“Aish! Kenapa sih?! Selir Minmin suka padaku kok. Tanya saja pada selir Minmin! Iya kan, selir Minmin?”
Donghae berpaling pada Sungmin, dan ia tidak bisa menolak lagi saat bibir pemuda itu melengkung membentuk senyum.
Ini pertama kalinya Donghae melihat senyum manis seorang pemuda keturunan Terran. Dan hanya karena satu senyum itu, Donghae lagi-lagi mengalah dan membiarkan sumber berisik macam Az masuk ke kamarnya.
“Turunkan aku, Elios!” seru Az sambil mengayun-ayunkan kakinya tidak sabar.
Begitu Helios menurunkannya, Az langsung berlari dan melompat riang ke atas tempat tidur Donghae.
“Selir Minmiiiiin!” seru Az riang disambut senyum geli dari Sungmin.
“Sudah kubilang berhenti berteriak, Az! Dengar tidak, sih?” dengus Donghae sebal sambil berkacak pinggang. Namun gadis blonde itu tidak menghiraukannya dan terus berceloteh riang dari sisi Sungmin, dan itu membuat Donghae mendengus makin kesal.
“Dia baru bangun, Az! Nanti dia pingsan lagi mendengar ocehan tidak berujungmu itu!” sungut Donghae berapi-api.
Helios hanya melirik kakaknya sambil menyeringai senang. “Marah-marah begitu, nanti kau cepat keriput, hyung~” goda Helios dengan mimik serius, namun pada akhirnya pemuda berwajah tirus itu tertawa karena tidak tahan melihat wajah kesal kakaknya.
“Dia jadi anak nakal seperti itu karena salahmu! Kau, Siwon, dan Yunho-hyung terlalu memanjakannya!”
Az yang mendengar itu berpaling pada Donghae sambil menjulurkan lidah dan tertawa mengejek. “Mata Ikan iri padaku karena Selir Minmin lebih menyukai aku, ya kaaaaan?” goda Az sambil menyipit sinis ke arah Donghae, lalu ekspresi bocah itu berubah polos saat ia menghadap Sungmin. “Lihat, kan? Dia kalau marah-marah memang seperti itu. Seperti ibu monster yang mau menelan aku hidup-hidup, hiiiy!” Az pura-pura bergidig ngeri.
Wajah mungil dengan emosi yang berwarna-warni itu memancing Sungmin untuk tertawa, lagi. Sungmin tidak bisa menahan tangannya, ia mengusap kepala mungil gadis berambut pirang itu sembari tersenyum gemas. Gadis kecil ini mengingatkannya pada –Henry.
“Ish! Dasar anak kecil!” Donghae melotot marah sambil mengangkat satu tangannya, pura-pura akan memukul untuk menakut-nakuti Az. Pangeran bermata putih itu baru akan berjalan maju dan bermaksud menyeret Az keluar dari kamarnya, namun tangan Helios meremas bahunya dan menahan langkahnya.
“Sudahlah, hyung. Az kan cuma anak kecil. Biarkan saja,”
Donghae tidak menjawab kali ini, entah karena hatinya membenarkan ucapan Helios –atau karena ia tidak bisa mengelak dari tuduhan Az. Donghae hanya mendengus lalu berbalik dan melangkah keluar kamar.
“Mau kemana, hyung?”
“Aku mau memanggil dokter dan pelayan,” sahut Donghae. “Jaga dia, Mi! Awas saja kalau anakmu itu berbuat macam-macam!” sahut Donghae lagi sebelum ia menghilang keluar kamar.
Helios terkekeh geli sebelum mengembalikan perhatiannya pada Az dan Sungmin. Ia bersandar ke dinding di sisi pintu, sesekali tersenyum melihat interaksi antara anak asuhnya dengan pemuda Terran itu.
“Aaaah~ Baru sekarang aku melihat matamu secara langsung~” Az memandang Sungmin dengan mata gemerlap. Ia refleks menunjuk tulang pipi Sungmin, dan membawa jarinya bergerak di udara mengitari mata hitam pemuda Terran itu. “Aku sukaaaa sekali warna mata Selir Minmin!” serunya riang bercampur gelak tawa.
Senyum Sungmin kembali merekah. Selain mengingatkannya pada Henry, ada satu hal lain yang menarik perhatian Sungmin dari gadis kecil ini…
Warna matanya… Sewarna dengan Athena. Sinar matanya juga sehangat sinar mata Athena.
“Aku juga suka warna matamu~” Sungmin mencubit hidung Az gemas, lalu dua orang itu tertawa bersama, saling bertukar senyum hangat.
“Selir Minmin main ke taman, yuk! Denganku, dengan Elios!” ajak Az sambil menunjuk-nunjuk Helios dengan riangnya.
Sungmin tersenyum, tentu saja ia tidak bisa menolak ajakan dari gadis kecil semenggemaskan ini. Tapi… Apa boleh? Sungmin masih tahu diri atas posisinya di istana ini.
“Memangnya boleh?” Sungmin bertanya dengan wajah polos yang kontan disambut dengan gelak tawa dari Az dan senyuman misterius dari Helios.
“Tentu saja boleeeeeh!” Az mengayun-ayun tangan Sungmin, “Mau tidak?” ajaknya lagi.
Sungmin memandangi wajah mungil itu –entah mengapa merasa bahagia saat ia memandang ke dalam mata hijaunya yang berkilat megah. “Aku mau, tapi—“ Sungmin menggantung kalimatnya, sengaja membuat Az menunggu.
“Tapi apa?! Tapi apa?!” tanya Az antusias.
“Aku kan belum tahu namamu~” Sungmin mencubit pipi gembul Az. Hanya bermaksud menggoda karena Sungmin tahu kalau gadis kecil di hadapannya ini bernama ‘Az’ –ia mendengarnya sendiri dari percakapan Poseidon dan Helios tadi.
Az memutar bolamatanya sambil menggembungkan pipi. “A-Z-H-U-R-A! Az! Panggil gadis cantik ini Az!” ucap Az sambil menepuk-nepuk dadanya bangga. “Jadi selir Minmin mau ikut kaaan?” Az memandang Sungmin penuh harap.
Sungmin tersenyum lalu mengangguk. Siapa yang bisa menolak tatapan mata bulat gemerlap yang bersinar penuh harap seperti itu?
Sungmin mengerjap, diam-diam mengagumi paras manis gadis kecil di hadapannya ini. Tapi ada satu hal yang ganjil dari Az, Sungmin menyadarinya sekarang setelah ia mengamati bocah itu lebih teliti.
Telinga Az… Tidak meruncing.
Sungmin baru akan bertanya pada Az saat suara lain menyela ucapannya.
“Cukup, Az! Sekarang keluar karena dokter akan memeriksa keadaannya,” Donghae tahu-tahu berdiri di belakang Az dan siap menarik gadis kecil itu keluar dari kamarnya.
Seorang dokter masuk ke dalam kamar Donghae, diikuti pelayan yang membawa nampan berisi penuh makanan.
“Iiih! Aku mau lihat Selir Minmin diperiksa!” seru Az marah sembari memberontak dan berusaha melepaskan diri dari Donghae, meskipun berakhir sia-sia. “Elios!” Az melempar pandangan memohon ke arah Helios.
“Sungmin tidak boleh keluar kamar hari ini! Aku yang diberi kewajiban untuk menjaganya, jadi aku yang memutuskan. Titik!”
“Eliooos~~” Az menatap Helios dengan mata berkaca-kaca, namun Helios hanya membalasnya dengan senyuman lembut tanpa bermaksud membelanya kali ini.
“Kerjakan tugas kalian!” Donghae menegur dua orang bawahannya yang tampak kebingungan dan menunggu interuksi darinya.
Sesuai dengan perintah tuannya, pelayan Terran itu meletakkan nampan berisi makanan ke meja di sisi tempat tidur, sedangkan dokter setengah baya keturunan Meth itu bergerak gesit membuka kancing baju Sungmin.
“Aku tidak mau keluar! Aku mau lihat Selir Minmin! Selir Minmin!” rengek Az dengan wajah yang mulai mengeruh.
Sebelum Az sempat mengintip Sungmin yang melambai sedih ke arahnya, Donghae bergegas keluar diikuti Helios.
“Aish! Kau itu anak gadis dan Selir Minmin laki-laki! Kau mau lihat apa, hah?! Dasar anak kecil! Tidak sopan tahu!” bentak Donghae sambil mengeratkan pelukannya saat Az memberontak minta diturunkan.
“Memangnya kenapa?! Dia kan berkembang biak!” sanggah Az tidak mau kalah.
Donghae dan Helios melotot saat mendengar kalimat itu meluncur dari bibir mungil Az.
“AZ!” kali ini bukan Donghae yang berteriak. “Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu?!” wajah helios memerah, antara marah dan shock. Ia jarang membentak seseorang, apalagi putri asuhnya sendiri. Mungkin karena itu Az langsung bungkam dengan bibir gemetar, tidak berani menjawab.
Donghae juga ikut-ikutan bungkam, diam-diam merasa menyesal karena sudah meladeni Az dan membuatnya dimarahi seperti ini.
Helios merebut Az dari gendongan Donghae. “Sekali lagi aku mendengar ucapan seperti itu, akan kuadukan pada Ratu Agung. Biar dia yang memarahimu!” ancam Helios serius. “Kau akan mengulanginya lagi atau tidak, hah?”
Az menggeleng sambil membenamkan wajahnya di leher Helios.
“Jangan nakal lagi, oke?” kali ini suara Helios melembut. Ia mengusap kepala Az saat gadis kecil itu terisak dan lehernya mulai terasa basah.
“Aku pergi dulu, hyung.” Helios melambai ke arah kakaknya sebelum melangkah pergi.
Donghae memandangi dua sosok yang melangkah menjauh itu dengan perasaan iba.
“Kalau mau main ke taman dengan Selir Minmin, besok kesini saja!” seru Donghae sebelum ia menghilang masuk ke dalam kamar.
“For the Valar, Az… Siapa yang mengajarimu bicara begitu? Apa Elios pernah mengajarimu begitu, hm?” tanya Helios sambil terus melangkah menyusuri koridor kerajaan.
“Bukan Elios,” Az menggeleng lemah lalu berbisik lirih menyebut satu nama. “Eros…”
“What?!” Helios melotot mendengar pengakuan jujur Az. Ia bersumpah untuk menguliti Changmin hidup-hidup setelah ini. “Lain kali jangan main dengan Eros! Dengar tidak?” dumel Helios panjang lebar.
“Zhoumi!”
Langkah Helios terhenti karena seseorang memanggilnya dari belakang. Ia berbalik dan tersenyum pada Apollo yang berjalan cepat ke arahnya.
“Hyung? Ada apa?”
“Aish! Aku mencari Az dari tadi!” Yunho menghela nafas lelah lalu segera mengulurkan tangannya pada Zhoumi. “Kemarikan Az, Ada mencarinya.”
Zhoumi menurut, ia mengoper Az ke dalam gendongan Yunho –meskipun yang bersangkutan tampak enggan.
Begitu Az berpindah gendongan, gadis kecil itu langsung memeluk leher dan menyembunyikan wajahnya di bahu Yunho.
Melihat keganjilan itu, Yunho melirik Zhoumi dengan pandangan bertanya-tanya.
“Kenapa dia?”
Zhoumi hanya mengedikkan bahu –masih dengan wajah yang mengeruh marah, ia tidak berniat untuk menjawab dan justru balik bertanya, “Ada masalah apa, hyung?”
“Pertemuan dadakan, tanpa Ares, dan bocah itu tidak tahu tentang pertemuan ini.” Yunho bicara tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. “Kau pasti berpikiran sama denganku, kan? Persoalan Sungmin tidak mungkin diterima begitu saja.”
Zhoumi mengangguk, mengiyakan ucapan Yunho. Ia sudah menduga kalau persoalan Sungmin akan menjadi masalah besar dan memaksa semua pejabat, mentri, dan raja membuat pertemuan khusus untuk membicarakan masalah ini.
Zhoumi berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan Yunho sambil sesekali melirik Az. Dilihat dari raut riangnya dan sikap yang terus-terusan menempel pada Sungmin, Zhoumi tahu kalau putri asuhnya itu sudah mengetahui sesuatu.
“Az, aku tahu. Kau pasti membaca sesuatu dari selir itu,” ujar Zhoumi tiba-tiba, ekspresinya berubah serius.
Yunho tidak berkomentar, dua kakak beradik itu hanya saling bertukar pandang sebelum Zhoumi kembali bertanya, “Az… Selir itu –sedang mengandung atau tidak?”
Sunyi. Dua pangeran itu terdiam menunggu jawaban dari Az. Namun gadis kecil itu hanya bergeming, tidak berniat menjawab.
Melihat tidak ada respon dari putrinya, Zhoumi menegurnya sekali lagi. “Az? Selir Minmin sedang mengandung atau tidak?” tanya Zhoumi lagi. Namun Az masih belum merespon. Gadis kecil itu justru mengeratkan pelukannya ke leher Yunho, menunjukkan pada mereka kalau ia tidak ingin menjawab.
Yunho mengusap punggung Az lalu menggeleng ke arah Zhoumi, memberi isyarat pada adiknya untuk tidak bertanya-tanya lagi.
Tidak ada yang bicara setelah itu, Zhoumi hanya mengikuti langkah Yunho dengan Az yang masih merajuk dalam gendongan Pangeran bermata ruby itu.
Mereka berhenti di depan ruangan besar dengan lambang kebesaran Methuselah terukir indah di kedua daun pintu. Dua orang prajurit penjaga yang berdiri di kedua sisi pintu segera membungkuk memberi hormat pada Apollo dan Helios, lalu mereka membukakan pintu –hanya untuk Apollo dan Az, karena Helios tidak ikut masuk ke dalam.
“Jangan nakal, Az…” pesan Zhoumi sebelum sosoknya menghilang seiring tertutupnya pintu itu.
Yunho melangkah masuk ke dalam ruangan tertutup yang remang itu. Karena ini hanya ruang penghubung, di ujung ruangan terdapat tirai besar yang menutupi bagian ruangan utama –ruangan yang menjadi balai pertemuan rahasia. Ruang ini hanya digunakan untuk membicarakan permasalahan yang penting dan tertutup.
Terakhir kali dalam ingatan Yunho, ruangan ini digunakan saat terjadi pemberontakan oleh kaum Terran –lima belas tahun yang lalu. Meski saat itu Yunho tidak terlibat dalam pertemuan rahasia semacam ini, tapi di sinilah ia berdiri sekarang –dipercaya menjadi salah satu wali pertemuan untuk kembali membicarakan kemungkinan terulangnya pemberontakan kaum Terran.
Suara berisik terdengar seiring Yunho melangkah mendekati tirai. “Heiza? Dengar tidak? Mereka menunggumu…” ia berbisik pada Az. Dan seruan demi seruan pertengkaran ikut tersibak saat Yunho membuka tirai itu.
“Tetap saja keberadaan pemuda Terran itu berbahaya! Kita tidak tahu sampai kapan eksistensi Terran bermata hitam itu bisa dirahasiakan dari telinga publik!”
Yunho mengenal suara ini… Suara Mentri Chansung.
“Benar kata Mentri Chan. Kita tidak boleh mengambil keputusan beresiko seperti ini. Ditambah dengan sikap pangeran Ares, keadaan akan semakin dipersulit!”
Yunho tidak perlu melihat wajah pemilik suara yang cukup familiar ini, karena ia tahu itu suara Permaisuri Afrodit.
Yunho melangkah mendekati meja pertemuan. “Ada, maaf… Kami terlambat,” sela Yunho sambil membungkuk sopan. Semua mata beralih ke arahnya.
“Duduk di kursimu, Apollo.” tegur Zeus sambil menunjuk kursi kosong di sisi Mentri Hankyung. Yunho bergegas duduk di kursi itu, masih dengan Az yang merekat erat padanya.
Tidak butuh waktu lama bagi Zeus untuk mengembalikan suasana ke keadaan semula, tegang.
“Az baru saja mengunjungi kamar Poseidon, kan? Bagaimana keadaan pemuda Terran itu sekarang?” tanya Zeus dengan suara beratnya yang seolah menggema di dalam ruangan tertutup ini.
Az terdiam, tidak menjawab. Karena itu Yunho memutuskan untuk mewakilkan Az menjawab pertanyaan ayahnya. “Pemuda itu sudah sadar, Ada. Mungkin besok ia benar-benar sembuh total,” jawab Yunho sopan.
“Kalian dengar sendiri kan?! Hanya tiga hari! Dan anak itu sudah kembali sembuh secepat tikus sembuh dari luka sayatan!” seru Permaisuri Afrodit kembali memanas-manasi. “Ares sendiri yang mengatakan padaku kalau ia menggauli anak itu dua kali dalam dua hari! Dan lihat ia sekarang?! Ia bahkan dibawa kemari dalam keadaan sadar! For the Valar! Dia putra setan!”
Yunho diam, tidak berani berkomentar meskipun ia sedikit tersinggung. Ia lebih memilih untuk mengalihkan emosinya dengan menghitung jumlah orang yang hadir di ruangan ini. Zeus, Afrodit, dan tujuh Mentri utama kerajaan. Semua adalah orang-orang dengan pangkat tertinggi dan posisi terpercaya.
“Inang prajuritku bahkan tidak sadarkan diri selama seminggu setelah ia digauli. Mungkin selir pangeran Ares memang Terran bermata hitam yang dilegendakan itu,”
Seorang Mentri berperawakan kecil mengusap dagunya, tampak berpikir. “Keberadaannya berbahaya, sangat berbahaya.”
Lagi-lagi Yunho menghela nafas mendengarnya. Ia mengusap punggung Az lalu berpaling ke belakang kursi Zeus, melirik sebuah ruang kecil yang ditutup tirai putih dengan bayangan hitam seseorang yang tengah duduk di baliknya.
“Sepertinya kita terpaksa membunuh pemuda itu. Secepat mungkin kalau ia tidak terbukti mengandung,” bisik salah seorang mentri yang terdengar jelas oleh semua orang di dalam ruangan ini.
Yunho melotot mendengar ini. Meski ia sudah memperkirakan kemungkinan para Mentri akan mengambil keputusan untuk membunuh Sungmin, tapi dengan mendengarnya secara langsung seperti ini –beban yang ditanggung di pundaknya bertambah dua kali lipat.
“Lalu bagaimana kalau dia terbukti mengandung?? Kalian akan membunuhnya setelah keturunan putra mahkota lahir, begitu?!” Mentri yang duduk di sisi Yunho dan hanya diam sejak tadi akhirnya angkat bicara. Dalam ruangan dengan pencahayaan yang minim seperti ini, Yunho masih bisa menangkap garis-garis amarah di wajah Mentri Hankyung. “Kalian ingin mengingkari sumpah Raja Orion, hah?”
Yunho mengernyit memandangi wajah Mentri Hankyung yang sepertinya menjadi satu-satunya Mentri dengan pendapat kontra.
“Lalu maumu apa?! Membiarkan Terran kotor itu melahirkan keturunan Putra Mahkota dan terus hidup untuk merusak keseimbangan Methuselah?!” seru Mentri bertubuh gembul dan disambut anggukan setuju dari Mentri yang lain.
Raut Mentri Hankyung mengeras marah. “Raja Orion sudah bersumpah pada Methuselah yang agung! Tidak boleh ada lagi selir yang dibunuh setelah kasus selir Putra Mahkota pada masa itu!”
“Itu kalau selir kali ini bisa bertahan seperti selir Raja Orion. Aku sendiri tidak yakin pemuda bertubuh kecil dengan tampang gadis rapuh seperti dia bisa bertahan menjadi inang selama satu setengah tahun!” ejek Mentri lain.
“Kalau memang kalian tidak yakin dia bisa bertahan, kenapa harus repot-repot menyusun rencana pembunuhan seolah anak itu akan mengambil alih tahta ratu, huh?” balas Mentri Hankyung sinis. Wajah Ratu Afrodit dan Mentri-Mentri lain memerah marah. Sedangkan Zeus masih tenang bergeming di posisinya, menelaah setiap pendapat orang yang ada di ruangan ini –berusaha mengambil keputusan terbaik.
“Kau ini kenapa, Han?! Kau ingin membelot dan berpihak pada kaum Terran?!”
“Aku hanya mengingatkan, tidak membelot! Sumpah Raja adalah sesuatu yang suci! Dan sekarang kalian ingin mengingkarinya, hah?!”
“Selamanya kaum Meth dan kaum Terran tidak akan berdiri sejajar! Karena kita kaum yang lebih mulia!”
Dan seruan demi seruan pertengkaran pun pecah di ruangan itu, keributan itu membuat Az memeluk Yunho makin erat.
“Hentikan!” seru seseorang yang duduk di balik ruangan bertirai di belakang kursi Zeus. Suaranya feminimnya lembut –dan menekan, namun cukup untuk membuat seisi ruangan ini terdiam seketika. “Kalian menakuti putriku!” tegurnya lagi.
Semua Mentri bungkam –patuh, beberapa membungkuk karena merasa bersalah sudah membuat keributan di depan Ratu Agung, dan beberapa Mentri sibuk melirik sosok Az yang merekat di atas pangkuan Yunho.
“Kemari Az,” panggil sosok itu sembari mengulurkan tangannya keluar dari tirai. “Kemari, anakku…”
Az mengangkat kepalanya, ia bergeming sejenak lalu perlahan turun dari pangkuan Yunho.
Semua mata mengawasi Az saat sosok kecil itu berjalan mengitari meja, menuju ke ruang kecil di belakang kursi Zeus –tempat Ratu Agung duduk mengawasi pertemuan.
“Augusta…” Az meraih tangan yang muncul dari balik tirai itu, lalu perlahan menyusup masuk ke dalamnya.
Meski ruangan pertemuan ini temaram, bayangan di dalam ruang kecil itu dapat diterawang dari luar. Bayangan sesosok wanita dewasa duduk di atas sebuah singgasana kecil, dengan sosok mungil lain —Az, duduk di pangkuannya.
“Kau baru mengunjungi pemuda itu, Az?” tanya suara itu lembut. Bayangan kepala Az tampak mengangguk sebagai respon.
“Beritahu aku,” bayangan sosok itu tampak tengah mengangkat dagu Az, “apakah pemuda itu sedang mengandung?”
Tidak terdengar jawaban.
“Kenapa, Az? Kau tidak ingin mengatakannya?” tanya sosok itu lagi dengan suaranya yang mendayu lembut. “Bisikkan saja pada ibunda, anakku.”
Dan Az melakukannya. Bayangan kepala mungil Az mendekat ke wajah Ratu Agung. Semua orang hanya bisa menyaksikan bayangan mereka berdua, tanpa tahu hal apa yang dibisikkan Az kecil ke telinga Ratu.
“Yang mulia…” seorang Mentri baru akan menyela, namun Ratu Agung sudah lebih dulu memotong ucapannya.
“Az yang akan memutuskan,” ucap Ratu Agung dengan nada mutlak. “Aku akan mengikuti keputusan Az-ku.”
Tidak ada yang berani menyela atau protes, yang terdengar di ruangan ini hanya desah kecewa para Mentri dan decak tidak setuju dari Permaisuri.
Zeus tampak pasif, karena semua yang diputuskan Ratu Agung akan menjadi keputusannya juga.
“Kau menginginkan pemuda itu tetap hidup atau tidak?” suara lembut Ratu Agung terdengar jelas karena suasana senyap menyelimuti balai pertemuan. “Jawab sekarang, Az…”
“Aku…” Az menggantung kalimatnya, ia menghela nafas sebentar lalu mendongkak menatap wajah Ratu Agung lekat-lekat.
Semua penghuni ruangan menahan nafas, menunggu kata-kata Az.
“Aku mau Selir Minmin tetap hidup, Augusta.”
oOoOoOoOoOo
TBC!
You must be logged in to post a review.
Related Paid Contents
-
🔒 Closer pt. 2 (NC)
Author: _baepsae95 -
🔒 One Love 15-0 | 11
Author: _baepsae95 -
🔒 Braven – 9. Synthesis
Author: Miinalee -
🔒 Manager Jeon pt.2 (NC)
Author: _baepsae95
Reviews
There are no reviews yet.