“Oh, wow!” Pemuda Meth itu memandang ke dalam mata Sungmin, antara kagum dan tidak percaya. Ini pertama kalinya ia melihat warna mata yang begitu –kelam. “Sepertinya aku tahu kenapa kau tidak membaur dengan yang lain.”
****
“Min! Ini sudah malam, masuk ke dalam sekarang!” Jaejoong melempar keranjang tomatnya ke sembarang arah, lalu berusaha menarik Sungmin untuk berdiri.
“Wook, kau juga masuk,” perintah Jaejoong bernada lembut, seolah-olah menghiraukan keberadaan dua prajurit Meth yang ada di hadapannya. Mati-matian Jaejoong berusaha memasang wajah tenang.
Sungmin dan Ryeowook menurut. Mereka bangun dengan kaki gemetar. Namun baru sejengkal Sungmin melangkah, dua tangan sudah sigap menahan langkahnya.
“Well, jadi pemuda cantik ini yang kau sembunyikan selama ini, Jaejoong?”
Sungmin gemetar saat tangan besar yang dingin itu mengusap wajahnya. Ia memandang wajah kakaknya dengan mata berkaca-kaca. Remaja tanggung itu ingin memberontak, namun salah satu prajurit Meth memilin lengan Sungmin untuk menahan gerakannya. Bukan hal yang sulit bagi prajurit itu untuk mengunci gerakan Sungmin. Mengingat perbedaan besar tubuh mereka yang kontras, bukan tidak mungkin mereka bisa meremukkan lengan Sungmin hanya dengan sebelah tangan.
Jaejoong membeku. Rasanya setiap sendi di tubuhnya melemas. Namun ia masih memaksakan diri berdiri disana. Demi adiknya. Tidak ada yang boleh membawa Sungmin. Tidak sekarang!
“Joon, Yoon, kumohon lepaskan adikku. Aku yang akan dipilih.. Kita sudah sepakat soal itu, kan?” Jaejoong mengangkat tangannya, mengisyaratkan pada kedua prajurit itu untuk melepaskan adiknya. “Lagipula Sungmin masih 16 tahun.. Dia belum cukup umur.”
Mendengar itu, kedua prajurit itu saling berpandangan. Mereka mengerutkan kening lalu tertawa keras seolah ucapan Jaejoong adalah lelucon paling konyol yang pernah mereka dengar.
“Ini hukuman untukmu. Beraninya kau menyembunyikan bocah ini selama bertahun-tahun! Kau pikir kami tidak tahu, huh?” ucap Joon dengan raut mengejek.
“T-tapi—“ Jaejoong kehilangan kata-kata. Darimana mereka tahu soal Sungmin?? Padahal ia sudah menjaga adiknya dengan hati-hati. Harusnya tidak ada yang tahu.
“Sudah diputuskan, kami akan membawanya.” Yoon melingkarkan sebelah tangannya di pinggang pemuda malang itu, lalu dengan gerakan cepat ia memutar tubuh Sungmin dan menggendongnya –bridal style.
Jaejoong baru akan menahan langkah kedua prajurit Meth itu, tapi ancaman Yoon menghentikan gerakannya.
“Kalau kau masih berani protes, kami juga akan membawa adikmu yang manis ini Jae,” ancam Yoon sambil melirik ke arah Ryeowook dan spontan membuat remaja Terran itu mundur ketakutan.
Jaejoong jatuh terduduk. Kalah telak. Ia hanya bisa memandang nanar dua prajurit Meth yang menghilang bersama adiknya di balik kegelapan malam. Tidak percaya ia bisa dikalahkan bahkan sebelum perangnya dimulai..
oOoOoOoOo
Sungmin mengusap memar di lengan dan pundaknya dengan hati-hati. Masih ada beberapa memar lagi di sekujur punggung dan pahanya. Dan di pinggir bibirnya! Semuanya masih baru. Masih nyeri dan berdenyut tiap kali Sungmin tidak sengaja menyentuhnya. Sebagian besar luka itu didapatnya dari para perawat keturunan Terran –di minggu pertama ia tinggal di tempat ini.
Peraturan mutlak di tempat ini, setiap calon Pajak Selir harus dimandikan oleh para perawat khusus. Untuk membersihkan noda dan kuman yang mungkin saja dibawa dari distrik kumuh tempat mereka berasal. Tapi Sungmin tidak menyangka kalau wanita-wanita keturunan Terran itu akan melakukannya secara berlebihan. Tidak jarang mereka menyikat tubuh mulus pemuda itu secara kasar, hampir-hampir membuat kulitnya terkelupas.
Sungmin tidak mengerti kenapa para perawat itu tampak membenci semua calon Pajak Selir. Mereka selalu mengatakan kalau Terran membawa darah yang kotor, karena itu mereka diberi tugas untuk membersihkannya. Padahal mereka juga keturunan Terran kan??
Dan para Pajak Selir yang lain..
Sungmin tidak mengerti arti pandangan tajam mereka. Tidak ada satupun calon Pajak Selir di tempat ini yang bersedia mengobrol dengannya, laki-laki atau perempuan. Beberapa di antara mereka bahkan menyakitinya secara terang-terangan. Menampar, memukul, mendorong. Entah itu pelampiasan kekesalan mereka atau mungkin –rasa iri pada Sungmin.
Karena luka-luka itu, Sungmin tidak bisa tidur selama seminggu pertama ia tinggal di tempat ini. Dengan memar dan semburat merah disekujur tubuh, Sungmin hanya bisa meringkuk di atas tempat tidurnya –menangis dan merintih sambil memanggil nama saudara-saudaranya. Sebulan bukan waktu sebentar, selama enam belas tahun dalam hidup Sungmin, belum pernah seharipun ia terpisah dari keenam saudaranya.
Sungmin mendongkak. Hanya pepohonan dan taman bunga yang mengisi pandangan pemuda itu. Di belakang taman itu berdiri dinding besar yang tinggi menjulang, mengelilingi rumah karantina ini. Menghalangi siapapun yang bermaksud untuk kabur. Termasuk menghalangi Sungmin dari keenam saudaranya, menghalangi Sungmin untuk bertemu dan kembali melihat wajah-wajah yang dicintainya.
Sungmin menerawang.
Masakan apa yang dibuat Jaejoong-hyung hari ini? Apa yang sedang dilakukan Hyukkie sekarang?
Pemuda itu tertawa pelan. Henry dan Taemin pasti sedang bertengkar sekarang, mempermasalahkan hal penting sampai yang paling tidak penting. Kibum pasti sedang sibuk membersihkan rumah sambil marah-marah pada Henry. Aish! Kejahilan apa lagi yang dilakukan Mochi kecil itu hari ini?
Dan Ryeowook..
Ryeowook..
‘Mungkin Wookie kesepian di sana. Tidak ada aku kan? Dia mau menjahili siapa?’
Sungmin menggigit bibir. Ia sudah berusaha menahannya, namun akhirnya airmata itu jatuh juga, mengalir dari sudut matanya dan membasahi pipi putih pemuda berperawakan mungil itu.
Sungmin mengangkat kakinya naik ke kursi taman, lalu ditariknya merapat hingga kepalanya bisa bertumpu pada lutut. Beberapa detik kemudian, pemuda itu mulai menangis terisak. Emosinya selalu meluap setiap kali ia duduk menyendiri. Rasanya beban yang dipikul dipundaknya semakin memberat tiap kali ia bertemu pandang dengan mata-mata penuh kebencian dari para penghuni karantina.
Sekarang Sungmin sendirian di sini. Tidak ada tempat untuk bersandar atau bermanja-manja, untuk menuangkan airmata atau tertawa bersama. Sungmin sadar ia benar-benar sendirian sekarang..
Meski tanpa disadari Sungmin, seseorang beranjak duduk di sisinya. Lalu memandang pemuda itu dengan tatapan iba bercampur ingin tahu.
“Hei, kenapa tidak membaur dengan yang lain?”
Sungmin tersentak saat seseorang menegurnya. Lebih terkejut lagi saat ia menemukan seorang pemuda –Meth— duduk di sisinya, tersenyum penuh simpati. Sungmin memandang ke dalam mata hijau pemuda Meth itu. –Sungmin tidak peduli, toh sudah ketahuan. Sekarang Sungmin tidak perlu menyembunyikan matanya dari orang-orang.
Seperti yang diduga Sungmin, mata pemuda Meth itu membulat kaget.
“Oh, wow!” Pemuda Meth itu memandang ke dalam mata Sungmin, antara kagum dan tidak percaya. Ini pertama kalinya ia melihat warna mata yang begitu –kelam. “Sepertinya aku tahu kenapa kau tidak membaur dengan yang lain.” Pemuda itu tertawa hambar. Entah kenapa rasa simpatinya semakin bertambah pada sosok rapuh di depannya ini.
Sungmin hanya bergeming. Tubuh tinggi besar dan tatapan tajam pemuda ini mengingatkan Sungmin pada malam itu. Masih terbesit di ingatannya sikap kasar prajurit Meth yang membawanya ke tempat ini, tidak akan semudah itu terlupakan.
Pemuda Meth itu menggaruk keningnya.
“Ada apa? Ada sesuatu di wajahku?” tanya pemuda itu sambil menunjuk wajahnya. “Atau mungkin aku terlalu tampan?” candanya lagi. Lalu pemuda itu tertawa atas leluconnya sendiri. Sungguh, tidak ada maksud jahat. Ia hanya tertarik pada seorang remaja manis keturunan manusia.
Sungmin bergeming, memori-memori menyakitkan terus berputar di kepalanya.
Cengkraman kasar tangan Meth, pandangan mata yang mengintimidasi, dan suara berat yang menyeramkan. Semua terukir terlalu jelas dalam ingatan Sungmin, dan pemuda yang duduk di sisinya kini hanya mengingatkan Sungmin tentang memori menyakitkan itu. Lewat suaranya yang berat, matanya yang tajam, dan tubuh besarnya yang kekar.
Sungmin tidak bisa menahan dirinya untuk beringsut mundur, menjauh dari pemuda itu.
“Hei? Kenapa? Wajahku tidak menyeramkan kan?” canda pemuda itu dengan ekspresi pura-pura sedih.
Sungmin menggeleng kuat-kuat, bibirnya bergetar menahan tangis. Pemuda mungil itu tidak menangkap nada ramah dan bersahabat dari sang Meth. Yang terngiang di telinga Sungmin hanya suara prajurit Meth yang menggelegar, suara bentakan dan makian pada kaum Terran.
Sungmin terus beringsut mundur hingga mencapai ujung kursi, tanpa sadar ia nyaris jatuh dari kursi.
“Awas!” Pemuda Meth itu sigap menangkap tubuh Sungmin sebelum Sungmin jatuh ke tanah, tangan kanannya menopang pinggang dan tangan kirinya memeluk bahu Sungmin.
Pemuda Meth itu membeku. Jarak wajahnya dengan remaja Terran ini hanya beberapa senti. Dari jarak sedekat ini, mata tajam Meth itu menemukan sesuatu yang menakjubkan. Di setiap jengkal wajah dan dan kedalaman mata yang kelam itu. Pemuda bertubuh kekar itu nyaris menempelkan bibirnya ke bibir plump itu secara tidak sadar, tapi suara rintihan dari bibir itu menghentikan gerakannya.
Pemuda Meth itu membimbing Sungmin kembali ke kursi –dengan penuh perhatian. Mengingat kekuatannya yang melebihi batas, pemuda Meth itu takut kalau-kalau ia melukai Sungmin hanya dengan sentuhan tanpa sadar.
Sungmin merintih lagi saat tangan besar itu mengusap lengannya.
“Ke-kenapa? Aku melukaimu, ya??” tanyanya panik.
Sungmin menggeleng, gerakan itu menyibak sedikit rambutnya dan menunjukkan beberapa semburat memar di lehernya.
Melihat memar di leher Sungmin, pemuda Meth itu melotot kaget.
“For the Valar! ” serunya shock dan refleks menarik lengan Sungmin untuk mendapat akses lebih jauh. Benar saja, ada beberapa memar lagi di bahu dan leher belakang pemuda Terran ini.
Sungmin meringis, berusaha melepaskan genggaman pemuda Meth itu dari lengannya.
Melihat reaksi Sungmin, pemuda Meth itu seolah mengerti. Ia melepas lengan mungil itu, setelah itu dengan sigap ia mengangkat lengan baju Sungmin.
Pemuda Meth itu tercekat. Seperti yang diduganya.
Beberapa luka goresan dan memar yang masih baru. Melihat ini pemuda itu sudah bisa menebak apa yang terjadi.
“Siapa yang melakukannya? Para perawat atau penjaga?”
Sungmin bergeming, tidak menjawab. Sebenarnya hati kecil Sungmin membisikan padanya untuk mempercayai pemuda Meth ini. Namun tetap saja, semua Meth menakutkan!
“Kenapa diam?” Pemuda Meth itu mengangkat wajah Sungmin, lalu mengusap wajah putih itu perlahan, penuh perhatian. “Biar kutebak..” bisiknya lembut sembari memejamkan mata, berusaha membaca sesuatu yang berbisik pelan di dalam hati Sungmin.
“Memang para perawat kan?” tebaknya yakin. “…dan beberapa Pajak Selir?”
Sungmin masih diam, mengamati setiap gerakan lembut pemuda Meth ini yang perlahan menghapus keraguan dalam hatinya.
“Aku akan menegur para penjaga dan mengingatkan beberapa perawat untuk mengawasimu.. Tidak biasanya calon Pajak Selir melakukan hal seperti ini,” ucap pemuda itu prihatin. “Atau mungkin mereka iri padamu?”
Sungmin tidak menjawab, ia hanya memandangi wajah itu dalam-dalam. Tampan.
Pipi Sungmin kontan bersemu merah saat ia memikirkan hal itu sambil menatap wajah pemuda Meth ini.
“Loh? Kenapa wajahmu? Masih sakit ya?” tanya pemuda Meth itu khawatir. Sungmin hanya menunduk malu, dan membiarkan tangannya digenggam erat oleh dua tangan kekar itu. Sedikit demi sedikit, sentuhan dari pemuda Meth ini terasa nyaman. Hangat.
Pemuda Meth itu diam saat ia mendengar sesuatu. Lalu seulas senyum terukir di wajahnya.
Itu suara degub jantung Sungmin, dengan emosi yang berbeda. Pemuda Terran ini mulai mempercayainya.
“Ngomong-ngomong.. Siapa namamu?”
Sungmin mendongkak. Ini pertama kalinya ada yang bertanya tentang namanya –sejak ia tinggal di karantina ini. Pipi chubby itu kembali bersemu, “Su-sungmin..” bisiknya seraya menunduk malu.
“Sungmin~~ Kau tidak mau bertanya siapa namaku?” Pemuda Meth itu tersenyum sambil mengedip genit. Sungmin tertawa kecil melihatnya –tawa pertamanya sejak ia berada di tempat ini. Sungmin mengangguk antusias. Ini pertama kalinya ada orang yang mau mengajaknya ngobrol dan berbagi tawa.
“Karena tidak ada yang boleh tahu nama asliku, jadi akan kuberitahu nama julukanku saja, oke?”
Sungmin mengangguk, lagi. Tidak begitu peduli tentang nama asli atau nama julukan. Sungmin hanya ingin dirinya bisa memanggil pemuda Meth ini, tidak peduli dengan nama asli atau tidak.
“Athena. Panggil aku Athena,” ucap pemuda itu sambil mengusap pipi Sungmin dengan jemarinya.
“A-the-na?” Sungmin mengulang nama itu, lalu memiringkan kepalanya dengan gaya cute.
Melihat ekspresi cute Sungmin, sekarang giliran pemuda Meth itu yang tertawa gemas. Sudah bertahun-tahun ia berkeliaran di tempat ini, tapi tidak pernah ada seorang calon Pajak Selir yang begitu menarik perhatiannya –sampai sejauh ini.
“Ah, ini..” Pemuda Meth itu teringat sesuatu, sudah bertahun-tahun ia tidak menemukan orang yang tepat untuk memiliki benda itu.
Sungmin hanya memperhatikan saat Athena merogoh sesuatu dari balik kerah bajunya. Pemuda itu melepas sesuatu yang melingkar di lehernya, sebuah liontin, dengan bandul permata berwarna hijau –oval, sebesar dua jari Terran dewasa.
Athena memandangi kalung itu sejenak, tampak berpikir, lalu ia menghela nafas dan tersenyum ke arah Sungmin. “Untukmu..” Pemuda Meth itu menyodorkan kalungnya pada Sungmin.
Melihat Sungmin yang hanya berkedip ragu, pemuda Meth itu beranjak maju, memasangkan liontinnya ke leher Sungmin dengan hati-hati.
“Jangan dilepas.. Kalung ini bisa melindungimu dari para perawat dan calon Pajak Selir yang jahat,” jelas Athena sambil tersenyum senang.
Sungmin tampak merenung sambil memegangi bandul kalung itu, terpesona pada keindahan dan kemilaunya. Hijaunya seolah memancarkan kehangatan. Entah kenapa Sungmin merasa liontin ini memang benar-benar bisa melindunginya.
Sungmin tersenyum. Setidaknya mulai sejak hari ini, ia tidak sendirian lagi di sini..
oOoOoOoOo
“Min, kau mau jadi istriku?”
Sungmin memendam wajahnya ke dalam bantal. Pipinya bersemu merah mengingat kejadian tadi siang.
Athena –melamarnya!
Sungmin belum menjawab sih, karena tadi pagi ia hanya menunduk –terlalu malu. Dan Athena bilang kalau ia akan menunggu, ia akan kembali esok pagi.
Pemuda itu selalu kembali, untuk Sungmin. Setiap hari, entah pagi atau siang hari, tapi ia pasti kembali.
Tuhan, padahal Sungmin belum genap 17 tahun –dan mereka baru kenal selama 2 bulan, tapi hatinya teguh mengatakan kalau Athena memang laki-laki yang baik. Mungkin saja pemuda Meth itu bisa mengubah takdir buruk Sungmin sebagai Pajak Selir.. Walau tidak bisa menjadi istri yang sah, setidaknya Sungmin bisa mengandung anak dari pria sebaik dan selembut dia.. Ah..
Sungmin memendamkan wajahnya lebih dalam. Wajahnya sudah semerah tomat karena pemikiran-pemikiran kelewat dewasa tadi. Tapi sejak ia kenal dengan pemuda Meth itu dua bulan yang lalu, Sungmin juga mulai mengenal kebaikan Athena lebih dalam, dan perlahan ia mulai jatuh hati pada kelembutan dan kebaikan pemuda Meth itu.
Sungmin mengenggam bandul zambrud yang melingkar di lehernya. Hangat dan perasaan aman seolah terpancar dari bandul mungil itu.
Sungmin sempat bingung saat Athena mengatakan padanya kalau ini kalung Mate. Sungmin tidak mengerti apa artinya kalung Mate, tapi Athena menjelaskan sedikit padanya.
Athena harus menyerahkan kalung ini pada pasangan yang dicintainya, lambang penyerahan hati. Dengan menyerahkan kalung ini pada Sungmin, sama artinya pemuda Meth itu menyerahkan hatinya untuk Sungmin, selamanya. Hidup atau mati.
Athena juga mengatakan kalau tidak semua pemuda Meth memiliki kalung seperti itu. Hanya orang-orang yang kelak menjadi sosok penting –yang berdiri di garis penerus.
Sungmin tidak tahu ia harus merasa senang atau sedih atas kehormatan yang diberikan Athena padanya.
Apa ia pantas??
Sebenarnya Athena tidak perlu menyerahkan kalung itu pada siapapun, bahkan tidak juga pada permaisurinya kelak. Kalau ia tidak menemukan orang yang berkenan di hatinya, atau kalau ia tidak ingin hidup terikat pada seseorang, pemuda Meth itu bisa menyimpan kalungnya dan hidup bebas tanpa harus menyerahkan hatinya pada siapapun.
Tapi Athena melakukannya, ia menyerahkan kalung berharga itu pada Sungmin –seorang calon Pajak Selir.
Sungmin takut kalau kelak Athena akan menyesali keputusannya. Meski di satu sisi Sungmin merasa bahagia bisa memiliki kalung ini.
“Hyung.. Aku tidak pernah menangis lagi..” bisik Sungmin pada kalung itu sambil tersenyum. Ia sering melakukannya, seolah kakaknya –Jaejong, memang bisa mendengar bisikan demi bisikan kerinduan Sungmin.
“Jangan khawatir, Athena pasti menjagaku~” bisiknya lagi sembari menggenggam erat bandul itu, seolah sepenuh hidupnya bertumpu di sana.
Tidak tahu kenapa, sejak salah seorang Perawat melihat kalung itu melingkar di leher Sungmin, para Perawat lain mulai bersikap lunak padanya. Bahkan tidak jarang beberapa dari mereka membela Sungmin saat ada calon Pajak Selir yang mengusiknya. Mereka pasti mengetahui sesuatu yang tidak diketahui Sungmin –tentang kalung itu.
Mungkin Athena memang orang penting? Sampai hanya dengan melihat kalung itu, perawat dan penjaga karantina bersikap terbalik 180 derajat –menjadi lebih sopan dan menganakemaskan Sungmin.
Sungmin memandangi bandul itu untuk yang terakhir kali. Seulas senyum terukir diwajahnya. Lagi-lagi hangat. Sungmin seperti bisa melihat mata Athena dari bandul ini. Hijau, dan berkilau.
Sungmin memejamkan matanya sembari mengusap bandul itu. Ia selalu melakukan hal yang sama setiap kali menjelang tidur. Liontin ini selalu bisa menenangkan hati Sungmin, karena itu ia bisa terlelap dan mengusir mimpi buruk jika ditemani benda ini.
Biasanya Sungmin akan terlelap cepat, tapi tidak sekarang. Tidak dengan suara ribut-ribut dari luar kamarnya. Sungmin membuka matanya lagi, kesal karena suara ribut-ribut itu tidak kunjung mereda.
Pasti ada calon Pajak Selir yang diambil lagi.. Beberapa malam ini, satu atau dua Pajak Selir dibawa dari karantina. Tapi Sungmin bisa bernafas lega. Ia tidak mungkin dibawa tahun ini. Karena ia masih di bawah umur dan karena –Athena..
Setidaknya itu yang di pikirkan Sungmin pada awalnya.
Sebelum seseorang mendobrak pintu kamarnya dengan paksa dan disusul suara ribut beberapa Perawat.
Seorang pemuda Meth masuk ke kamar Sungmin, rautnya dipenuhi dengan amarah yang siap meledak kapan saja.
Sungmin melihatnya dengan jelas, saat ketua Perawat ikut masuk ke kamarnya dan buru-buru bersujud di bawah kaki pemuda Meth itu.
“Ampuni hamba, tuan! Anak ini masih di bawah umur. Dan sungguh, tuan Athena sudah—“
“ARGH!” Pemuda Meth itu menendang tubuh wanita setengah baya yang bersujud di kakinya –tanpa memberi kesempatan pada perawat tua itu untuk meyelesaikan ucapannya.
“Lancang sekali! Siapa Athena dan siapa aku, hah?!” Pemuda itu berteriak kalap, membuat semua Perawat bungkam seketika.
“Satu protes lagi, kalian akan tahu apa akibatnya!”
Tidak ada yang berani menjawab setelah itu. Para perawat itu hanya saling bertukar pandang satu sama lain, antara ragu namun takut untuk menentang.
Sungmin membeku di tempat tidurnya, masih tidak mengerti apa maksud dari semua yang disaksikannya kini.
“Jangan ada yang masuk ke kamar ini sampai aku keluar dari sini!”
Sungmin menelan ludah, tegang saat tangan kekar itu membanting pintu kamarnya dari dalam. Mengunci mereka berdua saja di ruangan ini.
Bersamaan dengan berbaliknya tubuh pemuda itu, Sungmin beringsut mundur –merapat ke dinding. Tapi tidak ada tempat untuk lari, Sungmin terjebak disini, bersama dengan seorang pemuda keturunan Meth yang tampaknya lebih temperamental daripada prajurit Meth manapun.
Semakin dekat langkah pemuda itu, semakin bergetar tubuh Sungmin. Padahal ia sudah lama melupakannya, tapi sekarang Sungmin kembali teringat pada dua prajurit Meth kasar yang membawanya kemari.
“Sungmin,” panggil pemuda itu sembari mengusap wajah Sungmin. Ia mendorong tubuh mungil itu berbaring di tempat tidur dan mengusap rambut Sungmin penuh perhatian –tidak peduli sosok di bawahnya bergetar ketakutan atau hampir menangis.
Pemuda itu terus mengusap setiap jengkal wajah Sungmin –mengagumi kecantikannya—, lalu tangannya bergerak turun ke leher dan spontan berhenti saat ia menemukan rantai kalung yang familiar.
Awalnya pemuda Meth itu bermaksud ‘melakukannya’ dengan lembut, tapi melihat bandul Zamrud yang sangat dikenalnya..
“Kau sudah ditandai rupanya?” desis pemuda Meth itu sinis. Dan tanpa aba-aba ia menyambar bibir Sungmin, mengulumnya dengan paksa dan sebelah tangannya menggenggam marah kalung yang terikat di leher Sungmin.
Airmata menggenang di pelupuk mata Sungmin. Tidak ada gunanya. Seberapa keraspun ia memukul, mendorong, atau mencengkeram dada pemuda ini, Sungmin tetap bukan lawan yang seimbang bagi pemuda bertubuh besar ini.
“Kau milikku. Aku yang melihatmu lebih dulu!” desis pemuda itu disela ciumannya dengan Sungmin.
Ciuman itu berubah semakin kasar, menggigit dan melukai. Pemuda itu menelan mentah-mentah asin darah dari bibir Sungmin. Tangan kirinya memilin kedua tangan Sungmin di atas kepala, dan tangan kanannya menekan bahu di bawahnya, mencegah segala macam pemberontakan.
Beberapa kali Sungmin mencoba menendang, namun tidak berpengaruh. Pemuda Meth ini bahkan tidak bergeming.
Sungmin menangis, ia ingin memberontak. Tapi dalam keadaan yang berat sebelah seperti ini –ia hanya bisa meratap dalam ironi, menelan tiap anyir darah di bibirnya dan asin airmatanya. Kenapa ia harus berakhir seperti ini? Padahal semuanya sudah direncanakan.. Athena..
“A-th-thena—“ lirih Sungmin nanar. Pandangannya mengabur karena airmata, Sungmin tidak melihat sepasang mata safir yang membara penuh amarah di depan wajahnya.
Mendengar nama yang luruh dari bibir Sungmin, pemuda Meth itu meremas bandul zamrud ditangannya sekuat tenaga. Bayangan tentang Athena yang menyentuh Sungmin semakin membakar amarahnya. Nafasnya menderu, antara marah dan frustasi. Pemuda Meth itu tenggelam dalam emosinya sendiri, tanpa sadar ia mulai melukai Sungmin.
“AKU BUKAN ATHENA!!” serunya kalap. Dengan satu tarikan sekuat tenaga, tangan kekar itu merampas kalung zamrud yang melingkar di leher Sungmin lalu membantingnya ke lantai. Tidak peduli tindakannya itu akan meninggalkan luka di leher Sungmin, atau yang lebih parah –mungkin tindakannya akan meninggalkan luka di hati Sungmin.
Sungmin menggigit bibirnya yang gemetar dan menangis tanpa suara. Lehernya panas dan berdenyut, tapi itu tidak seberapa dibanding dengan sakit di dadanya saat terdengar suara deting bandul Athena membanting di lantai. Mungkin bandul indah itu sudah retak, sama dengan hatinya.
“AKU ARES! PANGGIL NAMAKU!!” teriaknya lagi dengan wajah memerah marah.
Sungmin diam. Ia benci dirinya yang begini, lemah dan tertindas. Sungmin hanya bisa menangis saat Ares merobek dan mencabik kaus putihnya, mengekspos tiap jengkal tubuh yang harusnya menjadi hak Athena.
Sungmin memejamkan matanya rapat-rapat, berdoa semoga semua ini hanya mimpi buruk dan besok pagi ia akan terbangun karena suara ketukan Athena di luar jendela kamarnya.
Tbc!
oOoOoOoOoOo
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 I Feel You pt.2 (NC)
Author: _baepsae95 -
🔒 Hidden Chapter 15-0
Author: _baepsae95 -
🔒 Sugar, Baby – Special Ch
Author: Narkive94 -
🔒 Manager Jeon pt.2 (NC)
Author: _baepsae95
Reviews
There are no reviews yet.