ingat tentang adiknya.” ujar Jaejoong lesu.
“Tentang adiknya? Lalu?” Yunho duduk tegap, seketika itu ia merasa tegang.
“Aku terpaksa menceritakannya. Namun tidak semuanya, hanya tentang Sungmin. Karena kita belum tahu Mentri Han ada di pihak siapa.”
Yunho melenguh, dan bersandar putus asa ke punggung kursi. Entah kenapa ia yakin kalau yang mengutus Minho kemari adalah Menteri Han —ayahnya sendiri. Tidak mungkin Pangeran perfeksionis itu mau datang ke perkampungan kumuh ini dengan alasan sepele atau sekedar ajakan main dari Hades. Menteri Han pasti tengah merencanakan sesuatu, yang entah kenapa Yunho yakini akan memberat ke pihaknya. Bukannya terlalu berharap, hanya saja firasat Yunho kuat mengatakan kalau Menteri Han benar-benar berpihak pada mereka. Apapun yang terjadi, ia tetap akan mendatangi Menteri Han dan memastikan apakah menteri itu berdiri di pihak yang sama atau yang berlawanan dengan mereka.
“Aku mengerti. Biar nanti aku yang mengurus Menteri Han. Lalu sekarang, apa maksudmu mengumpulkan semuanya di sini?” tanyanya serius, setelah berhasil mengumpulkan kembali segenap energi untuk duduk tegap dan berfikir tenang.
Jaejoong menunduk, sinar matanya meredup. Ia sempat melirik satu persatu wajah ‘adik-adik’nya, seakan meminta izin sebelum tatapannya kembali pada Yunho.
“Aku sudah menceritakan semuanya pada mereka. Semuanya.” tekan Jaejoong penuh arti.
Yunho terdiam, keningnya mengerut naik. Semuanya. Tentu ia tahu apa dan apa yang mencangkup semuanya.
“Apa mereka mengerti?” Yunho bertanya serius. Matanya menatap bergilir satu-persatu wajah kelima pemuda bermata coklat itu. Kelimanya bungkam. Meski ada yang balas memandangnya dengan tatapan lesu, ada yang tak menunjukkan ekspresi apapun, ada yang bingung, ada gugup, dan ada yang memandangnya dengan sorot tak bersahabat.
Jaejoong sendiri tidak menjawab pertanyaan Yunho. Ia memandang adik-adiknya dengan ekspresi memelas, memohon jawaban. Meski tak ayal, Jaejoong tetap khawatir dengan penolakan mereka terlebih melihat wajah kesal Keybum, ia— Ia hanya tak sanggup.
“Apa kalian mengerti? Apa kalian bersedia membantu kami memerdekakan kaum Terran?” Yunho bertanya sekali lagi, memastikan keputusan
anak-anak ini. Anak-anak yang –secara kejamnya— dapat menjadi senjata ampuh pemberontakan mereka. Yunho masih belum yakin apakah mereka akan rela diperlakukan seperti itu, namun yang pasti –baik dirinya maupun Jaejoong, mereka akan sangat kecewa jika anak-anak ini membelot setelah bertahun-tahun mereka mempersiapkan segalanya. Membesarkan mereka dengan kasih sayang, melindungi keenamnya, dan menyusun setangga demi setangga rencana. Semua akan berantakan jika kelimanya berlainan kehendak dengan Jaejoong maupun Yunho. Mereka berenam—bersama Sungmin, adalah senjata utama dalam pemberontakan besar ini. Bagaimana lagi mereka harus melangkah maju jika keenamnya membelot?
“A-anu—“ Ryeowook tiba-tiba bersuara. Meski dengan tergagap dan bibirnya gemetar, Ryeowook berhasil memancing semua perhatian menuju ke arahnya. “Apapun yang terjadi, aku ikut Jaejoong-hyung.” ucapnya mantap meski dengan suara pelan.
Eunhyuk bergeming. Ia melirik Ryeowook dari sudut matanya, awalnya tampak ragu, namun dengan cepat ekspresinya berubah datar –tidak terbaca. “Aku ikut.” ujarnya tegas.
Melihat dua saudaranya setuju untuk membantu Jaejoong, Henry
pun buru-buru menyahut. “Aku juga ikut!”
“Ah—“ Taemin tergagap. Ia memandang ketiga kakaknya dengan gelisah, peryataan setuju dari ketiganya menggelitik keinginan si Bungsu untuk ikut bergabung. Namun ia ragu, dan nyalinya semakin menciut saat ia bertemu pandang dengan sorot tajam Keybum. Sorot dan ekspresi yang seolah menentangnya untuk bergabung. Taemin menunduk, takut untuk menolak juga takut untuk menjawab ‘Ya’.
“Taeminnie?” panggil Jaejoong lembut. Taemin mendongak takut-takut, namun ia merasa sedikit tenang begitu melihat tatapan lembut Jaejoong. Mata seorang kakak yang selalu memandangnya dengan sayang. Kakak yang selama ini mengasuh mereka, membesarkan mereka dengan kasih sayang dan kesabaran.
Dan kalaupun benar yang di katakan Keybum-hyung tentang niat egois Jaejoong-hyung yang ingin memanfaatkan mereka sebagai pion pemberontakan, untuk sejenak –rasanya Taemin tidak peduli akan hal itu. Yang ia ingat hanya kebaikan dan kelembutan Jaejoong yang selama ini membesarkan mereka…
“Kami tidak akan memaksa –apapun jawabanmu, itu sepenuhnya hakmu untuk memutuskan, dongsaengi…”
Cukup. Hanya dengan pernyataan lembut itu, Taemin menarik nafas dalam. Bulat sudah keputusannya. Ia berpaling pada Keybum untuk yang terakhir kali, mengabaikan ekspresi kecewa bercampur tidak percaya dari hyungnya itu, sebelum mengangguk mantap. “Aku ikut.”
Keybum menganga tidak percaya, namun cepat-cepat ia memasang wajah angkuhnya kembali.
Jaejoong menghela nafas lega. Yunho merengkuh pinggangnya dan reflek ia bersandar di bahu kekar itu. Rasanya empat jawaban ‘Ya’ itu berhasil membuat Jaejoong kembali bernafas tenang. Namun masih ada satu orang…
Jaejoong kembali bangkit, duduk tegap dengan wajah gelisah. Ia bisa melihat bagaimana raut Keybum mengeruh setelah mendengar jawaban Taemin. Kemungkinan demi kemungkinan buruk pun berkelebat dalam batinnya. Bagaimana kalau sampai Keybum tidak bersedia untuk bergabung– Bagaimana kalau—
Jaejoong menunduk, memejamkan matanya rapat-rapat. Tangannya gemetar karena gelisah. Namun Yunho meremas jemarinya dengan gestur lembut, dan hal itu sedikit berhasil menenangkan kegalauannya.
Keybum mendengus, giginya gemertak beradu. Ia masih tidak percaya Taemin bersedia dijadikan tumbal bagi rencana pemberontakan mereka.
Namun karena Taemin terlanjur mengatakan untuk ikut, terpaksa—
“Aku belum yakin dan belum percaya pada kalian, aku akan memperhatikan dulu. Tapi untuk sementara ini, aku ikut.”
Jaejoong dan Yunho sama-sama menghela nafas lega. Keduanya saling memandang sebelum Yunho merengkuh tubuh Jaejoong erat. Mungkin kalau Eunhyuk tidak berdehem kuat, sepasang kekasih itu akan terlarut dan berjam-jam betah duduk disana dalam posisi berpelukan.
Jaejoong melepas tangannya, semburat merah merebak di kedua pipinya. Sedangkan Yunho— Pangeran Bermata Ruby itu ikut berdehem karena malu—
“Sebenarnya aku kemari untuk membawa kabar –kabar buruk sepertinya.”
“Kabar buruk?”
Semua orang di dalam ruangan itu saling bertukar pandang. Suasana tenang yang hanya sejenak barusan kini sudah kembali berubah tegang.
“Kyuhyun bermaksud untuk membawamu dan salah seorang adikmu…” Yunho berucap sembari bergiliran menatap Jaejoong dan kelima adiknya. Ekspresinya kembali mengeruh tiap kali ia mengingat keputusan tiba-tiba Kyuhyun ini, keputusan yang benar-benar akan mengacaukan rencana awal mereka. “…ke istana untuk menemani Sungmin.”
Semua orang tampak menghela nafas, seolah tidak percaya pada kabar yang dibawa Yunho.
“Tapi hal ini ada baiknya, Boo—”
“Kau tidak perlu repot mencari cara untuk membawaku masuk ke dalam istana, kan?” sahut Jaejoong cepat. Yunho mengangguk mengiyakan.
“Kau tidak merasa janggal kenapa tiba-tiba pangeran manja itu berencana untuk membawaku, dan adikku secara tiba-tiba seperti ini?”
Yunho menggeleng. “Dua minggu terakhir Sungmin sering mimpi buruk dan terus memanggil namamu dan Ryeowook, kalau boleh kukatakan –Kyuhyun benar-benar tidak main-main dengan perasaannya. Aku tidak yakin apakah ini akan bertahan lama, tapi belum pernah Kyuhyun memperlakukan seseorang seperti ia memperlakukan Sungmin,” ujar Yunho jujur meski tak ayal ia reflek menggeleng heran. Ia sendiri merasa heran pada Adik sedarahnya itu. Hanya satu orang –sebelum Sungmin— yang bisa menaklukan keangkuhan Kyuhyun. Ratu Hera –ibu tiri mereka sekaligus ibu kandung Hades.
“Dan kemungkinan kalian berdua lah yang akan dibawa ke istana,” sambung Yunho lagi.
Jaejoong mengangguk mengerti.
Dan Ryeowook— bocah itu tersenyum bahagia. Meski sedikit merasa takut, ia senang karena ia bisa bertemu dengan saudara kembar –ehm, Ryeowook lupa, mereka bukan saudara sedarah— Tapi pokoknya ia senang! Ryeowook sudah sangat merindukan Sungmin!
“A-aku juga mau ikut!” Henry merajuk. Jaejoong tersenyum lembut, lalu mengisyaratkan pada Henry untuk mendekat.
“Aku ingin bertemu Sungmin-hyung!” rajuknya lagi.
Jaejoong hanya menghela nafas, lalu tersenyum lagi. “Tidak sekarang, Henry-yah. Tapi nanti kami pasti akan membawamu juga. Bersabar dulu, ne?”
Henry merengut kecewa, meski alih-alih ia tetap mengangguk.
“Apapun itu, kalau itu aku— aku tidak akan mau ikut kesana,” Keybum tiba-tiba menyahut dengan suara keras, ia memang berniat untuk menyinggung kakaknya. Namun Jaejoong tidak menanggapinya dengan serius, ia mengerti kalau Keybum masih marah padanya.
“Eunhyuk-ah, kau jaga adik-adikmu selama hyung tak ada, ne?”
Eunhyuk tersenyum, baru akan mengangguk saat suara lain menginterupsi—
“Kim Jaejoong, Kim Ryeowook. Buka pintunya!”
Suara lantang bersama gedoran di pintu berhasil membuat ketujuh orang di dalam rumah itu tercekat, saling memandang satu sama lain sebelum mendelik—
.
.
.
oOoOoOo
.
.
.
“Ini letakkan disini dan ini letakkan disitu~”
Sungmin tersenyum sumringah. Alih-alih tetap menuruti perintah barusan. Dimasukkannya rumput dan tanah masing-masing ke dalam replika kuali dan panci kecil. Kini ia duduk santai di atas rerumputan taman istana yang tersembunyi, terselip di tengah-tengah bangunan-bangunan besar Istana, terlindungi dari suasana luar kerajaan. Di hadapannya, bocah kecil bergaun merah tengah asik mencabuti anak rumput, lalu meletakkannya di dekat Sungmin agar Sungmin tidak perlu bersusah payah untuk meraihnya. Begitu khusyuknya gadis kecil itu hingga ia tidak sadar, wajah seriusnya tampak begitu menggemaskan di mata Sungmin.
“Dan ini lalu ini~” lanjut Az sembari menggoyang-goyangkan kepala mungilnya. Lalu gadis kecil itu mulai bergumam, menyanandungkan sebuah lagu dengan bahasa yang begitu asing di telinga Sungmin.
“Happy birthday to you~ Happy birthday to you~” Az menggerak-gerakkan jemarinya, makin asik bersenandung kecil. Meski ia sendiri bingung kenapa harus menyanyikan lagu ulang tahun. Ah— pokoknya yang penting, ia merasa senang sekarang! Selir Min-Min sudah pulih dan bisa kembali bermain bersamanya.
Semakin khusyuk Az, semakin membuat Sungmin ingin tersenyum lebar-lebar. Rasanya hanya dengan melihat ekspresi polos yang bahagia itu, seluruh beban Sungmin terangkat untuk sejenak. Meski ia sedikit merasa kecewa karena Az terus saja menunduk mencongkeli tanah. Padahal Sungmin suka sekali memandangi pupil hijau gadis kecil itu –mengingatkannya pada Athena…
Sungmin berdehem untuk mengingatkan dirinya sendiri. Wajahnya memerah. Namun sepertinya, dehemannya barusan terdengar jelas hingga Az mendongak dan memandangnya bingung.
“Ada apa?”
Sungmin menggeleng gugup. Mata Az menyipit, ia memandang pemuda Terran itu curiga, meski tak lama-lama karena gadis kecil itu kembali sibuk pada aktifitasnya semula. Seolah bersikap tak acuh meskipun sebenarnya Az menyeringai dalam hati. ‘Athena lagi… Dipikirnya aku tidak tahu, ekekeke..’
Sungmin menghela nafas panjang, ia melipat kakinya ke belakang, berhati-hati untuk tidak menekan perut buncitnya yang akhir-akhir ini terasa makin menyesakkan saja.
“Selir Min-Min—“
“Nde, apa lagi sekarang?” Sungmin mengaduk-aduk rumput di kuali buatan itu, dan ia merasa aneh sendiri. Namun Sungmin tetap melakukannya agar Az merasa senang. “Apa tanahnya kurang?” tanyanya sembari mendorong panci mungil itu mendekat ke Az. Namun gadis itu menggeleng, ekspresinya berubah makin serius. Az mendekat, ia mendongak tepat di bawah wajah gugup Sungmin.
“Apa perutmu akhir-akhir ini terasa sakit?”
Kening Sungmin mengerut, meski alih-alih ia mengangguk– dengan ragu-ragu.
“Sakit sekali-sekali-sekali-sekali?” tanya Az lagi dengan mata membulat besar.
“Ehng— Tidak terlalu sih.”
“Uhm,” Az mengangguk-angguk mengerti, dan terdiam berpikir. Ini sudah memasuki bulan kedelapan. Dan selama ribuan tahun ia tinggal di planet ini, baru kali ini ada seorang inang Putra Mahkota yang mengandung tiga bayi sekaligus. Az tidak yakin Sungmin akan sanggup bertahan jika harus melanjutkan sampai satu tahun ke depan. Mungkin—
Az makin serius mengorek-orek tanah. Kini senandungnya sudah tidak terdengar, membuat Sungmin semakin merasa canggung untuk menyela keseriusan Az.
—Mungkin ia harus mempercepat pemberian asupan wajib, mempercepat penyempurnaan bayi-bayi Kyuhyun, dan mempercepat kelahiran mereka. Mungkin dengan begitu persentase keselamatan Sungmin akan meningkat.
Az mengangguk-angguk sendiri. Dan begitu ia tersadar, dengan lihainya bocah kecil itu kembali menghidupkan suasana.
“Oi oi, Selir Min-Min~ Campurkan tanah dan rumputnya ya. Aduk terus sampai matang~ Hehehe.”
Sungmin mengangguk patuh. “Baiklah, Az-sshi.”
Az baru akan menyenandung lagi. Namun begitu mendengar kalimat terakhir Sungmin, Az spontan mendongak.
“A-ada apa?” Sungmin mengkerut gugup saat Az memandanginya dengan sorot kelewat tajam.
“Az! Just Az!” seru bocah itu sebal. Tidakkah ia tampak tua dengan tambahan –sshi di belakang namanya? Oh, please.
“Jes Az? Itu nama panjangmu?” tanya Sungmin makin bingung. Nama panjang Az terdengar aneh.
“Aduh!” Az menepuk keningnya. Menyesal karena asal berbicara dengan bahasa Inggris, bahasa buminya. Jujur ia jauh lebih bingung dari Sungmin, ia bingung bagaimana cara menjelaskannya. “Oh baby I’m here confuse. Baby I’m here confuse. Talk to me. Say something. Whatever it is that I can calm down. I was still waiting for youuu~”
Yep, Az malah mengucapkan lirik lagu dengan nada dan ekspresi datar. Makin membuat Sungmin bingung meski kali ini pemuda itu tak berani bertanya.
“Dasar tukang pamer!” seru seseorang tak jauh dari Sungmin dan Az. Yang ternyata adalah— Poseidon… yang memang sejak tadi berdiri disana, mengawasi Az dan Sungmin atas perintah Helios yang tengah ditugasi sesuatu oleh Kyuhyun. Haaah!
“Berisik! Shut up, you filthy fish!” Az berseru kesal. “Masih bagus aku bisa pamer. Lah kau? Menghitung satu sampai sepuluh dalam bahasa kuno Methusellah pun masih bingung!”
“H-hei! Aku bisa menghitung kalau cuma one sampai ten!” elak Donghae, tidak terima atas hinaan Az.
Sungmin berkedip. “Bahasa kuno Methusellah?”
“Hehe, iya bahasa kuno. Lain kali kuajari ya?”
Sungmin tersenyum dan mengangguk semangat.
“Sekarang campur airnya ke dalam panci, dong~” Az melanjutkan acara masak-memasaknya. Jujur ia senang sekali hari ini, bahkan Az menyiapkan sendiri semangkuk air untuk bermain –terlebih tidak ada Elios kan— ekekekeke. Bermain lumpur siang ini terdengar asik. Ia harus mengajari Sungmin tentang Mud Spa. Okesip, ia akan melakukannya siang ini.
Tanpa berpaling, Az meraba-raba sekitarnya, mencari mangkuk yang sebelumnya sudah ia siapkan dengan susah payah. Namun—
Az meraba makin agresif. Ia memutar kepalanya, mencari kesana kemari. Tapi mangkuk itu—
Hilang!
“Kau mencari ini?”
Az berbalik. Ia melotot ke arah Poseidon. Terlebih saat Pangeran Bermata Ikan itu melambai-lambaikan mangkuk yang ia kenali jelas sebagai miliknya –sudah dalam keadaan kosong!
“YAH! Apa yang kau lakukan, bodoh!!!” seru Az murka. Ia berdiri lalu menghentak-hentakkan kakinya karena kesal. Gadis kecil itu melipat tangannya, ekspresinya ikut terlipat tujuh.
“Aku sudah diamanatkan untuk menjagamu. Masih bagus kau kuizinkan bermain tanah dan rumput. Tapi tidak akan untuk airnya— Kalau gaunmu sampai kotor sedikit saja, aku bisa dipenggal adikku sendiri.” dumel Donghae setengah jengah. Lagipula kenapa harus ia yang menjaga bocah bandel ini sih? Ada Athena, kan? Luna juga! Cih!
“Dasar rusuh! Pergi sana!” usir Az, lalu dengan garang bocah itu melempar-lempar tanah dan rumput ke arah Donghae.
“H-hei!” Donghae berseru sembari melindungi wajahnya.
Sungmin hanya melongo bingung. Akhirnya ia beringsut mundur, tidak ingin ikut-ikutan terkena amukan Az.
“Heiza—“ seseorang muncul, menahan tangan Az untuk berbuat lebih jauh. Sosok tinggi itu berdiri tepat di belakang Az, dan dengan satu rengkuhan mudah. Hup. Digendongnya Az. “Jangan nakal, malu dengan umurmu—“
“Diam, bocah!” Az berteriak marah tepat di depan wajah Kyuhyun.
Kyuhyun hanya menyeringai. Makin senang saat wajah Az kian mengeruh karena gagal memberontak. Ayolah, bocah itu bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Kyuhyun menahan tubuh kecil itu erat-erat, dan Az mati-matian berusaha menarik tangannya yang tertahan oleh tenaga setan Kyuhyun.
“Lepaskan aku, bodoh! Lepaskan!”
“Tidak. Berjanji dulu kau tidak akan berbuat jahil.”
“Fuck, lepaskan aku!”
Kyuhyun mendengus, seringainya naik semakin tinggi. Mungkin tangis Az akan pecah –kalau saja Sungmin tidak berdiri begitu dekat dengan Kyuhyun, menahan tangan Putra Mahkota dan menatapnya dengan memelas.
“Turunkan dia, Kyuhyun-sshi.” Entah darimana datangnya, kalimat itu seolah meluncur dengan sendirinya, tanpa Sungmin pernah memikirkannya apalagi bermaksud untuk mengutarakannya.
Kyuhyun tertegun. Matanya membulat tidak percaya. Ia berpaling, memandangi wajah Sungmin lalu beralih ke tangan kecil pemuda Terran itu yang masih bertetengger di lengannya. Apa katanya tadi?
Refleks, Kyuhyun menurunkan Az yang dengan cepat menjauh darinya.
“Awas kau, Ares!!!” Az berseru sembari mengusap kasar airmatanya yang mulai berlinang. “Lihat saja nanti!” ancam bocah kecil itu lagi sebelum ia berlari masuk ke dalam istana.
Poseidon melirik adiknya malas, sebelum mendengus, ”Haaah, merepotkan!” dan ikut masuk mengikuti jejak Az.
“Kau bilang apa tadi?” Kyuhyun menunduk, melirik Sungmin yang dengan canggung melepaskan tangannya lalu mundur dua langkah.
Sungmin mendongak sebentar, lalu bertemu pandang dengan wajah datar Kyuhyun dan sorot matanya yang tajam. Sungmin yang dipandangi begitu semakin merasa gugup dan menyesali perbuatan nekatnya barusan.
“M-maaf.” bisik Sungmin sembari menunduk dalam-dalam, tidak berani melawan tatapan mata yang seolah terasa begitu menusuk, menembus kepalanya.
Kyuhyun menghela nafas. Entah kenapa merasa kecewa pada respon Sungmin, ia jauh lebih suka sikap Sungmin yang sebelumnya. Setelah delapam bulan –ini adalah pertama kalinya Sungmin menyentuh Kyuhyun, atas dasar keinginannya sendiri. Hati Kyuhyun bahkan sempat berdesir, merasa kehilangan saat Sungmin menarik tangannya kembali dan melangkah mundur.
Kyuhyun meraih kepala Sungmin, karena tubuh itu terlalu pendek dan akan terasa canggung jika Kyuhyun merangkul bahunya.
“Ikut aku, Sungmin-ah.”
“K-kemana?”
“Istanaku, kau lupa? Mulai hari ini kau akan tinggal disana.”
“E-eh?”
“Kenapa? Kau ingin membatalkan perjanjian kita?” kening Kyuhyun mengerut, kecewa. “Tapi maaf saja, kau tidak bisa melakukannya karena aku sudah menyuruh orang untuk membawa Jaejoong dan Ryeowook hari ini.”
“EEEEH???”
oOoOoOo
Sungmin menatap gerbang tinggi itu dengan ragu-ragu. Kalau saja Kyuhyun tidak menuntun dan menarik tangannya, ia pasti masih berdiri di luar pagar. Terkagum-kagum memandangi gerbang tinggi yang tampak kokoh, megah dengan pahatan indah di kedua sisinya. Pembuka gerbang itu tampak persis seperti taring, dua taring yang berada tepat di tengah gerbang dan menjaganya tetap dalam keadaan tertutup.
Kyuhyun meremas masing-masing taring itu dengan kedua tangannya, sambil berbisik ia membacakan sebuah mantra. Mantra yang dulu hanya Az, Nana, dan Ada yang mengetahuinya. Kini, ditambah dengan dirinya dan Hades –Cih.
Kyuhyun mendengus kesal. Ia yakin bocah sialan itu memaksa Ada untuk memberikan password gerbang ini. Dan ia jauh lebih kesal lagi pada Ada yang memberikannya.
“Ayo Sungmin-ah.” Kyuhyun menggiring Sungmin masuk. Tentu matanya tak luput melihat raut kagum Sungmin.
“Hanya aku yang tinggal disini. Tidak ada orang lain, tidak ada pelayan— Dan sekarang, tempat ini akan menjadi tempat tinggalmu juga.”
Sungmin mendongak menatap Kyuhyun, matanya membulat tak percaya.
“Kenapa? Tidak suka?” tanya Kyuhyun –yang lebih seperti mengancam.
Sungmin menunduk buru-buru, lalu menggeleng takut. Ia meremas kedua tangannya, tiba-tiba merasa gugup. Hidupnya –di dalam bangunan ini— pasti akan terasa semakin sulit saja. Awalnya itu prasangka pertama yang dipikirkan Sungmin, sampai ia melangkah dan menemukan sebuah taman luas nan subur membentang menyambutnya.
“U-uwaaah!” senyum Sungmin terkembang. Ia berjalan dengan penuh semangat –tentu saja Sungmin tidak bisa berlari, beban di perutnya cukup membuat ia kewalahan bahkan hanya untuk melangkah cepat-cepat. Namun apapun itu—
Mata Sungmin makin membulat, gigi-gigi putihnya bermunculan saat ia tersenyum makin lebar. Ia bisa melihat sosok-sosok kecil melompat-lompat memenuhi taman. Dan refleks Sungmin berlari, bermaksud untuk mengejar makhluk-makhluk kecil, putih, dan berbulu itu.
“Kyaah!” seru Sungmin gemas saat tak satupun kelinci berhasil ditangkapnya. Sungmin kembali berlarian, nyaris lupa dengan perut buncitnya.
“Jangan berlarian, Sungmin-ah!” seru Kyuhyun mengingatkan, namun perintahnya sama sekali tidak digubris oleh Sungmin. Kyuhyun sendiri malas untuk mengingatkan lagi, ia hanya berdiri mengawasi. Samar-samar, senyum tersimpul di wajah Kyuhyun yang selalu tampak mengurat. Ada hangat di hatinya saat ia melihat tingkah lugu pemuda Terran itu. Dan tawa Sungmin yang terdengar begitu renyah, melantun dalam kepalanya.
Kyuhyun menutup hidung dan mulutnya, mencegah agar gelak tawanya tak lolos dari sana. Sungmin bisa kaget kalau mendengar ia tertawa. Dan Kyuhyun tidak ingin mengusik momen-momen indah seperti ini.
Tidak sampai ia melihat langkah Sungmin semakin memberat ke samping, seolah-olah akan oleng kapan saja, dan—
“Yah!!!” Kyuhyun berteriak panik. Nyaris sekali Sungmin terjatuh kalau saja Kyuhyun tidak refleks berlari untuk menangkap tubuh itu.
“H-hei! Sudah kubilang jangan berlari, kan?! Kalau kau jatuh bagaimana?!” sentak Kyuhyun murka. Direngkuhnya tubuh Sungmin erat-erat. Bayangan tubuh Sungmin yang oleng dan hampir jatuh ke tanah masih teringat jelas dalam benaknya. Rasanya seolah jantungnya nyaris copot saat itu juga.
“M-maaf.” bisik Sungmin sembari menunduk. Antara takut dan merasa bersalah, ia mencengkeram baju Kyuhyun.
“Aish. Sudahlah.” Kyuhyun mendengus, ia mengecek seluruh bagian tubuh Sungmin. Memastikan kalau-kalau ada luka disana.
Kyuhyun melotot saat ia menemukan memar KECIL di bawah mata kaki Sungmin.
“Duduk disini dan jangan bergerak kemanapun. Aku sudah menyiapkan banyak kelinci, kau tidak perlu mengejarnya. Diam saja disini dan mereka akan mendekatimu dengan sendirinya, kau dengar itu Sungmin-ah?”
Sungmin hanya mengangguk-angguk takut.
Pemuda bermata hitam itu mendesah lega saat sosok Kyuhyun menghilang di balik pintu. Ia mendongak, menelisik tiap sudut bangunan besar yang baru saja dimasuki Kyuhyun. Megahnya…
“Ah!” Sungmin tersentak kaget, sesuatu yang basah dan sarat menjilati tangannya. Namun begitu Sungmin berpaling dan menemukan dua kelinci begitu dekat disisinya dan memandang penasaran ke arahnya…
“Yaaah!” Sungmin berseru gemas. Mengagetkan kedua kelinci itu meski hanya satu yang berhasil kabur. Sungmin buru-buru menangkap satu diantara mereka dan memeluknya hati-hati. Ternyata benar kata Kyuhyun, ada banyak kelinci yang sudah disiapkan disini, ia hanya perlu duduk dan—
Eh?
Sungmin memiringkan kepalanya. Tiba-tiba merasa bingung.
“Menyiapkan banyak kelinci?”
Sungmin berpikir keras. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin menyimpulkan kalau Kyuhyun—
“Nah, benar kataku, kan?” Kyuhyun tiba-tiba muncul, membawa perban dan alkohol. “Tidak perlu dikejar dan mereka akan mendekatimu dengan sendirinya…” ujar Kyuhyun lagi sembari berjongkok di sisi Sungmin.
Sungmin mengangguk-angguk, kagum. Terlalu gemas pada makhluk berbulu di pangkuannya hingga ia tidak menyadari kalau Kyuhyun tengah menuangkan alkohol ke atas perban.
Kyuhyun perlahan-lahan mengusap memar di ujung kaki Sungmin –selembut yang ia bisa.
“Akh!” Sungmin tersentak, refleks meremas pahanya karena pedih dan nyeri dari ujung kakinya. Kelinci dalam pangkuannya pun terkejut dan kabur. “Aduuuuh.”
Melihat ringisan Sungmin, Kyuhyun ikut meringis. “Aish!”
“Itu apa, Kyuhyun-sshi? Jangan disentuh lagi, sakiiit—“ rajuk Sungmin setengah berbisik. Sungmin takut Kyuhyun akan marah kalau ia mengeluh. Tapi ini benar-benar terasa sakit!
“Tidak bisa, nanti memarnya tidak hilang.” tegas Kyuhyun, meski jauh dalam lubuk hatinya. Kyuhyun tidak tega apalagi Sungmin baru saja merajuk padanya.
“Ah, begini saja…” Kyuhyun berpindah posisi. Ia duduk tepat di belakang Sungmin sebelum mengangkat tubuh pendek itu ke dalam pangkuannya. Hanya dengan melipat sedikit kaki pendek Sungmin, tangan panjang Kyuhyun berhasil meraih ujung telapak kaki remaja Terran itu.
Kini posisi mereka tampak sedikit mengganjal, seperti induk panda yang memangku anak panda. Tubuh kecil Sungmin tertutup nyaris sepenuhnya oleh tubuh besar Kyuhyun.
“Akh!” Sungmin meringis lagi. Setiap kali Kyuhyun mengusap memarnya, tubuhnya tersentak dan tertahan oleh dada bidang Kyuhyun. “Aah—“ perih itu terasa semakin menjalar, padahal jelas sekali Sungmin melihat ukuran memar di kakinya yang hanya sebesar ibu jari. Tapi sakitnya… membuat Sungmin refleks memberontak. “Aaah!”
“Diam!” Kyuhyun menahan tubuh Sungmin gemas. Awalnya tangan kirinya menahan dada Sungmin agar bocah itu tidak bergerak. Tapi saat tubuh Sungmin mulai tenang, Kyuhyun mengendurkan rengkuhannya. Tangan kirinya turun, diusapnya perut buncit itu dengan gerakan lembut memutar. Dan sepertinya, gestur barusan sukses menenangkan Sungmin. Pemuda Terran itu bahkan memejamkan mata, menahan sakit yang berangsung-angsur menghilang sembari bersandar di dada Kyuhyun.
Baik Kyuhyun maupun Sungmin sama-sama tidak bisa mengingkarinya. Entah kenapa ada hangat dan nyaman yang saling bersinkronasi saat tubuh mereka menempel sedekat ini. Kyuhyun bahkan tersenyum-senyum sendiri sambil terus mengusap memar Sungmin dengan alkohol.
Dan Sungmin—
Sungmin tidak mengerti dengan rasa nyaman yang dipancarkan tubuh Kyuhyun. Ini adalah saat pertama kalinya ia merasa nyaman berada sedekat ini dengan sang Putra Mahkota. Sungmi tidak ingin berpusing-pusing memikirkan apa dan apa alasannya. Yang penting ia merasa nyaman, dan mengantuk…
“Hei! Sungmin-ah! Jangan tidur dulu, aku belum menunjukkan isi bangunan ini!” Kyuhyun mengguncang-guncang tubuh Sungmin, sukses mengagetkan pemuda Terran itu.
Begitu sadar ia masih berada dalam pangkuan Kyuhyun, Sungmin tersentak dan buru-buru bangkit. Namun gerakannya masih tertahan.
Kyuhyun menarik Sungmin kembali ke dalam pangkuannya, ia menggeser tubuh itu menyamping, merengkuhnya erat-erat sebelum ia bangkit dengan Sungmin dalam gendongannya.
“K-Kyuhyun-ah!”
“Diam!”
oOoOoOo
“Kim Jaejoong, Kim Ryeowook. Buka pintunya!”
Suara lantang bersama gedoran di pintu berhasil membuat ketujuh orang di dalam rumah itu tercekat, saling memandang satu sama lain sebelum mendelik—
“Itu prajurit Meth!” desis Jaejoong dibalas oleh anggukan Yunho. Keduanya masih dalam keadaan shock, meski Yunho lebih cepat dalam bertindak.
“Kau siapkan saja apa yang perlu kalian bawa. Aku bisa kabur sendiri, oke?” Yunho merengkuh wajah Jaejoong. Dikecupnya bibir ranum itu sekilas. Tentu ia belum merasa puas, tapi ini bukan saat yang tepat. Yunho yakin ia bisa melakukannya lebih sering saat Jaejoong sudah berada di dalam istana.
“Berhati-hatilah, ne?” pesan Yunho untuk yang terakhir kalinya. Ia memandang pintu dengan gugup saat suara gedoran itu terdengar semakin kuat dan terus-menerus.
“Kau juga hati-hati—“
“Nde—“ sekali lagi, dua pasangan itu berciuman. Yunho sempat bertukar pandang dengan Eunhyuk dan menepuk pipi Keybum, sebelum sosoknya menghilang ke arah dapur.
“Kami pengawal kerajaan. Membawa surat resmi Putra Mahkota untuk memboyong kalian ke Istana! Buka pintunya sekarang!”
oOoOoOo
Tebeseh!!!
oOoOoOo
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Braven – 26. Deception
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 12. Disclosure
Author: Miinalee -
🔒 Braven – 29. Fractured
Author: Miinalee -
🔒 Closer pt. 2 (NC)
Author: _baepsae95
Reviews
There are no reviews yet.